Tafsir Ayat Tentang Penciptaan Langit

I.       LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak ilmuan muslim maupun non-muslim menemukan ilmu pengetahuan baru, baik yang berkaitan dengan penciptaan alam maupun hal lainnya. Padahal, hal-hal tersebut sebenarnya sudah dijelaskan oleh Allah di dalam al-Qur’an, hanya saja belum banyak orang yang mengetahuinya. Dan adapun yang sudah mengetahuinya di dalam al-Qur’an sejak dulu, mereka belum bisa membuktikan kebenaran tersebut berdasarkan kebenaran ilmiah. Itulah bukti bahwa al-Qur’an adalah benar kalam Allah, bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Sebab, banyak oknum yang mengatakan bahwa al-Qur’an bukanlah kalam Allah, melainkan buatan Nabi Muhammad Saw.
Thanthawi Jauhari, salah satu ahli tafsir yang mahir dalam bidang sains, di dalam tafsirnya “Al-Jawahir”, mengatakan bahwa:
“Sesungguhnya di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan yang berjumlah atas 750 ayat, sementara yang membahas tentang ilmu fiqih tanda-tandanya tidak melebihi dari 150 ayat. Wahai umat Muslim, ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah faroidh saja telah membuat berbagai macam cabang keilmuan, maka bagaimana tanggapanmu mengenai 750 ayat yang berkaitan dengan keajaiban dunia. Ini adalah masa ilmu, dan ini adalah masa yang jelas cahaya Islam. Mengapa tidak kami kerjakan ayat-ayat tentang alam semesta, sebagaimana para orang tua kita telah mengamalkan ilmu-ilmu tentang hukum waris”.

Melihat hal itu, pemakalah akan secara komprehensif membahas ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan alam. Ayat-ayat tentang penciptaan alam itu sendiri juga bermacam. Misalnya, ada yang membahas tentang penciptaan langit, bumi, gunung, galaksi, bintang-bintang, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, pemakalah akan fokus membahas tafsir ayat-ayat tentang penciptaan langit.
Di antara ayat-ayat yang membahas tentang penciptaan langit adalah surat al-Baqarah ayat 29, surat al-A’raf ayat 54, surat at-Taubah ayat 3, surat Hud ayat 7, surat al-Furqan ayat 59, surat as-Sajdah ayat 4, surat Qaf ayat 38, surat al-Hadid ayat 4, surat an-Nazi’at ayat 27,dan surat asy-Syams ayat 5 sampai 10.
Oleh karena itu, pembahasan ayat-ayat tentang alam semesta terutama mengenai penciptaan langit perlu dikaji lebih lanjut dalam perkuliahan mata kuliah “Tafsir Ayat Science” ini. Dalam hal ini pemakalah akan mencoba memaparkan secara komprehensif penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan langit. Semoga dapat menambah ilmu pengetahuan yang kita miliki. Aamiin.
II.    PENGERTIAN LANGIT
Dalam bahasa Arab, langit disebut sebagai as-sama’ yang merupakan mufrod dari kata as-samawat. Di dalam al-Qur’an, kata tersebut disebutkan sebanyak 310 kali secara terpisah di beberapa surat. Dalam bentuk mufrod disebut sebanyak 120 kali, sedangkan disebutkan dalam bentuk jamak sebanyak 190 kali. Louis Ma’luf dalam kamus al-Munjid mendefinisikan langit sebagai sesuatu yang kita lihat berada di atas kita, seperti atap yang berwarna biru, yang melingkupi bumi atau sesuatu yang melingkupi bumi dari angkasa yang sangat luas.[1]
Sedangkan Ir. Abdurrazaq Nouval mendefinisikan langit sebagai sesuatu yang di atas kita yang tentunya akan melindungi kita. Dengan demikian, langit bisa juga disebut dengan atap rumah yang akan selalu melindungi seluruh alam. Kalau dalam ilmu pengetahun, langit yaitu segala apa yang ada di sekeliling benda-benda yang terdiri dari bintang-bintang dan kumpulan-kumpulan tata surya. Itu artinya, langit merupakan segala sesuatu yang meliputi bumi.[2]
Kata langit dan langit-langit (As-Sama’ Was Samawat) datang berulang-ulang dalam al-Qur’an, berikut adalah penjelasan dan definisi ilmiahnya: Ilmu pengetahuan menginterpretasikan langit sebagai bola dunia yang menghimpun seluruh garis-garis orbit (Al-Aflaak) dan bintang-bintang di majarroh kita yakni batas-batas alam material kita. Dan interpretasi ini sesuai dengan interpretasi imam Muhammad Abduh ketika mengatakan: langit (As-Sama’u) adalah nama bagi sesuatu yang berada di atas anda dan tinggi di atas kepala anda; anda ketika mendengar kata langit ini sebenarnya membayangkan alam yang berada di atas anda ini; di langit itu terdapat matahari dan bulan serta planet-planet lain yang berjalan di garis-garis edar dan bergerak di garis-garis orbitnya.
Inilah yang disebut langit, ia dibangun oleh Allah yakni Dia yang meninggikannya dan menjadikan setiap planetnya sebagai bata dari bangunan atapnya atau sebagai tembok yang mengelilinginya dan planet-planet yang berjalan ini satu sama lain saling tarik-menarik dengan hukum gravitasi yang universal sebagaimana bagian-bagian satu bangunan dihubungkan dengan meletakkan materi antara bangunan itu yang dipergunakan untuk saling tarik-menarik.
Di antara hal-hal yang perlu dijelaskan ialah bahwa langit itu menunjukkan kehampaan yang terakhir di dalam alam dan yang tidak mungkin jika ia kosong tidak diduduki oleh sesuatu, tetapi ia dipenuhi oleh penengah yang non-material (ruang hampa udara yang disebut eter dan di dalam penengah yang non-material inilah kekuatan non-material seperti gelombang-gelombang Al-Asliki atau radio, radar, sinar panas dan kekuatan-kekuatan ini diberi nama gelombang-gelombang eter.[3]

III. PROSES PENCIPTAAN LANGIT
Proses penciptaan langit telah disebutkan sangat banyak di dalam al-Qur’an, salah satunya sebagaimana yang dijelaskan di dalam surat Yunus ayat 3. Di dalamnya dijelaskan bahwa penciptaan langit terjadi dalam enam masa, yaitu:
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ يُدَبِّرُ اْلاَمْرَ مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلاَّ مِنْ بَعْدِ اِذْنِهِ ذاَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُ اَفَلَا تَذَكًّرُوْنَ
Artinya: "Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus : 3).
 Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi.[4]
Dalam hal ini, proses penciptaan langit sendiri dalam teori Big-Bang dijelaskan pada Surat al-Anbiya’ ayat 30, yang berbunyi:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ 
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air itu, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’ : 30)
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui melalui Muhammad Saw dan melalui al-Qur’an bahwa langit-langit dan bumi adalah suatu yang berpadu tidak turun daripadanya satu tetes air hujan pun di atas bumi yang satu sama lain saling melekat kemudian Kami pisahkan keduanya dan sebagian yang lain melalui hujan dan tumbuh-tumbuhan.
Penafsiran lain mengatakan: Orang-orang kafir itu buta dan tidak bisa melihat bahwa langit-langit dan bumi pada awal penciptaannya adalah berpadu dengan kodrat Kami kemudian masing-masing satu sama lain Kami pisahkan.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Nash (teks) ayat ini sesuai dengan teori yang paling modern tentang pertumbuhan langit dan bumi, yaitu bahwa langit dan bumi, itu pada awal mulanya bersatu padu di dalam kabut yang memuatnya, kemudian berpisah sebagai akibat ledakan-ledakan keras yang terjadi di dalam kabut dan ledakan yang disebutkan di dalam ayat itu menjadi sempurna setelah keduanya bersatu yakni bertemu satu sama lain dalam hal tersebut terdapat isyarat atau tanda terhadap ledakan-ledakan yang disebutkan di dalam alam yang karenanya materi alam tersebar di dalam ruang angkasa yang ruang hampa udara dan di sekitarnya yang berakhir dengan terbentuknya berbagai macam benda-benda langit yang beraneka ragam.[5]
Terkait dengan proses penciptaan alam  raya—termasuk di dalamnya penciptaan langit— diketahui bahwa surat al-Anbiya’ ayat 30 tersebut memberikan petunjuk kepada kita bahwa teori big-bang yang diungkap oleh para ilmuwan sekitar awal abad ke-20, tepatnya mulai tahun 1927—atau sekitar 1350 tahun setelah al-Qur’an diturunkan—telah lebih dahulu diungkap oleh ayat ini.
أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Artinya: “Bahwasanya itulah langit dan bumi ini pada mulanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”.[6]
Pada ayat ini Allah SWT menegaskan tentang kekuasaannya yang sempurna dan Maha Agung atas seluruh makhluknya. Allah menciptakan langit dan Bumi beserta segala isinya adalah dalil akan keberadaan wujudnya. Ia menyatakan pertanyaan yang bermakna pengingkaran sebagai bantahan kepada siapa saja yang tidak mengakui eksistensi dirinya. Nalar orang-orang kafir digugah oleh ayat di atas dengan menyatakan : Dan apakah orang-orang kafir belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan mata bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.[7]
Lafadz فَتَق  yang terdapat pada penggalan ayat tersebut memiliki banyak makna, di antaranya sebagai berikut: “Celah, membongkar, membanting, letusan, membelah, membengkak hingga pecah, lubuk air.” Makna-makna yang diungkapkan tersebut semakin memperkuat dugaan adanya peristiwa yang dikemukakan oleh teori Big-Bang. Hal ini dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa ayat al-Qur’an ialah mukjizat sepanjang zaman selama umur bumi ini, karena proses Big-Bang masih terus berjalan hingga akhir zaman berdasarkan penelitian para ahli dalam bidangnya.
Pada ayat tersebut selanjutnya dinyatakan: “Lalu Kami pisahkan antara keduanya,”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jika digambarkan keduanya maka bumi pada mulanya menempel atau menyatu dengan kumpulan langit, galaksi, dan yang lain beserta planet-planet atau benda-benda langit lainnya dalam sebuah “Bola besar”. Lalu  “bumi”  yang ada di bagian celah “bola besar” tersebut, akibat letusan bola besar ini terbanting dan bahagian bumi yang menempel tadi menjadi cekungan lautan dan samudra, serta bagian-bagian lain yang terkena dentuman besar itu pun juga menjadi cekungan, yang kemudian bola besar itu membelah, terbongkar, serta membengkak hingga pecah mengeluarkan kandungannya termasuk air. Hasil pecahan bola besar itulah yang kemudian menjadi benda-benda langit atau galaksi-galaksi selain bumi.[8]

IV. MATERI LANGIT
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat di atas pula dijelaskan tentang materi langit, yaitu bahwa air itulah yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan adanya kehidupan di alam raya. Penulis dalam Q.S. al-Anbiya’ ayat 30 ini memaknai lafadz:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Dan dari air itu Kami jadikan pengaruh untuk segala sesuatu yang hidup”
Air memang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Menurut terminologi sains, makna “air“ adalah kumpulan unsur kimiawi yang di dalamnya berupa oksigen (O) dan hidrogen (H2). Unsur pertama, yaitu oksigen dibutuhkan oleh seluruh umat manusia dan makhluk hidup lainnya, sedangkan hidrogen (H) yang dapat memunculkan atau mengakibatkan terjadinya ledakan besar.[9]
Berkenaan dengan materi yang membentuk langit juga disebutkan dalam surat Fushshilat ayat 11, yang berbunyi:
 ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ 
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa kabut, lalu dia berkata kepadanyadan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa’.” (QS. Fushshilat : 11)[10]
Nanti kita akan membicarakan tentang asal kehidupan yang dikatakan “air”, di samping masalah-masalah biologi yang terdapat dalam al-Qur’an. Untuk sementara kita dapat menyimpulkan sebagai berikut:
  1. Menetapkan adanya suatu kumpulan gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus. Dukhan = asap. Asap itu terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair, dan dalam suhu rendah atau tinggi.
  2. Menyebutkan proses perpisahan (fatq) dari suatu kumpulan pertama yang unik yang terdiri dari unsur-unsur yang dipadukan (ratq). Kita tegaskan lagi, “fatq” dalam bahasa Arab artinya memisahkan dan “ratq” artinya perpaduan atau persatuan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen.
Konsep kesatuan yang berpisah-pisah menjadi beberapa bagian telah diterangkan dalam bagian-bagian lain dari al-Qur’an dengan menyebutkan alam-alam ganda. Ayat pertama dari surat pertama dalam al-Qur’an berbunyi: “Dengan nama Allah, Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”[11]
Di dalam surat al-Baqarah ayat 29, juga diterangkan demikian. Penggunaan lafadz   جعلdalam konteks penciptaan pada ayat-ayat al-Qur’an, memiliki makna: “Menjadikan sesuatu dari bahan atau materi yang sudah ada atau keberadaannya terkait dengan wujud yang lain”. Hal ini tentu saja semakin memperkuat proses Big-Bang yaitu pada era terjadinya pendinginan/ pemuaian atau era Hadron setelah ledakan yang pertama.
Ayat ini diakhiri dengan ungkapan atau lafadzأَفَلَا يُؤْمِنُونَ  merupakan kalimat pertanyaan. Namun, yang dimaksud dalam ayat tersebut sebenarnya adalah kalimat perintah, yaitu untuk mengimani atau mempercayai kebenaran informasi tersebut. Digunakannya bentuk ungkapan gaya bahasa majazi tersebut, biasanya untuk memperkuat atau sebagai ta’kid disebabkan khithab atau audiens yang dituju oleh ayat tersebut sulit untuk mempercayainya secara langsung.[12]
Ayat di atas mengandung isyarat atau pengertian bahwa kejadian bumi dan isinya itu lebih dahulu dibandingkan terciptanya langit yang tujuh lapis. Pengertian itu tidaklah bertentangan dengan ayat yang berbunyi:
 أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَ (27) رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا (28) وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا (29) وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا (30)   
Artinya: “Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya”. (QS. An-Naziat: 27-30)
Hal tersebut karena kata ba’du yang terdapat pada ayat tersebut menunjukkan pengertian sesudah. Namun kaitannya bukan dengan zaman melainkan dengan penuturan konteks ayat. Pengertian tersebut juga bisa diartikan bahwa setelah Allah menciptakan langit, lalu Allah menata bumi untuk siap dihuni dan dibangun.[13]

V.    MASA PENCIPTAAN LANGIT
Sedangkan mengenai masa penciptaan langit, Allah Swt berfirman dalam surat Qs. Al-A’raf : 54, yaitu:
 اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡش يُغۡشِى الَّيۡلَ النَّهَارَ يَطۡلُبُهٗ حَثِيۡثًا ۙ وَّالشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ وَالنُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمۡرِهٖ ؕ اَلَا لَـهُ الۡخَـلۡقُ وَالۡاَمۡرُؕ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الۡعٰلَمِيۡنَ
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf : 54)
Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi. Dengan demikian, yang dimaksud hari di sini adalah hari dimana sebelum langit dan bumi diciptakan. Hari atau masa yang disebutkan dalam ayat ini hanya Allah yang mengetahuinya. Sedangkan di dalam al-Qur’an juga terdapat beberapa informasi mengenai masalah ini. Ada suatu ayat yang menyebut satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 47:
وَاِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ
Artinya; “Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj : 49)
Dalam surat as-Sajdah ayat 5 juga dijelaskan serupa:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. As-Sajdah : 5)
Pada ayat lain dijelaskan bahwa satu hari itu sama dengan lima puluh ribu tahun dalam hitungan manusia. Keterangan ini sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Ma’arij ayat 4:
تَعۡرُجُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيۡهِ فِى يَوۡمٍ۬ كَانَ مِقۡدَارُهُ ۥ خَمۡسِينَ أَلۡفَ سَنَةٍ۬
Artinya: “Para Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij : 4).[14]
Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini juga disebutkan dalam beberapa ayat lain, sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud ayat 7, yaitu:
وَهُوَ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهُ عَلَى اْلمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud : 7).
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Allah menciptakan langit-langit dan bumi dalam enam masa, padahal sebelumnya di dalam alam wujud tidak lebih banyak daripada alam air dan alam atasnya adalah ‘Arsy (singgasana) Allah. Dan Allah telah menciptakan alam ini untuk menampakkan, melalui percobaan, keadaan-keadaan dan amal-amal kamu sekalian karena Dia mengetahui orang yang meneriman Allah secara taat dan orang yang menentang-Nya.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Kata ‘Arsy (singgasana) terdapat di dalam bahasa dengan arti singgasana raja; Robb (Tuhan) ‘Arsy adalah Allah Swt yang kekuasaan-Nya meliputi seluruh langit dan bumi. Kata Sama’ (langit) berarti segala sesuatu yang menaungi dan di atas anda, mencakup lapisan-lapisan udara yang ketebalannya menipis secara bertahap ketika kita semakin sampai pada daerah-daerah hampa udara dan ruang angkasa di mana bintang-bintang dan planet-planet berjalan pada garis edarnya dengan aturan yang cermat sesuai dengan hukum gravitasi.[15]
Dalam surat al-Hadid ayat 4 disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan pengetahuan Allah tentang hal-hal lain. ayat itu adalah sebagai berikut:
هُوَالَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي اْلاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهاَ وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرُ
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apoa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid : 4).
Keterangan yang ditambahkan setelah pernyataan penciptaan langi dan bumi dalam enam masa adalah bahwa Allah mengetahui apa yang masuk dan keluar dari bumi serta apa yang turun dan naik ke langit. Selain itu, Allah juga mengetahui secara rinci perbuatan manusia. Penjelasan ini untuk menegaskan bahwa sebagai pencipta, Allah mengetahui segala apa yang terjadi pada ciptaan-Nya. Tidak satu pun peristiwa yang luput dari pengetahuan-Nya.[16]
Selain itu, ada pula ayat yang menjelaskan bahwa langit itu diciptakan dalam dua masa, sebagaimana yang terdapat dalam surat Fushshilat ayat 12:
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Artinya: “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 12).

VI. TUJUH LAPIS LANGIT
Masih sedikit menjelaskan surat Fushshilat ayat 12 yang penulis paparkan di atas. Bahwa selain ayat tersebut menjelaskan tentang diciptakannya dalam dua masa, juga dijelaskan pula bahwa penciptaan tujuh langit. Penciptaan tujuh langit itu terbagi dalam dua masa. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyempurnakan langit dan menjadikannya tujuh lapis dalam dua masa. Masa yang dimaksud, sebagaimana yang dijelaskan sebelumya, adalah dua periode yang rentang waktunya sangat panjang. Pada awalnya, Allah menciptakan langit pertama, dan kemudian disempurnakan menjadi tujuh langit yang berlapis-lapis.[17]
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 29, di dalam surat ini secara tersurat Allah juga menjelaskan bahwa langit terdiri atas tujuh lapis langit, yaitu:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 29)
Wahai para manusia, bagaimana Allah meyakinkanmu atas keputusan yang telah ditetapkan kepadamu, dan di sisimu tuhan menyampaikan kepadamu, dan Allah berkata “هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا” dan kalian tidak memiliki sedikitpun atau sebagian kecil.  Dari dalam (bumi) terdapat permata yang tumbuh dalam laut yang dari selain sisimu, dan tempat yang kamu tempati, dan hutan yang ada di sisimu. Apakah kamu menyangka wahai manusia bahwa pandangan ini merupakan penyampaian yang sempurna.
Wahai ummat, Allah telah mengatakan هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا, wahai kaum, bukankah kalian orang-orang yang termasuk dalam penyampaian sempurna ini. Apakah kalian tidak malu apabila tidak mengetahui atas nikmat yang telah diberikan tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah memberikan kepada orang-orang kafir berupa kenikmatan ini dan pendeknya akal dan tujuan yang bodoh. Bagaimana kalian berkata bahwa Allah memiliki sesuatu yang ada secara keseluruhan ini berupa tingkah laku atau perbuatan manusia (hamba) dalam semua apa-apa yang diberikan Allah kepada para manusia.
Allah telah menjelaskan kepada kita daya perkataannya, “telah aku ciptakan untukmu bumi seluruhnya, dan jika aku berikan nikmat kekuatan kepadamu, maka akan rusak dan memiliki kemarahan yang sangat parah. Ini dia, Allah kita, ketika melihat kami berpaling dari nikmat karunianya, sehingga kita merasa memenangkan dan kita melupakan dan mengabaikan murka kemarahannya. Dan ini merupakan balasan bagi orang-orang kafir yang tidak mensyukuri nikmat Allah. Apakah kamu tidak mau untuk mengkhusyukkan hati kamu dengan mengingat Allah, terhadap suatu kebenaran yang diturunkan kepadamu.[18]
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ
Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.
Lafadz خَلَقَ di dalam ayat ini dimaknai dengan kemampuan menciptakan, dan selain makna itu kami menemukan perhitungan takdir yaitu seluruh kemampuan yang mencakup apa saja yang ada di bumi untuk kemaslahatan manusia.[19] Selain itu, di dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa lafadz خَلَقَ diartikan dengan ikhtara’a wa awjada ba’dal ‘adam (menciptakan dan meniadakan setelah tiada). Dikatakan kepada manusia خَلَقَ ketika dia mengadakan sesuatu, ibnu kaisan mengatakan “خَلَقَ لَكُمْ“ maknanya adalah “Dia menjadikan demi kalian”. Adapula yang mengatakan bahwa maknanya adalah segala sesuatu yang ada di bumi diberikan sebagai nikmat atas kalian, dan semua itu untuk kalian. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah bukti ke-Esaan dan anjuran untuk direnungkan.[20]
جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
Pengertian lafadz as-sama’ (langit) di dalam tafsir al-Maraghi ialah seluruh yang ada di atas kita. Dan kata istawa ‘alaihi artinya berkehendak menciptakan langit.[21] اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ dikatakan: اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ : dengan makna tujuan terhadap sesuatu yang selain tujuan itu, dan dari perkataannya: Dia berbalik ke pengirim sebagai panah. Hal ini bertujuan agar kehendak-Nya yang berhubungan dengan penciptaan langit benar-benar melekat dengan selain sesuatu yang lain.[22]
Dalam penciptaan ini tidak ada hal lain yang akan diciptakan selama belum selesai. Oleh karen itu, kemudian dilanjutkan dengan kalimah:
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
Dalam hal ini, Allah kemudian menyempurnakan penciptaan langit. Karenanya, Allah menjadikan langit menjadi tujuh lapis yang sempurna bentuk dan polanya. Lafadz سَوَّا berarti Penyelesaian. Dan penyelesaian dalam hal ini yaitu membuatnya menjadi lebih baik dan sempurna. Allah Mahakuasa telah menjelaskan dalam beberapa ayat yang akan disebutkan kemudian dalam arti komposisi tubuh bagian-bagiannya bebas dari kejanggalan. Setiap konfigurasi yang sangat proporsionalitas serta ketepatan dan ketentuan. Makna Umumnya, Dia yang memperkirakan menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kepentingan khusus. Kemudian khawatir kehendak-Nya yang berhubungan dengan penciptaan langit salah satunya lalu menciptakan tujuh langit dan dia mengetahui segalanya.[23]
Memang, tujuh langit yang diciptakan Allah dalam dua masa sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Fushshilat ayat 12 merupakan sesuatu yang belum jelas hakikatnya. Karena itu, sebagian besar masyarakat masih belum mengerti. Begitu pula para mufassir, mereka menerangkan maknanya sesuai dengan keyakinan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Penciptaan tujuh lapis ini sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Mulk ayat 3, yang isinya:
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقاً مَّا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (QS. Al-Mulk : 3).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan tujuh langit secara bertingkat-tingkat. Tiap-tiap benda alam itu seakan terapung kokoh di tengah-tengah alam jagat raya, tanpa ada tiang-tiang yang menyangga dan tanpa ada tali yang mengikatnya. Memang langit yang terlihat di alam ini terwujud tanpa tiang yang menyangganya. Allah menegaskan hal ini dalam surat Luqman ayat 10:
خَلَقَ السَّمَوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya.” (QS. Luqman : 10).
Menurut sebagian ahli tafsir, kata tujuh langit diartikan sebagai galaksi-galaksi yang terdapat di ruang angkasa yang jumlahnya sangat banyak. Pendapat demikian didasarkan pada dua anggapan, yaitu bahwa angka tujuh dalam bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jumlahnya banyak atau suatu jumlah enam ditambah satu. Selain ini, ada pula pakar yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis itu adalah tujuh bintang yang ada di sekitar matahari. Namun demikian, ada pula mufassir yang tidak mau menjelaskan maknanya, dan menyerahkan kepada Allah, karena hal itu ada pengetahuan-Nya dan belum diketahui dengan pasti oleh manusia.[24]
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa langit-langit juga disebutkan sebagai ganda, bukan saja dalam bentuk kata jamak, tetapi dengan angka simbolik yaitu angka tujuh. Angka tujuh dipakai dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali untuk maksud bermacam-macam. Sering kali angka tujuh itu berarti “banyak” dan kita tidak tahu dengan pasti sebabnya angka tersebut dipakai. Bagi orang-orang Yunani dan orang-orang Rumawi, angka 7 juga mempunyai arti “banyak” yang tidak ditentukan. Dalam Qur-an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit, angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan langit-langit yang tidak disebutkan. Angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan 7 jalan di langit.[25]



VII.          KESIMPULAN
Memang, al-Qur’an tiada tandingannya. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan pasti ada di dalamnya. Sedikit contoh adalah tentang ilmu pengetahuan alam. Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa segala hal yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Allah. Hal tersebut juga jelas diterangkan dalam al-Qur’an, setidaknya sudah cukup untuk menghentikan para oknum yang tidak mempercayai kebenaran al-Qur’an.
Mengenai penciptaan langit sendiri, ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hal itupun juga sangat banyak. Dan pengetahuan yang ditemukan oleh para ilmuan akhir-akhir inipun juga sudah ada di dalam al-Qur’an. Misalnya, teori tentang Big-Bang. Konsep Big-Bang sepadan dengan yang ada di dalam al-Qur’an mengenai penciptaan alam raya, termasuk di dalamnya tentang penciptaan langit. Semoga kita selalu senantiasa bisa membaca al-Qur’an setiap hari. Dan selanjutnya merenungkan isi yang terkandung di dalamnya.

VIII.       PENUTUP
Demikianlah makalah tentang “Tafsir Ayat Tentang Penciptaan Langit” kami susun. Semoga pembahasan tentang tema kali ini bermanfaat bagi kita semua. Sudah barang tentu, makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam segi penulisan maupun isinya. Maka dari itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hanafi. Al-Tafsir al-‘Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an. Mesir: Dar al-Ma’arif. 1985.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1. Semarang: Karya Toha Putra. 1992.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir al-Qurthuubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2010.
Bucaille, Dr. Maurice. Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
Ibrahim, Muhammad Ismail. Sisi Mulia: Agama dan Ilmu. Jakarta: CV. Rajawali. 1986.
Ichwan, Mohammad Nor. Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta: Menara Kudus. 2004.
Jauhari, Thanthawi. Al-Jawahir fi al-Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid I. Beirut: Dar al-Fikr. 1395 H/ 1974 M.
Kementerian Agama RI. Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Kemenag RI. 2012.
Noval, Abdurrozaq, Langit dan Para Penghuninya.
Prof. Dr. A. Baiquni. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta: Pustaka. 1983.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial. Jakarta: Amzah. 2007.
Syihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Volume VIII. Jakarta: Lentera Hati. 2000.



[1] Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern, (Yogyakarta; Menara Kudus, 2004), h. 188-189
[2] Abdurrozaq Noval, Langit dan Para Penghuninya.
[3] Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 85-86
[4] Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 3-4
[5] Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 86-87
[6] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 204-205
[7] M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah, Volume VIII, (Jakarta: Lentera Hati, 2000)
[8] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 204-205
[9] Andi Rosadisastra, Ibid, h. 205
[10] Prof. Dr. A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, (Jakarta: Pustaka, 1983) h. 15
[11] Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),  h. 152
[12] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 205-206
[13] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h. 128-130
[14] Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 4-5
[15] Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 94
[16] Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 5
[17] Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 5-6
[18] Thanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi al-Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1395 H/ 1974 M), h. 46
[19] Hanafi Ahmad, Al-Tafsir al-‘Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1985), h. 201
[20] Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 448
[21] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h. 128
[22] Hanafi Ahmad, Ibid, h. 201
[23] Hanafi Ahmad, Al-Tafsir al-‘Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1985), h. 201
[24] Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 49-50
[25] Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),  h. 152
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan