I.
PENDAHULUAN
Reproduksi merupakan suatu masalah yang
di bahas oleh manusia. Untuk memahami organisme reproduksi yang kompleks, orang
harus tau anatomi, dan harus sudah ada ilmu-ilmu fendumental yang menjadi
sumber fisiologi, embriologi, dan lain-lain.
Al-Qur’an
berlainan dengan itu semua. Al-Qur’an menginformasikan kepada kita bahwa
manusia diciptakan Tuhan dari tanah berwarna hitam lagi kering dan diberi
bentuk (QS. XV: 26, 28). Jika disimak dari ayat-ayat yang menjelaskan tentang
penciptaan manusia itu, maka kita dapat berkata bahwa apa yang ditegaskan di
dalam ayat-ayat tersebut baru menerangkan proses awal dari penciptaan ,manusia,
yaitu berasal-usul dari tanah, kemudian dari tanah itu, setelah proses yang
panjang, terbentuklah manusia sebagaimana yang kita saksikan sekarang.[1]
Maka dari penjelasan tersebut, tentunya menimbulkan
pertanyaan. Apakah
memang benar di dalam al-Qur’an membahas hal itu?. Untuk itu penulis, akan
sedikit membahas tentang ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan reproduksi
manusia berikut fakta ilmiahnya.
II.
PEMBAHASAN
Allah berfirman, “mengapa
kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah
menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.”. (Nuh: 13-14).
Al-Qur’an menggambarkan tahap-tahap pertumbuhan janin di dalam rahim secara
jelas dan akurat dan membaginya ke dalam enam fase selain fase penciptaan dari
tanah. Berikut tujuh fase atau tahap-tahapnya;
Fase pertama:
Saripati Tanah
ô‰s)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß™ `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ
“Dan
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.”(al-Mu’minun: 12).
uqèd “Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB &ûüÏÛ ¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& ( ×@y_r&ur ‘‡K|¡•B ¼çny‰YÏã ( ¢OèO óOçFRr& tbrçŽtIôJs?
ÇËÈ
“Dialah
yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu),
dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang dia sendirilah
mengetahuinya), Kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).”(al-An’am:
2).
øŒÎ) tA$s% y7•/u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) 7,Î=»yz #ZŽ|³o0 `ÏiB &ûüÏÛ ÇÐÊÈ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah".(Shad: 71).
Menurut Thahir Ibnu Asyur, saripati tanah itu adalah apa yang
diproduksi oleh alat pencernaan dari bahan makanan yang kemudian menjadi darah,
yang kemudian berproses hingga akhirnya menjadi sperma ketika terjadi hubungan
seks. Nah, inilah yang dimaksud dengan saripati tanah karena berasal dari
makanan manusia-baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah.[2]
Jika kita amati tubuh manusia dengan bantuan mikroskop, niscaya kita tau
bahwa unsur-unsur yang masuk dalam susunan tubuh manusia adalah juga
unsur-unsur yang ada dalam susunan tanah dengan perbedaan kadar masing-masing.
Unsur-unsur itu berjumlah 22 unsur, di antarnya adalah:
a.
Oksigen dan hidrogen, keduanya
membentuk air yang merupakan 70 % komposisi tubuh manusia.
b.
Karbon, hidrogen dan oksigen, semuanya
membentuk unsur-unsur gula, protein, lemak, vitamin, hormon dan enzim.
c.
Mineral seperti kalsium dan fosfor.
Dalam jumlah besar keduanya berkonsentrasi pada struktur tulang tubuh manusia.
d.
Mineral lainnya seperti potasium,
sodium, magnesium, mangan, fosfor, sulfur, zat besi, yodium, tembaga, zink,
cobalt, fluorine, alumunium, kromium dan silinum.[3]
Fase Kedua : Nuthfah (Mani)
§NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR ’Îû 9‘#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ
“Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”(al-Mu’minun: 13).
Kata نطفه dalam bahasa arab berarti
setetes yang dapat membasahi. Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil
pertemuan sperma dan ovum. Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian
manusia sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani
yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih
manusia, sedang yang berhasil bertemu dengan indung telur wanita hanya satu
saja.[4]
Dalam satu kali ejakulasi, di samping zat lain,
mani mengandung 100-200 juta sperma. Satu dari ratusan juta sperma inilah yang
akan membuahi sel telur. Dengan kata lain, zigot yang merupakan produk
penyatuan dua gamet, hanyalah hasil dari sebagian kecil mani. Sperma, atau
spermatozoa, gamet jantan, terdiri dari bagian kepala yang berisi nukleus,
bagian tengah yang berisi satu mitokondria, dan ekor panjang menyerupai
flagela. Ratusan juta sperma ini meninggalkan organ reproduksi pria menuju sel
telur dengan cara menggerakkan ekor. Jarak yang harus ditempuh sperma untuk
mencapai organ reproduksi wanita sangat jauh, jika diukur dalam mikron panjang
sperma (satu mikron sama dengan satu persejuta meter). Melewati jarak sejauh
itu sebanding dengan berenang jarak jauh, bahkan berkilo-kilo meter. Banyak
sperma yang mati dalam perjalanan dan sedikit yang mencapai tujuan. Dari begitu
banyak sperma yang mengelilingi sel telur, hanya satu yang dapat menembus sel
telur, menutup jalan bagi yang lain. Setengah data genetik yang dibawa sperma
ini tersimpan di bagian kepalanya yang berukuran lima mikron. Setengah data
genetik lainnya menunggu di dalam rahim ibu. Semua ini merupakan hasil dari
banyak detail yang bersesuaian. Allah memperlihatkan seni-Nya dalam setiap
detail ciptaan.[5]
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& Ïm‹Î=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $Jè‹ÏJy™ #·ŽÅÁt/ ÇËÈ
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes
mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat.”(al-Insan:2).
Kata أمشاج adalah bentuk jamak dari kata
(مشج) misyj yang terambil
dari kata مَشَجَ yakni bercampur. نطفة/sperma yang amsyaj
adalah yang telah bercampur dengan indung telur wanita. Keduanya memiliki
peranan yang sama dalam pembentukan benih yang masuk ke dalam rahim wanita.
Sepintas, ayat di atas terlihat tidak sejalan
dengan kaidah kebahasaan. Karena, nuthfah berbentuk tunggal sedang amsyaj,
menurut banyak ulama berbentuk jamak. Sedang dalam kaidah bahasa, adjektif
(sifat) harus disesuaikan dengan objek yang disifatinya, jadi mestinya bukan amsyaj
tetapi masyaj. Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa jika sifat dari satu
hal yang berbentuk tunggal mengambil bentuk jamak (seperti pada kasus ayat
ini), itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian
kecil yang disifatinya. Dalam hal nuthfah, sifat amsyaj (bercampur)
bukan sekadar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau terlihat menyatu,
tetapi percampuran itu sedemikian mantap sehingga mencakup seluruh
bagian-bagian dari nuthfah. Nuthfah amsyaj itu sendiri adalah hasil
percampuran sperma dan ovum yang masing-masing memiliki empat puluh enam
kromosom. Jika demikian, wajar jika ayat di atas menyifati nuthfah dengan
amsyaj yang berbentuk jamak karena memang jumlah kromosom yang
dikandungnya banyak.[6]
Spermatozoa mengandung 23 kromosom dan hanya satu
di antara kromosom itu yang mennetukan jenis kelamin antara X atau Y. Sedangkan
sel telur hanya mengandung kromosom X saja. Jika kromosom Y bersatu dengan sel
telur X maka sel telur yang dibuahi (zigot) akan menjadi laki-laki (XY).
Dan apabila kromosom X bersatu dengan sel telur X, maka sel telur yang dibuahi
akan berjenis kelamin perempuan (XX).[7] Jika demikian
yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah.[8]
Fase Nuthfah adalah fase perencanaan atau
fase persiapan untuk menggambarkan rencana yang akan terjadi di fase ‘alaqah.
Setelah nuthfah perempuan bergerak di dalam perutnya untuk mengawali
proses penciptaan maka pencampuran akan terjadi pada hari keempat belas.
Setelah tujuh hari hasil pencampuran itu akan menetap di tempatnya yang kuat
(rahim) dan menjadi ‘alaqah setelah 19 hari, atau 40 hari sejak hari
terakhir haid.[9]
Selain dua ayat di atas masih banyak ayat lain yang
menyebutkan kata Nuthfah di antaranya, surat an-Nahl: 4, al-Kahfi: 37,
Ghafir: 67, Fathir: 11, Yasiin: 77, al-Hajj: 5, an-Najm: 45-46, al-Qiyamah: 37,
‘Abasaa: 19, As-Sjdah: 8 dan al-Mursaalat: 20.
Fase Ketiga: ‘Alaqah
Fase ‘alaqah adalah fase pembentukan organ
tubuh. Saat itu, zigot mulai memiliki sifat aluq (bergantung).
¢OèO
$uZø)n=yz
spxÿôÜ‘Z9$#
Zps)n=tæ
$uZø)n=y‚sù
sps)n=yèø9$#
ZptóôÒãB
$uZø)n=y‚sù
sptóôÒßJø9$#
$VJ»sàÏã
$tRöq|¡s3sù
zO»sàÏèø9$#
$VJøtm:
¢OèO
çm»tRù't±Sr&
$¸)ù=yz
tyz#uä
4 x8u‘$t7tFsù
ª!$#
ß`|¡ômr&
tûüÉ)Î=»sƒø:$#
ÇÊÍÈ
“Kemudian
air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”(al-Mu’minun: 14)
Kata ‘alaqah tercatat lebih
dari satu dalam ayat al-Qur’an. di antaranya surat al-Qiyamah: 38, al-‘Alaq: 2, al-Hajj: 5, Ghafir: 67.
Kata علقه terambil dari kata علق. Dalam kamus-kamus bahasa,
kata itu diartikan dengan (a) segumpal darah yang membeku, (b) sesuatu yang
seperti cacing, berwarna hitam, terdapat dalam air, yang bial air itu diminum
cacing itu menyangkut di kerongkongan, dan (c) sesuatu yang bergantung atau
berdempet.
Dahulu, kata tersebut dipahami dalam arti segumpal
darah. Tetapi setelah kemajuan ilmu pengetahuan serta maraknya penelitian, para
embriolog enggan menafsirkan dalam arti tersebut. Mereka lebih cenderung
memahaminya dalam arti sesuatu yang bergantung atau berdempet di dinding rahim.
Menurut mereka, setelah terjadi pembuahan (nuthfah berada di dinding
rahim itu), terjadi proses di mana hasil pembuahan itu menghasilakn zat yang
baru, yang kemudian terbelah menjadi dua, lalu yang dua menjadi empat, empat
menjadi delapan, demikian seterusnya berkelipatan dua, dan dalam proses itu, ia
bergerak menuju ke dinding rahim dan akhirnya bergantung atau berdempet di
sana. Nah, inilah yang dinamai ‘alaqah oleh al-Qur’an. Dalam periode
ini, menurut pakar embriologi, sama sekali belum ditemukan unsur-unsur darah
dan, karena itu, tidak tepat, menurut mereka, mengartikan ‘alaqah atau ‘alaq
dalam arti segumpal darah.
Fase ‘alaqah ini adalah fase persiapan untuk
membentuk atau menggambar organ-organ janin. Ia berlangsung selama 40 hari,
selama itu bentuk organ-organ mulai disempurnakan. ‘Alaqah hidup dengan menghisap darah
ibunya untuk mendapatkan makanannya. Fase ini dimulai pada hari ketujuh dan
akan berakhir pada minggu ketiga kehamilan.
Pada hari ke-40, nuthfah mulai membentuk ‘alaqah.
Ia telah membesar dengan diameter mencapai 2-3 cm. Nuthfah ini akan
bergantung di dinding rongga rahim. Persiapan untuk membentuk organ tubuh pun
telah matang. Namun pada saat itu tak satupun organ yang sudah terbentuk.
Pada minggu ke-12 (hari ke 80), bentuk janin
menjadi sempurna dan kelaminnya tampak jelas, laki-laki atau perempuan. Inilah
yang diungkap ilmu modern, dan ini pula yang dinyatakan al-Qur’an.
Di akhir fase ‘alaqah panjang janin akan
mencapai 5 cm dari kepala hingga tulang duduknya, dan organ-organnya telah
tercipta dengan sempurna. Dengan demikian, ia layak disebut
dengan mudhghah (segumpal daging) yang sempurna. Besarnya seperti
segumpal daging yang dikunyah. Walaupun demikian, ia sudah terbentuk dengna
seluruh organnya. Bagi yang melihatnya akan tahu bahwa itu adalah janin
manusia.[10]
Fase keempat: Fase Mudhghah (Segumpal Daging)
Kata مضغه terambil dari kata مضغ yang berarti mengunyah. Mudhghah
adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat dikunyah.
Kata كسونا terambil dari kata كسى yang berarti membungkus.
Daging diibaratkan pakaian yang membungkus tulang.[11]
Dalam QS. al-Hajj: 5 diterangkan bahwa mudhghah
terdiri dari dua macam, sebagimana berikut:
$¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒ•B 7ps)¯=sƒ’C ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC .....
"Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang
Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna ...”.
Jadi, ada dua macam mudhghah; mudhghah yang
sempurna penciptannya dan mudhghah yang tidak sempurna. Janin merupakan mudhghah
yang sempurna bentuknya, sedangkan plasenta dan selaput-selaput lainnya
adalah mudhghah yang tidak sempurna penciptannya.[12]
Fase mudhghah ini berakhir dengan peniupan
ruh yang terjadi pada hari ke-120 itu, atau bisa sebelum dan sesudahnya,
sebagaimana yang dicatat dalam hadits Nabi, “kemudian menjadi mudhghah
seperti itu, lalu Allah mengutus malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh
ke dalamnya”. Dan pada fase ini juga, sebagian organ sudah terbentuk
sebelum organ lainnya. Dua mata dan lidah (pada minggu keempat) terbentuk
sebelum organ bibir (minggu kelima).[13]
Fase kelima: Fase Pembentukan Tulang
Salah satu bagian dari ruas mudhghah ini
akan berubah menjadi jaringan-jaringan tulang untuk membentuk
tulang punggung dan struktur tulang lainnya. Pada awal minggu ketujuh atau
setelah 42 minggu, rupa awal manusia telah tampak. Ini sesuai dengan sabda Nabi
“empat puluh dua hari setelah nuthfah terbentuk, Allah akan mengutus
malaikat. Kemudian Allah membentuknya, menciptakan pendengarannya,
penglihatannya, kulit, daging dan tulangnya.”(HR. Muslim).
Pada hari ke-42, di setiap sisi tubuh bagian atas,
akan muncul pucuk-pucuk yang kemudian tumbuh membesar. Ia terdiri dari mesenchyme yang diliputi
lapisan ectoderm (permukaan kulit). Kemudian ujung pucuk itu akan
membentuk telapak tangan dan jemari pada minggu kedelapan. Dan pada saat yang
sama, mesenchyme ini akan menebal hingga membentuk tulang rawan sebagai
awal pembentukan tulang lengan atas, tulang hasta, tulang lengan, kemudian
tulang telapak dan jari-jari. Di akhir minggu kedelapan, tulang rawan itu telah
berubah menjadi tulang organ tubuh bagian atas yang sempurna.
Selain tulang kubah tengkorak kepala, setiap tulang
tubuh mengalami proses yang sama dengan di atas, dengan sedikit perbedaan waktu.
Organ tubuh bagian bawah misalnya, pembentukan tulang rawannya terlambat
beberapa hari dari organ tubuh bagian atas. Tulang rawan rusuk misalnya, ia
baru muncul pada minggu kedelapan, demikian pula tulang dada dan tulang selangka. Tulang rusuk itu akan tumbuh
ke depan dan menyatu dengan tulang dada pada minggu kesebelas. Demikian
seterusnya. Setiap kali tulang akan terbentuk di dalam tubuh maka tulang rawan
akan tercipta terlebih dahulu, lalu kemudian dibungkus oleh lapisan otot.
Adapaun kubah tengkorak, fase tulang rawannya amat
singkat. Sebab kubah selaputnya langsung membesar tanpa melewati fase tulang
rawan. Pusat-pusat pembentukan tulang itu muncul di setiap tulang kubah dan
terjadi sejak minggu ke-11.[14]
Fase Keenam: Fase Pembentukan Daging
Fase ini ditandai dengan menebarnya otot-otot di
sekitar tulang dan meliputinya. Fase pembungkusan tulang dengan daging dimulai
pada akhir minggu ketujuh dan berlangsung hingga akhir minggu kedelapan.
Prosesnya terjadi setelah fase pembentukan tulang, sebagaimana dijelaskan
al-Qur’an.
Setelah sempurnanya pembungkusan tulang dengan otot,
maka bentuk manusia mulai semakin sempurna sehingga bagian-bagian tubuh menjadi
terikat satu sama lain.
Pada fase ini juga tulang punggung mulai terbentuk
sempurna. Tulang ini mulai berubah dari yang tadinya membungkuk seperti bulan
sabit, menjadi lurus dan tegak. Dengan begitu, janin manusia mulai terlihat
jelas dengan tegaknya postur tubuh secara dini di minggu kedelapan. Rupa dan
bentuk manusia semakin sempurna dan punggungnya semakin lurus pada minggu
ke-12.
Allah berfirman:
$pkš‰r'¯»tƒ ß`»|¡RM}$# $tB x8¡xî y7În/tÎ/ ÉOƒÌx6ø9$# ÇÏÈ “Ï%©!$# y7s)n=yz y71§q|¡sù y7s9y‰yèsù ÇÐÈ þ’Îû Äd“r& ;ou‘qß¹ $¨B uä!$x© št7©.u‘ ÇÑÈ
“Hai manusia, apakah yang Telah memperdayakan kamu (berbuat
durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang Telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, Dalam
bentuk apa saja yang dia kehendaki, dia menyusun tubuhmu.”
Kalimat menyempuranakan kejadianmu
mengisyaratkan bahwa posturnya sudah tegak. Di saat yang sama, Allah juga
menjadikan sususan tubuhnya seimbang.[15]
Fase Ketujuh: Fase Pembentukan Manusia
¢OèO Ÿ@yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß™ `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ ¢OèO çm1§qy™ y‡xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr•‘ ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noy‰Ï«øùF{$#ur 4 Wx‹Î=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ
“Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya
dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.”
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa janin melewati fase
penyempurnaan atau pembentukan rupa menjadi manusia. Dan itu terjadi setelah
berakhirnya fase-fase sebelumnya; fase nuthfah, ‘alaqah, mudhghah,
pembentukan tulang dan fase pemebntukan daging. Di sini tampak kemukjizatan
ilmiah dari firman Allah “kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain” (al-Mu’minun:14). Atau dalam Tafsir
al-Mishbah firman-Nya خلقا آخر/makhluk lain
mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada makhluk yang
dibicarakan ini yang menjadikan ia berbeda dengan makhluk-makhluk lain.[16] Sebagian mufassir berkata, “maksudnya adalah pada diri janin itu
ditiupkan ruh setelah tadinya mati.”
Sekarang, setelah fase embrio berakhir, dimulailah
fase janin (fetus) yang sesuai dengan fase `penciptaaan dalam bentuk
lain` sebagaimana dalam ayat di atas. Pertumbuhan di fase ini, bentuk kepala,
tubuh dan organnya mulai seimbang, organ-organ genital bagian luar mulai
tampak, tulang rawan yang lunak menjadi keras pada minggu ke-12. Pada minggu
yang sama, organ tubuh dan jari jemari mulai pisah. Bobot bayi pun bertambah,
otot voluntari dan otot non-voluntari mulai berkembang dan otot volunternya
mulai bergerak.
Pada minggu 22-26, atau setelah bulan keenam kehamilan, sistem atau organ baru tidak lagi tumbuh setelah
semuanya siap dan layak menjalankan fungsinya. Rahim pun akan menyediakan makanan yang sesuai dengan
pertumbuhan janin sampai masa kelahirannya.
Ibnu Qayyim berkata, “peniupan ruh terjadi setelah 120
hari atau di akhir minggu keempat kehamilan.”
Para ilmuan ahli embriologi membuktikan bahwa gerakan
voluntari di mulai pada akhir minggu keempat, di mana janin mulai bisa mengisap
jarinya dan menjadi banyak bergerak, berguling dan mendengar suara.[17]
Pada ayat di atas (al-Mu’minun: 12-14) menggunakan
beberapa kata yang berbeda dalam menjelaskan proses kejadian manusia. Yakni
kata خلق , جعل, dan أنشأ. Kata خلق, yang dari segi bahasa bisa
diterjemahkan mencipta atau mengukur, biasanya digunakan untuk menunjuk
penciptaan baik dari bahan yang telah ada sebelumnya maupun belum ada. Sedang,
kata جعل/menjadikan digunakan untuk
menunjuk beralihnya sesuatu ke sesuatu yang lain, dan ini berarti bahannya
sudah ada. Dari sini, biasanya kata khalaqa hanya membutuhkan satu
objek, berbeda dengan ja’ala. Di sisi lain, penulis (Quraisy Shihab)
memperoleh kesan dari penggunaan al-Qur’an terhadap kata khalaqa bahwa
ia menekankan sisi kehebatan penciptaan Allah, sedang kata ja’ala
menekankan manfaat yang diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu.
Kata أنشأ mengandung makna mewujudkan
sesuatu serta memelihara dan mendidiknya. Penggunaan kata tersebut dalam menjelaskan
proses terakhir dari kejadian manusia mengisyaratkan bahwa proses terakhir itu
benar-benar berbeda sepenuhnya dengan sifat, ciri dan keadaannya dengan apa
yang ditemukan dalam proses sebelumnya. Memang, antara nuthfah dan ‘alaqah,misalnya
juga berbeda. Namun, perbedaan itu boleh jadi pada warna. Katakanlah nuthfah
itu cair dan berwarna putih kekuning-kuningan dan ‘alaqah itu kental
berwarna merah, namun keduanya sama, yakni sesuatu yang tidak dapat hidup atau
berdiri sendiri, yang berbeda dengan apa yang terjadi sesudah proses anysa’a.
Ayat di atas juga menggunakan kata penghubung yang
berbeda. Sekali ثمّ/kemudian dan di kali lain ف/lalu atau maka. Dalam konteks
ayat di atas, ulama memahami penekanan kata tsumma dan fa bukan
pada jarak waktu, tetapi pada kedudukan dan keajaiban yang demikian tinggi
antara yang satu dengan yang lain. Ini berarti peralihan dari nuthfah ke
‘alaqah serta dari tulang yang terbungkus daging menuju makhluk
lain merupakan peralihan yang sangat menakjubkan melebihi ketakjuban yang
muncul pada peralihan ‘alaqah ke mudhghah atau mudhghah ke
tulang hingga terbungkus daging.
Kata تبارك terambil dari kata بركة barakah yang bermakna “sesuatu yang mantap”. Ia juga berarti berarti “kebajikan
yang melimpah dan beraneka ragam serta bersinambung”. Kolam dinamai birkah
karena air yang ditampung dalam kolam itu menetap mantap di dalamnya tidak
tercecer kemana-mana.
Kata الخالقين adalah bentuk jamak dari kata
خالق. Bentuk jamak tersebut
mengisyaratkan bahwa ada khaliqi selain Allah, tetapi Allah adalah yang
terbaik. Jika kata tersebut dipahami dalam arti mengukur, cukup jelas
penggunaan bentuk jamak itu karena harus di akui bahwa sekian banyak orang yang
mengukur, katakanlah mengukur kain atau tanah, Allah adalah sebaik-baik Khaliq
karena dia yang mengukur kadar-kadar dengan sangat teliti, rapi, dan serasi
sehingga semua makhluk, antara lain manusia yang merupakan makhluk Allah yang
untuknya diciptakan segala apa yang di langit dan di bumi, dapat hidup nyaman. Khaliq
atau pengukur yang lain hanya mengukur hal-hal sederhana. Selanjutnya,
kalau kata khaliq dipahami dalam arti pencipta, dapat dipahami
juga adanya pencipta selain Allah. Katakalanlah orang tua ikut terlibat dalam
penciptaan anaknya karena mereka dijadikan perantara untuk penciptaan itu.
Namun, Allah yang terbaik karena Dialah yang mencipta perantara itu, dan Dia
juga yang menentukan keberhasilannya memperoleh anak, serta Dia pula yang
menyediakan sarana buat kehidupan ciptaan itu.[18]
III.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, reproduksi manusia yang
merupakan fenomena biologis telah dibahas secara lugas dan lengkap di dalam al-Qur’an.
Tidak hanya itu saja, tenyata semua yang telah dijelaskan al-Qur’an kesemuanya
itu dapat dibuktikan secara ilmiah oleh para ilmuan, bahwa proses reproduksi terdiri
dari tujuh fase yaitu; dimulai dari fase penciptaan dari sari pati tanah, nuthfah,
‘alaqah, mudhghah, pembentukan tulang, pembentukan daging dan yang terakhir
pembentukan manusia.
IV.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis buat, tentunya masih banyak kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis butuhkan guna perbaikan
makalah selanjutnya. Dan semoga apa yang telah kita kaji bersama bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan,
Nashruddin, Tafsir
Maudhu’i , Pustaka
Pelajar, Yogyakarta: 2001
Shihab, M. Quraish,
Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Gaib, Mizan, Bandung:
2007
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah vol. 8, Lentera Hati, Jakarta:
2002
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah vol. 14, Lentera Hati,
Jakarta: 2002
Taslaman, Caner, Miracle
Of The al-Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah
Modern, Mizan, Bandung: 2006
Thayyarah , Nadiah, Buku Pintar
Sains Dalam al-Qur’an: Mengerti Mu’jizat Ilmiah Firman Allah, Zaman, Jakarta:
2013
[1] Nashruddin Baidan, Tafsir Maudhu’i (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), hlm. 1
[3] Nadiah Thayyarah, Buku
Pintar Sains Dalam al-Qur’an: Mengerti Mu’jizat Ilmiah Firman Allah
(Jakarta: Zaman, 2013), hal. 190-191
[5] Caner Taslaman, Miracle
Of The al-Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah
Modern (Bandung: Mizan, 2006), hal. 192-193
[8] M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek
Kebahsaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 2007),
hlm. 172
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon