BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Pada
dasarnya dakwah merupakan suatu seruan/ajakan amar ma’ruf nahi munkar
menuju jalan Tuhan. Sebagai penyeru dakwah, da’I dapat melakukan kegiatan
dakwah lewat beragam cara. Ragam cara tersebut jika dikompilasikan terdapat
dakwah bi al-lisan, dakwah bi al-arkan, dan dakwah bi al-qolam.
Dari
beberapa ragam cara tersebut cukuplah urgen jika diakitkan dengan kegiatan jurnalistik.
Dari sini kegiatan jurnalistik tidak semata-mata hanya sepintas lalu seperti
kegiatan jurnalistik secara umumnya, tetapi kegiatan jurnalistik ini dapat
menjadi penunjang kegiatan dakwah. Terdapat misi-misi dakwah yang sengaja
dibuat dalam kerangka untuk mengajak umat Islam (berdakwah) untuk tetap dalam
jalan Tuhan.
Sudah
sejatinya dalam berdakwah itu dilakukan tidak cenderung yang hanya bersifat
manual semata. Tetapi juga harus melihat perkembangan zaman yang ada. Berkaitan
dengan ini, hasil rekayasa teknologi pun menjadi untuk digunakan.
Dalam
kaitannya dengan jurnalistik, tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan jurnalistik,
dengan perantara media massa sebagai salah satu hasil rekayasa teknologi, memiliki
pengaruh yang begitu signifikan terhadap masyarakat. Hal ini mengingat bahwa
kecenderungan masyarakat yang “buta teknologi” semakin minim. Maka, dakwah
dengan memanfaatkan dunia jurnalistik adalah niscaya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang dimaksud dengan konsep jurnalistik dakwah?
B.
Apa ruang lingkup jurnalistik dakwah?
C.
Apa dasar-dasar jurnalistik dakwah?
D.
Bagaimana pers dijadikan sebagai sarana dakwah?
E.
Apa urgensi jurnalistik dakwah?
F.
Apa peranan jurnalis Muslim dalam jurnalistik dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Jurnalistik Dakwah
Untuk dapat mengetahui mengenai jurnalistik dakwah, maka dipandang
perlu untuk menerangkan pengertian dari kata pembentuknya satu per satu. Ini
bertujuan agar kita mempunyai titik tolak dari pengertian yang sama, sehingga
akan lebih memudahkan kita dalam mempelajari diskursus ini.
Jurnalistik dakwah terdiri dari dua kata, yakni: jurnalistik dan
dakwah. Secara universal, dakwah dapat diartikan sebagai upaya untuk mengajak
ummat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan
Rasulnya. [1]
Sedangkan
pengertian jurnalistik, ada banyak tokoh yang mencoba mendifinisikannya. Di
antaranya adalah Fraser Bond dan Onong U. Effendi. Menurut Bond, Jurnalistik
adalah segala bentuk membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai kepada
kelompok pemerhati. Dan, Onong mengartikan jurnalistik sebagai teknik mengelola
berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannnya kepada
khalayak.[2]
Dari
pendapat kedua tokoh di atas dapat disimpulakan bahwa, jurnalistik jurnalistik dapat diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan,
menyiapkan, mengedit, menulis kan dan menyebarkan informasi melalui media massa.[3]
Dengan demikian, Jurnalistik Dakwah adalah suatu proses meliput,
mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai
kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyanngkut agama dan
umat Islam.
Jurnalistik
Dakwah dapat juga dimaknai sebagai “proses pemberitaan atau pelaporan tentang
berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”. Dapat disimpulkan, jurnalistik dakwah yaitu proses peliputan dan
pelaporan peristiwa yang mengandung pesan dakwah berupa ajakan ke jalan Allah
SWT.
B.
Ruang Lingkup
Jurnalistik Dakwah
Ruang lingkup jurnalistik dakwah di antaranya adalah:
pesan, media dan masyarakat.
1. Pesan
1. Pesan
Pesan dalam jurnalisme dakwah yaitu berupa
tulisan atau sejenisnya terkait jurnalistik yang berisikan dakwah (terdapat
unsur dakwah di dalamnya). Tulisan atau produk jurnalistik terdiri dari
1.1 News: berita, feature
Secara sederhana, berita adalah laporan peristiwa
yang bersifat aktual, faktual, penting dan menarik. Dan feature adalah khas
kreatif yang berpijak pada jurnalistik sastra tentang satu situasi, keadaan,
atau aspek kehidupan, dengan bertujuan untuk memberi informasi sekaligus
menghibur khalayak media massa.
1.2 Views: tajuk rencana, artikel, kolom dll
Tajuk rencana yaitu artikel dalam surat kabar
atau majalah yang mengungkapkan pendirian editor atau pimpinan surat kabar atau
majalah tersebut mengenai beberapa pokok masalah.
Artikel adalah tulisan tentang suatu masalah
dan pendapat penulisannya yang di media massa dan media cetak. Dalam hal ini,
artikel dakwah adalah tulisan tentang masalah keislaman baik berupa ajaran,
ajakan ataupun pengetahuannya. Dan, kolom adalah tulisan lepas berisi opini
sesorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap
suatu persoalan atau keadaan yang terdapat dalam masyarakat.
2. Media
Bentuk media jurnalistik dakwah yaitu:
-
Media cetak.
dalam media cetak contohnya seperti mading mesjid, buletin masjid, Koran,
majalah, tabloid, dsb.
-
Media
elektronik. Dalam media elektronik contohnya seperti di televisi dan radio, di sinilah
wadah untuk menyebarkan jurnalistik dakwahnya.
3. Masyarakat
Jurnalisme
dakwah yang terdiri dari unsur jurnalisme dan dakwah dapat memberikan khasanah
ilmu dalam kajian dakwah berupa pemahaman kejurnalistikan dalam dakwah. Amar
ma’ruf nahi munkar yang menjadi inti dari kegiatan dakwah bisa dieksplor lewat
media massa.
Masyarakat
sebagai penerima berita atau informasi yang diberikan oleh seorang jurnalis,
maka pemberian pesan yang disampaikan harus baik, bagus, dan benar. Penyampaian
informasi atau pengetahuan yang disampaikan oleh seorang jurnalis akan
berpengaruh pada masyarakat.
Bila
penyampaian info dan pesannya baik, maka tidak dapat dipungkiri dan
berkemungkinan besar bahwa masyarakatpun akan menjadi lebih baik. Namun
sebaliknya, bila seorang jurnalis itu memberikan info yang buruk atau salah
masyarakat pun tidak akan menjadi lebih baik.
C.
Dasar-Dasar Jurnalistik Dakwah
Dari kegiatan Nabi dan para sahabat melaksanakan dakwah tertulis
terutama yang ditunjukan kepada raja-raja, menunjukan bahwa landasan
jurnalistik telah diletakakan oleh beliau selaras dengan kondisi dan kemajuan
umat pada waktu itu.
Jika sekarang ini banyak wartawan yang mahir meng-cover suatu
berita atau kejadian, maka di zaman Rasulluah para sahabat telah menseponsori
pemberitaan mengenai diri pribadi nabi Muhammad. Para sahabat mahir meng-cover
berita-berita kejadian di zaman Nabi terutama menyangkut langsung kegiatan
Rasulluah. Baik perbuatan (af’al) beliau, maupun perkataan beliau (sabda-sabda)
beliau.
Berkat jasa-jasa para reporter sahabat yang dicatat oleh para ahli
Hadist, ratusan ribu hadist telah berhasil ditulis. Hadist itu sendiri menurut bahasa
adalah: berita, warta, khabar, kejadian. Yang dimaksud disini adalah segala
berita dan kejadian yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian
ilmu Hadist adalah ilmu yang mempelajari tentang berita-berita kejadian yang
berhubungan dengan Nabi.
Dengan demikian segala materi dakwah yang dibawakan para muballigh
yang berhubungan dengan diri nabi, adalah berkat jasa-jasa dan kemahiran
sahabat-sahabat meng-cover berita-berita Nabi.[4]
Sejarah perkembangan Islam sendiri tidak terlepas dari dan selalu
dikawal oleh kegiatan jurnalistik sebagai media yang mempermaklumkan
ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Pertumbuhan Islam selalu didampingi dengan
kegiatan tulis-menulis, karang mengarang yang dilakukan oleh jurnalis-jurnalis
Islam dalam bidang dan bakatnya masing-masing, seperti: sejarah, kebudayaan,
sastra, hokum, teknik, filsafat, dll.
D.
Pers Sebagai Sarana Dakwah
Pers, baik
media cetak maupun eletronik, merupakan saluran penyebar inforamasi yang cukup
efektif dan efisien. Efektif karena kekuatan daya persuainya yang mampu
menembus daya rasa dan daya piker para membaca dan pendengarnya. Efisien karena
terpaannya luas, dapat menjaungkau jutaan, bahkan ratusan juta massa yang
secara geografis tersebar di berbagai tempat dan suasana.
Oleh karena
itu, bagaimana pun sederhannya, pada akhirnya ia akan membentuk opini secara
masal, sekaligus akan membingkai peta pengetahuan, pengalaman, dan sikap yang
menjadi komunikan yang menjadi sasarannya.
Mc. Luhan pun
mengatakan bahwa, yang membuat pers berkuasa sehingga memiliki kekuatan dalam
membangun peradaban manusia masyarakat, sesungguhnya terletak pada efek
informasi yang disebarkannya lewat pesan-pesan yang sangat persuasif diterima
publik.[5]
Jadi, pers
memiliki peran yang cukup besar dalam merekayasa pola kehidupan suatu
masyarakat. Salah satunya, dalam memberikan pengetahuan dan membingkai
pengalaman keagamaan. Meskipun agama lahir dalam dimensi yang transedental,
sebagian besar pengalaman keagamaan sudah berada pada dataran kehidupan yang
profan.
Ia membutuhkan proses transformative, mulai dari penyebaran
informasi pesan-oesan keagamaan hingga upaya pembentukan sikap perulusan
perilaku. Dari sisi kepentingan, pers merupakan media yang mampu untuk
menyebarkan pesan-pesan dakwah.
Memang benar adanya bahwa televisi merupakan media hiburan, akan
tetapi, televisi juga berkewajiban untuk tetap memerankan fungsinya sebagai
media pendidikan. Televisi juga dituntut mampu memainkan peran tambahannya,
sebagai media dakwah, media yang dapat menyampaikan pesan-pesan keagamaan serta
memenuhi kebutuhan spiritual lainnya bagi para khalayak.[6]
E.
Urgensi Jurnalistik Dakwah
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kemajuan media massa, seperti
radio, film televisi, surat kabar, dan lainnya sudah tidak dapat dielakkan.
Kemajuan tersebut berkonsekuensi logis membuat manusia akan lebih meningkatkan
aktivitasnya di bidang pers.
Munculnya media interaktif yang semakin jauh memasuki hampir setiap
ruang kehidupan masyarakat kini telah melahirkan kegelisahan baru. Kehadiran
media, seperti internet misalnya, telah membawa masyarakat pada dunia baru,
dunia maya, yang mungkin tidak pernah terbayang sebelumnya.
Di samping itu, masyarakat sasaran dakwah pun semakin menyadari
manfaat media bagi kehidupan. Karena itu, perlu merumuskan pendekatan baru
dalam membangun agenda-agenda dakwah yang lebih relevan dengan kebutuhan,
terutama berkaitan dengan ikhriat antisipatif atas berbagai kekhawatiran
munculnya dampak negatif teknologi media.
Dakwah harus didesain lebih kreatif, terutama dalam menemukan
cara-cara mereka berkomunikasi dengan sesamanya meski tidak terlalu dapat
menghindari resiko yang muncul dari adopti teknologi semacam ini.
Di dalam kemajuan yang demikian rupa, sudah sejatinya para
muballigh dalam kerangka menyebarkan misi Islam kepada masyarakat tidak saja
dilakukan secara konvensional semata. Yakni hanya mengedepankan dan
mengandalkan dakwah dengan lisan (oral) dari mimbar ke mimbar. Melainkan
memerlukan proses rekayasa teknologi yang dapat membuaka ruang interaksi yang
lebih leluasa.
Mengingat bahwa masyarakat dakwah kini bukan saja mereka yang
berada di depan mata, melainkan juga mereka yang secara bersama-sama berada di
ruang abstrak yang disebut dunia maya, maka muballigh pun harus menyesuaikan
diri dan mengambil peranan yang aktif di bidang pers, dunia maya, sesuai
perkembangan zaman. Jika tidak, dakwah Islam akan ketinggalan jauh dibandingkan
dengan misi-misi propaganda agama-agama lain.
Kita mengakui bahwa ummat Islam dewasa ini masih kekurangan sumber
daya dan dana, terutama di dalam memiliki mesin-mesin cetak yang terbaru. Tetapi,
bagaimanapun pengarang-pengarang Islam harus diberi jalan dan kesempatan untuk
melahirkan dakwah mereka lewat media. Baik itu media cetak: surat kabar,
majalah, buku, dan lainnya maupun media non-cetak seperti radio, dan
sejenisnya.
Hal tersebut dapat tercapai manakala sekelompok ummat rela
berkorban dari segi materil membatu penerbitan risalah-risalah. Mungkin cukup
banyak muballigh dan cendikiawan Islam yang dapat mengarang, namun karangan
mereka belum tenetu tersalur, karena terbentur kesulitan logistik.
Berkaitan dengan
ini, jika jurnalistik dakwah mampu dioptimalkan, maka sebagaimana diungkapkan
oleh Dedi Jamaludin Malik, bahwa beberapa peran penting yang ada di antaranya
adalah:[7] pertama,
kritis terhadap lingkungan luar dan sanggup menyaring informasi Barat yang
kadang menanam bias kejahatan terhadap Islam (sesuai Q.S Al-Hujarat (49): 6).
Kedua,
mampu menjadi penerjemah dan frontier spirit bagi pembaruan dan gagasan
kreatif kontemporer. Di sini Islam perlu diorientasikan ke depan agar sanggup berbicara
mengenai problem sosial dewasa ini. Ketiga, sanggup melakukan proses
sosialisasi sebagai upaya untuk memelihara dan mengembangkan khasanah
intelektual Islam.
Keempat,
sanggup mempersatukan kelompok-kelompok umat sambal memberi kesiapa untuk bersikap
terbuka bagi perbedaan paham (Q.S Ali Imran (3): 103).
F.
Peran Jurnalis Muslim
Berbicara
tentang jurnalistik dakwah, hal pertama dan utama yang tidak bisa dipisahkan
adalah orang yang berkecimpung di dalamnya, yakni seorang jurnalis. Karena
dalam hal ini berkaitan dengan jurnalistik dakwah, maka sudah semestinya bahwa
jurnalisnya pun adalah orang yang berkepentingan terhadap dakwah, yakni orang
Islam, sehingga dirinya bisa jurnalis Muslim.
Dalam kerangka
jurnalistik dakwah, seorang jurnalis Muslim memiliki beberapa peranan strategis
agar harapan dan cita-citanya itu dapat terealisir. Adapun beberapa peranan
tersbut ialah:[8]
Pertama,
sebagai pendidik (mu’ddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi islami.
Ini meniscayakannya untuk menguasai ajaran Islam lebih komprehensif. Jika
tidak, maka yang ada hanyalah penyesatan. Lewat media massalah, ia mendidik
umat Islam agar melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya.
Kedua, sebagai
pelurus informasi (musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang haruas
diluruskan oleh para jurnalis Muslim. a) informasi tentang ajaran dan umat
Islam. (b) informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. (c) lebih
dari itu, jurnalis Muslim dituntut mampu menggalu kondisi umat Islam di
berbagai penjuru dunia. Ini sangat urgen. Sebab, informasi tentang Islam yang
datang dari Barat biasanya cenderung menyimpang.
Ketiga, sebagai
pembaharu (mujaddid). Yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman da
pengalaman ajaran Islam. Jurnalis Muslim hendaknya menjadi juru bicara para
pembaru yang menyerukan umat Islam untuk memegang terug al-Qur’an dan Sunnah,
memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengalamannya (membersihkan dari bid’ah,
khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-islami), dan menerapkannya dalam
segala aspek kehidupan umat.
Keempat,
sebagai pemersatu (muwahid), yaitu harus mampu menjadi jembatan
pemersatu yang memersatukan umat Islam. Oleh karena itu, kode etika jurnalistik
yang berupa imapriality (tidak memihak) pada golongan tertentu meyajikan
dua sisi dari setiap informasi (both side information) harus ditegakkan.
Kelima, sebagai
pejuang (mujahid), yaitu membela Islam melalui media massa. Jurnalis
Muslim berusaha keras membentuk pendapat umum yang mampu mendorong penegakkan nilai-nilai
Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif fan rahmatan
lil’aalamiin di kalangan umat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jurnalistik Dakwah adalah suatu proses meliput,
mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai
kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyanngkut agama dan
umat Islam.
Juga dimaknai sebagai “proses pemberitaan atau
pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai-
nilai Islam”. Dapat
disimpulkan, jurnalistik dakwah yaitu proses peliputan dan pelaporan peristiwa
yang mengandung pesan dakwah berupa ajakan ke jalan Allah SWT.
Jurnalistik dakwah ini didasarkan pada kegiatan Nabi dan para
sahabatnya. Salah satu di antaranya adalah dakwah tertulis Nabi yang ditunjukan
kepada raja-raja kafir pada masa itu, dan juga lainnya.
Dan
dewasa ini, mengingat perkembangan zaman begitu demikian rupa, maka dakwah
harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Maka, dakwah melalui dunia pers adalah
niscaya. Sebab, pers memiliki peran yang cukup besar dalam merekayasa pola
kehidupan suatu masyarakat. Mc. Luhan mengatakan, yang membuat pers berkuasa
sehingga memiliki kekuatan dalam membangun peradaban manusia masyarakat,
sesungguhnya terletak pada efek informasi yang disebarkannya lewat pesan-pesan
yang sangat persuasif diterima publik.
B.
Saran
Demikian
makalah yang dapat pemakalah sampaikan. Makalah ini tentu tidak terlepas dari
kesalahan. Baik itu yang bersifat subjektifitas tinggi dari pemakalah sendiri,
atau juga berupa teknis penulisan yang kurang baik dan benar. Kurangnya
literatur pendukung yang menguatkan isi makalah, barang kali juga tidak terlepas
dari kesalahan kami. Karena itu, mengingat makalah ini jauh dari kata
kesempurnaan, maka harapan besar pemakalah adalah adanya kritik dan saran
konstruktif.
[1] Dr. Hamzah Ya’kub, publistik islamteknik
dakwah & leadership,( Bandung, c. v. Diponegoro, 1992), h
[2] Ahmad Faizin Karimi, Buku Saku Pedoman Jurnalis Sekolah,
(Gresik: MUHI Press, 2012), h 1.
[3] Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah bi al-Qolam
dalam al-Qur’an, (Jakarta: Teraju, 2004), h 23
[4] Dr. Hamzah Ya’kub, Publistik
Islamteknik Dakwah & Leadership,(
Bandung: C. V. Diponegoro, 1992), h 85-86
[5] Prof. DR. Asep Seful Muhtadi, Komunikasi Dakwah, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2012), h 149 - 150
[6] Prof. DR. Asep Seful Muhtadi, ibid., h 151
[7] Suf Kasma, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip
Dakwah bi al-Qolam dalam al-Qur’an, (Jakarta: Teraju, 2004), h 8
[8] Suf Kasma, Jurnalisme Universal: Menelusuri…., Ibid., h
221-222
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon