TAFSIR AYAT TENTANG BULAN

I.                   PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan sumber segala ilmu. Al-Qur’an menyebutkan tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada disekitarnya seperti keingintahuan tentang rahasia alam semesta.
Alam semesta merupakan sebuah bukti kebesaran Tuhan, karena penciptaan alam semesta dari ketiadaan memerlukan adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Tuhan telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya untuk manusia dan telah menyatakan tentang penciptaan alam semesta dalam ayat-ayat Nya. Meskipun demikian al-Qur’an bukan buku kosmlogi atau biologi, sebab ia hanya menyatakan bagian-bagian yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu yang dimaksud.
Seperti halnya ayat-ayat tentang penciptaan manusia, didalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang membicarakan tentang bulan. Bagaimana bulan berrotasi, mengelilingi bumi, dan juga bersama-sama mengelilingi matahari. Berikut akan dijelaskan dalam makalah ini.
II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja ayat-ayat tentang Bulan?
2.      Bagaiman penafsiran ayat-ayat tentang Bulan?
III.              PEMBAHASAN
A.    Perjalan Ke Bulan
QS. Al-Insyiqaq:18-20:
̍yJs)ø9$#ur #sŒÎ) t,|¡¯@$# ÇÊÑÈ ¨ûãùx.÷ŽtIs9 $¸)t7sÛ `tã 9,t7sÛ ÇÊÒÈ $yJsù öNçlm; Ÿw tbqãZÏB÷sムÇËÉÈ
18.  Dan dengan bulan apabila jadi purnama,
19.  Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),[
20.  Mengapa mereka tidak mau beriman?
Dalam pikiran kita, bulan diasosiasikan dengan pemandangan indah dan romantis. Bagi mereka yang menggunakan kelender lunar, bulan merupakan alat hitung yang tepat. Pasang naik dan pasang surut yang disebabkan oleh bulan selama ini masih merupakan misteri bagi manusia. Bulan selama ini digunakan sebagai simbol matematika, astronomi, seni, dan romantisme. Sepanjang sejarah, bulan merupakan simbol untuk sesuatau yang tidak dapat dicapai. Ini juga berlaku pada zaman Rasulullah saw. Selama 1.400 tahun, makna dari kutipan ayat di atas tetap tidak tersingkap. Kata “wa” dalam al-Qur’an diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “demi”, kata ini sering digunakan untuk mengucapkan sumpah. Para penafsir mengartikannya sebagai “menjalani tingkat demi tingkat secara berbeda-beda”. Penyebabnya karena pada saat itu bulan tidak dapat dijangkau. Perjalanan ke bulan adalah sesuatu yang tidak dapat dibayangkan.
Melalui ayat tersebut, manusia diramalkan akan melalui perjalanan tingkat demi tingkat ini pada masa yang akan datang. Konteks ayat ini berkonotasi pada antisispasi bahwa fenomena tertentu akan terjadi pada masa yang akan datang, sekaligus mempertanyakan mengapa manusia tidak percaya terhadap hal ini?
Dari penjelasan tersebut, untuk ayat ke-19, bulan yang menarik perhatian kita pada ayat ke-18 mendukung gagasan bahawa “menjalani tingkat demi tingkat” dilakukan dengan menggunakan pesawat luar angkasa dari bumi menuju bulan.[1]
B.     Wajah Bulan
Allah bersumpah atas nama bulan, melengkapai sumpah-Nya atas nama benda-benda langit, seperti  Matahari (QS. Al-Syams [91]:1)
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
Artinya: Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari
Ayat yang menjelaskan tentang bintang (QS. Al-Takwir) [81]:15)
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ
Artinya: sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang
Pemahaman atas ketiga benda langit tersebut telah menandai peradaban manusia, salah satunya menjadi acuan pembuatan kalender. Meskipun demikian, ada fakta menarik tentang bulan, dibandingkan dengan matahari dan bintang.
Ketika bulan memulai revolusinya mengelilingi bumi, permukaannya yang bercahaya sedang menghadap kearah matahari, sehingga kita tidak bisa melihatnya. Kondisi ini disebut dengan mahaq. Pada awal pekan pertama, kondisi ini telah berubah dan bulan tampak dalam rupa hilal. Lalu, pada akhir pekan pertama, bentuk bulan sudah menjadi setengah lingkaran dan dinamakan tarbi’ pertama.
Pada hari ke-11 bentuk bulan menjadi lebih besar dari setengah lingkaran dan dinamakan ahdab.  Kemudian pada akhir pekan kedua, bentuk bulan sudah sempurna dan dinamakan purnama (badr). Setelah itu,  bentuk bulan mulai berangsur-angsur mengecil dan kembali menjadi ahdab,  lalu tarbi’, lalu hilal,  dan kemudian kembali menjadi mahaq.
C.     Bulan: Awalnya Menyala Lalu Mati.
QS. Al-Isra:12
$uZù=yèy_ur Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur Èû÷ütGtƒ#uä ( !$tRöqysyJsù sptƒ#uä È@ø©9$# !$uZù=yèy_ur sptƒ#uä Í$pk¨]9$# ZouŽÅÇö7ãB (#qäótGö;tGÏj9 WxôÒsù `ÏiB óOä3În/§ (#qßJn=÷ètGÏ9ur yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Ïtø:$#ur 4 ¨@à2ur &äóÓx« çm»oYù=¢Ásù WxŠÅÁøÿs? ÇÊËÈ
12.  Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu Telah kami terangkan dengan jelas.
Ayat ini menunjukkan adanya suatu fakta ilmiah yang baru bisa diketahui umat pada abad ke-20, yaitu bahwa bulan pada mulanya adalah sebuah planet yang menyala, kemudian Allah mematikan cahayanya. Petunjuk al-Qur’an mengenai hal ini cukup jelas. Abdullah Ibnu Abbas pernah berkata: “Bulan dahulunya bersinar sebagaimana matahari. Dan itu adalah tanda malam. Lalu, tanda malam itu dihapuskan. Warna hitam pada bulan adalah sisa-sisa penghapusan itu”.
Pernyataan ini berasal dari seorang sahabat agung. Ia mendasarkan pernyataanya itu pada al-Qur’an yang telah diturunkan sejak 1.400 tahun yang lampau.
Menanggapi kenyataan yang demikian, para pakar Astronomi akhir-akhir ini telah menemukan bahwa bulan pada mulanya menyala, kemudian cahanyanya lenyap dan ia menjadi benda mati (tidak bercahaya).  Teleskop-teleskop canggih dan satelit-satelit buatan generasi pertama telah berhasil mengirimkan gambar-gambar terperinci mengenai bulan. Melalui gambar-gambar itu diketahui bahwa di bulan terdapat kawah-kawah gunung berapi, dataran-dataran tinggi, dan lubang-lubang besar.
Keberhasilan astronot Amerika, Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan pada tahun 1969 dengan bantuan alat-alat pemantau astronomi yang akurat, kondisi bulan dapat diketahui dengan baik. yakni, sebagaimana informasi yang dpat kita langsir dari Badan Antariksa Amerika (NASA) bahwa bulan terbentuk sejak 4,6 juta tahun yang lalu.
Selama pembentukannya, bulan menerima hantaman bertubi-tubi dari meteor dan meteoroid. Karena, suhu bulan saat itu sangat panas, terjadilah peleburan yang sangat dahsyat di permukaan bulan. Sehingga, menyebabkan terbentuknya lubang-lubang besar yang dinmakan “Maria” dan gunung-gunung tinggi dengan kawah-kawahnya yang dinamakan “Craster”. Kemudian kawah-kawah itu menumpahkan lahar-lahar dalam volume yang sangat besar dan lahar-lahar itu mengisi lubang-lubang besar tersebut. Kemudian bulan menjadi dingin. Gunung-gunung di bulan menjadi tidak aktif dan lahar-lahar berhenti mengalir. Dengan demikian, matilah bulan dan tak terlihat nyalanya, setalah sebelumnya menyala.[2]
D.    Matahari dan Bulan Tidak Bertemu
Bulan berjalan dengan kecepatan 17 kilometer perdetik, bumi 15 kilometer perdetik, dan matahari 12 kilometer perdetik.
Matahari berjalan, bumi berjalan, dan bulan juga berjalan. Allah berfirman dalam QS. Yasin:38-40:
ߧôJ¤±9$#ur ̍øgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ tyJs)ø9$#ur çm»tRö£s% tAÎ$oYtB 4Ó®Lym yŠ$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOƒÏs)ø9$# ÇÌÒÈ Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o ÇÍÉÈ
38.  Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
39.  Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua[1267].
40.  Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

[1267]  Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, Kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama, Kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung.

Sains telah menetapkan bahwa bulan berputar pada porosnya, dan pada saat yang sama ia juga berputar mengelilingi bumi. Bumi pun berputar pada porosnya sekali dalam 24 jam, dan pada saat yang bersamaan, bulan dan bumi yang sedang berputar pada porosnya berputar mengelilingi matahari.[3]
Kata mustaqarr pada ayat 38, bisa di artikan sebagai “ suatu proses refolusi ” matahari diruang angkasa.[4] Matahari pun berputar pada porosnya, dan pada saat yang sama seluruh anggota tata surya berputar mengelilingi pusat galaksi yang juga sedang berputar pada porosnya. Bagaimanapun matahari berlari, ia tidak akan mampu mengejar bulan.
Para ilmuan telah menemukan bahwa bulan beredar dalam garis melengkung. Ia berjalan melingkar, bukan dalam garis lurus, sehingga senantiasa dapat berada dalam tempat-tempat persinggahan yang sama.[5]
Semua benda-benda langit itu beredar dan senantiasa berada pada orbitnya. Semuanya menjaga kecepatan agar stabil dan tetap pada posisi masing-masing di angkasa.
E.     Bulan Mengikuti Matahari
QS. Al-Syams:1-2
ħ÷K¤±9$#ur $yg8ptéÏur ÇÊÈ ÌyJs)ø9$#ur #sŒÎ) $yg9n=s? ÇËÈ
1.  Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2.  Dan bulan apabila mengiringinya,

Dalam ayat ini Allah bersumpah atas nama matahari dan waktu dluhanya, sedangakan matahari adalah bintang  terdekat dari bumi. Allah bersumpah atas nama waktu dluha, yaitu sesaat setelah terbitnya matahari hingga sebelum waktu dhuhur. Matahari adalah sumber cahaya, energy, dan kehangatan bagi bumi.
Bulan berputar pada porosnya dengan kecepatan 1 kilometer perdetik. Ia berputar meneglilingi bumi dengan kecepatan yang sama dan menyelesaikan satu siklus revolusinya terhadap bumi selama 29,5 hari. Bagi penduduk bumi, hanya satu sisi bulan saja yang tampak bagi mereka karena waktu yang ditempuh bulan untuk mengelilingi bumi sama dengan waktu yang digunakannya untuk berotasi pada porosnya.
Orbit revolusi bulan terhadap bumi sedikit miring dari orbit revolusi bumi terhadap matahari. Karena itu kita bisa melihat penampakan peredaran matahari dan bulan  di langit dari timur ke barat tampak berdekatan, sehingga keduanya senantiasa beradu cepat. Maka, bulan bertemu dengan matahari setiap sebulan sekali. Hal itu dimulai dengan munculnya hilal di ufuk barat setelah terbenamnya matahari, kemudian bulan berangsur-angsur tertinggal dari matahari.
Ketika bulan purnama, terbitnya bulan berbarengan dengan terbenamnya matahari. Setelah itu, bulan terlambat sekitar 50 menit setiap hari, dan keterlambatan ini berlanjut hingga hilal bisa dilihat pada tengah hari. Dan barangkali, inilah yang dimaksud dengan firman-Nya: syams ayat 2   ÌyJs)ø9$#ur #sŒÎ) $yg9n=s?[6]
F.      Bulan Sebagai Penunjuk Waktu
Qs. Yunus:5
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ
5.  Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.
Melaului ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah, bukan selain-Nya. Yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya tempat-tempat bagi perjalanan bulan (dan matahari) itu, supaya manusia mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.[7]
Dalam tafsir al-Misbah, kata dhiya’ dipahami oleh para ulama sebagai cahaya yang sangat terang, karena menurut mereka ayat ini mengguakan kata tersebut unuk matahari, dan menggunakan kata nur untuk bulan, sedang cahaya bulan tidak seterang matahari. Sedang asy-Sya’rawi menamai sinar matahari dengan kata dhiya’ karena cahayanya menghasilkan panas/ kehangatan, sedang kata nur memberi cahaya yang tidak terlalu besar dan juga tidak menghasilkan kehangatan.[8]
QS. Ar-rahman: 5
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Artinya: Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan
            Matahari dan rembulan beredar pada porosnya menurut perhitungan yang sangat sempurna dan ketetapan yang tanpa cacat. Kata husbab terambil dari kata hisab yakni perhitungan. Penambahan huruf alif dan nun  pada kata tersebut mengandung makna ketelitian dan kesempurnaan.
            Tim penyusun Tafsir al-Muntakhah  yakni sejumlah pakar Mesir mengomentari kata tersebut: “Ayat ini menunjukkan bahwa matahari dan bulan beredar sesuai dengan sistem yang sangat akurat sejak awal penciptaannya. Hal tersebut baru ditemukan manusia secara pasti belakangan ini, yaitu sekitar 300 tahun yang lalu. Penelitian tersebut menyatakan bahwa matahari yang kelihataanya mengelilingi bumi dan bulan yang juga mengelilingi bumi itu berada pada garis edarnya masning-masing mengikuti hukum gravitasi. Perhitungan peredaran itu, terutama pada bulan, terjadi demikian telitinya.
Dalam hal pengaturan posisi bulan, Allah sudah mengaturnya dengan sangat baik. Seandainya Allah memposisikan bulan lebih dekat dengan bumi dari keadaanya sekarang, niscaya akan terjadi pasang yang diakibatkan oleh laut dan akan menenggelamkan bumi bersama seluruh penghuninya. Semua itu menunjukkan kuasa Allah dalam menetapkan perhitungan dan mengatur sistem alam raya, sekaligus membuktikan pula anugerah-Nya yang sangat besar bagi umat manusia dan seluruh makhluk.
QS. Al-an’am 96
ß,Ï9$sù Çy$t6ô¹M}$# Ÿ@yèy_ur Ÿ@øŠ©9$# $YZs3y }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur $ZR$t7ó¡ãm 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÒÏÈ
96.  Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.


Ayat ini menjelaskan tentang Allah SWT yang menyingsingkan pagi agar makhluk dapat bergerak dengan bebas dan menjadikan malam gelap untuk menyediakan waktu beristirahat. Allah juga yang menjadikan matahari dan bulan beredar berdasar perhitungan yang sangat teliti, memancarkan cahaya dan sinar, dan menyilihgantikan malam dan siang. Yang demikian itu bertujuan untuk menjadi perhitungan waktu. Itulah takdir, yakni sistem yang ditetapkan Allah SWT yang Maha Perkasa sehingga tidak dapat dibatalkan oleh siapa pun lagi Dia yang Maha Mengetahui sehingga semua diatur Nya secara amat teliti lagi tepat.[9]
QS. Al-Baqarah: 189
* štRqè=t«ó¡o Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }Ïd àMÏ%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur 3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3 (#qè?ù&ur šVqãç7ø9$# ô`ÏB $ygÎ/ºuqö/r& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÊÑÒÈ
189.  Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
            Ayat ini menjelaskan bahwa hilal-hilal (bulan, penanggalan) merupakan suatu tanda (fenomena) bagi manusia. Dengan hilal, manusia bisa menentukan waktu untuk segala urusan keduniaan. Misalnya mengetahuiwaktu bercocok tanam, berniaga, dan waktu-waktu yang perlu mereka tetapkan untuk bermu’amalah.
Hilal-hilal itu juga menjadi pedoman bagi pelaksanaan berbagai ibadat yang ditentukan waktunya, seperti berhari raya dan berhaji. Untuk menetapkan waktu menggunakan hilal sangat mudah sekali, bisa dilakukan oleh mereka yang mengetahuiilmu hisab maupun tidak, baik oleh penduduk desa maupun penduduk kota. Berbeda dengan penetapan tahun syamsiyah yang hanya bisa dilakukan oleh ahli hisab saja.
G.    Terbelahnya Bulan
Dalam QS. Al-Qamar: 1 Allah menjelaskan bahwa:
  اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
Artinya: Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.

Menurut riwayat, ayat ini terkait dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW membelah bulan: tentu hal ini dapat dijadikan kajian lebih lanjut. Bulan terbelah? Apa implikasinya yang dapat dideteksi sampai saat ini? Satu hal yang jelas bagi kita adalah dua kali dalam sebulan, bulan tampak seperti setengah lingkaran. Setelah setengah lingkaran kedua tampakan bulan semakin mengecil dan menjadi seperti sabit kembali sampai akhirnya tidak tampak.[10]
Setelah dilakukan studi ilmiah terhadap benda-benda langit, para pakar astronomi menemukan fakta ilmiah bahwa bulan pada masa lalu terbelah menjadi dua dan kemudian bersatu kembali. Bukti mengenai hal ini adalah adanya celah melengkung dan panjang di bebatua bulan.
 Celah itu berada di permukaan bulan hingga kedalam perut bulan. Beberapa peralatan untuk meneliti gempa pun digunakan untuk memastikan kondisi celah tersebut. Celah tersebut memiliki kedalaman hingga beberapa kiometer, sementara lebarnya antara 500 hingga 5000 meter. Celah itu memanjang sejauh 250 kilometer berupa garis lurus dan melengkung, dan berawal dari kutub selatan bulan, disisi yang tidak terlihat dari bumi.[11]

IV.              KESIMPULAN
Bulan pada hakikatnya melakukan tiga gerakan, pertama bulan berotasi, yaitu berputar pada porosnya, kedua bulan berputar mengelilingi bumi, ketiga bulan bersama-sama dengan bumi mengelilingi matahari.
Ketika bulan memulai revolusinya mengelilingi bumi, permukaannya yang bercahaya sedang menghadap kearah matahari, sehingga kita tidak bisa melihatnya. Kondisi ini disebut dengan mahaq. Pada awal pekan pertama, kondisi ini telah berubah dan bulan tampak dalam rupa hilal. Lalu, pada akhir pekan pertama, bentuk bulan sudah menjadi setengah lingkaran dan dinamakan tarbi’ pertama.
Pada hari ke-11 bentuk bulan menjadi lebih besar dari setengah lingkaran dan dinamakan ahdab.  Kemudian pada akhir pekan kedua, bentuk bulan sudah sempurna dan dinamakan purnama (badr). Setelah itu,  bentuk bulan mulai berangsur-angsur mengecil dan kembali menjadi ahdab,  lalu tarbi’, lalu hilal,  dan kemudian kembali menjadi mahaq.

V.                PENUTUP
Demikian makalah tentang Tafsir Ayat-Ayat tentang Bulan. Penulis menyadari bahwa makalah ini, jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari teman-teman sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Kumayi, Sulaiman, 2009, Membedah Jantung al-Qur’an, Semarang: Pustaka Nuun.
Purwanto, Agus, 2008, Ayat-Ayat Semesta¸Bandung: Mizan Pustaka.
Shihab, M. Quraish, 2012, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati.
______ 2002, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati.
Taslaman, Caner, 2006,  Miracle Of The Quran (Keajaiban al-Qur’an mengungkap penemuan-penemuan ilmiah-modern), Bandung:Mizan Media Utama.
Thayyarah, Nadiah, 2013, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an, Jakarta: Zaman.



[1] Caner Taslaman, Miracle Of The Quran (Keajaiban al-Qur’an mengungkap penemuan-penemuan ilmiah-modern), (Bandung:Mizan Media Utama, 2006), hlm 97-98.
[2] Dr. Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an, (Jakarta: Zaman, 2013), hlm 437-438
[3]Dr. Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an,…. Hlm 426-427
[4] Sulaiman al-Kumayi, Membedah Jantung al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Nuun, 2009), hlm 111
[5] Dr. Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an,… hlm 427
[6] Dr. Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an,…. hlm 428-429
[7] M. Quraish Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm 613
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 332-333
[9] M. Quraish Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,… hlm 360
[10] Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta¸(Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm257
[11] Dr. Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an,…. Hlm 443
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan