Asbabun Nuzul

A. Latar Belakang
       Al-qur’an sebagai hudan al-naas hars mampu dimengerti maksud yang terkandung d dalamnya secara komperhensip. Karena jka tidak akan menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami maksud dan tujuan kitab petunjuk tersebut.
Dalam fakta sejarah, al-Qur’an diturunkan dalamkurun waktu yang begitu lama yaitu sekitar 23 tahun. Tentunya hal ini mengindikasikan ruang dan waktu serta keadaan turunnya ayat al-qur’an yang berbeda dalam konteks masyarakat arab.
Dalam memahami al-Qur’an, orang-orang yangmemahami agama maupun masalah hukum islam, sebagaian berpendapat bahwa untuk memahami al-Qur’an harus disesuaikan dengan konteks saat dimana ayat tersebut turun. Dan, ada juga yang berpendapat bahwa dalam memahi al-Qur’an dengan cara melhat keumuman lafad ayat, bukan didasarkan kekhususan sebab turunnya yang melahirkan dua kaidah berikut:
العبرة بعموم اللفظ لا بحصوص السبب ---  العبرة بحصوص السبب لا بعموم اللفظ
Oleh karena kedua kaidah tersebut sangat berkaitan erat dengan latarbelakang turunya ayat, maka ilmu asbabun nuzul penting untuk diketahui. Namun juga perlu diketahui pula bahwa tidak setiap ayat memiliki latarbelakang turunnya ayat. Bahkan hanya sebagian saja.[1]
B. Rumusan Masalah
            1. Pengertian asbabu al-nuzul
            2. Macam-macam pembagian asbabu al-nuzul
            3. Reaksi asbabu al-nuzul
            4. Pentingya asbabu al-nuzul

C. Pembahsan
a. Pengertian
       Secara etimologi Asbabun nuzul adalah sebab-sebab turunya al-Qur’an.
Dalam ta’rif ishtilahy disebutkan:
ما انزلت الاية اوالايات بسبه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه.
“Sesuatu yang dengan sebabyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu.”[2]
b. Macam-Macam Pembagian
       Mufassirin sering menyebutkan beberapa sebab bagi turunnya suatu ayat. Pernah juga dihitung orang riwayatsebab-sebab turunnya ayat. Ada bebrapa hal yang menjadi pusat perhatian ahli tafsir diantaranya sebgai berikut:
Pertama, jika mufassir menyebutkan dua riwayat pertama dengan redaksi yang tidak tegas seperti:
نزلت هذه الاية فى كذا
Sedangkan yang lainnya berbeda dan redaksinya merupakan istinbat (pengambiln hukum atau penjelasan makna ayat) maka hal ini sama sakali tidak ada pertentangan, karena sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa redaksi tersebut bukanlah menyatakan sebab nuzul.
Kedua, bila salah satunya mengemukakan dengan redaksi ang tegas seperti:
نزلت الاية فى كذا
Sedangkan yang lain menyatakan dengan redaksi asbabun nuzul yang tegas maka yang dipandang adalah reaksi yang menyatakan secara tegas. Contoh al-bukhari meriwayatkansebuah hadits dari ibnu umar r.a ia mengatakan bahwa turunya ayat نسآءكم حرث لكم adalah dalam persoalan menggauili istri dar dubur. Berkenaan dengan ini imam muslim meriwayatkan dari jabir r.a bahwa ia mengatakan, “orang yahudi berkata, “orangyang menggauli strinya dari dubur akan mendatangkan anak yang cacat. Oleh karena itu, allah menurunkan ayat نسآءكم حرث لكم dalam konteks ini, pendapat yang kuat adalah riwayat yang kedua karena susunan kalimatnya menyatakan sebab dan kedudukannya merupakan riwayat naql yang langsung.
Ketiga, keduanya menyatakan redaksi yang tegas. Sedangkan salah satunya shahih, maka yang dipandang adalah yang shahih. Contoh: HR. Bukhari-muslim dari jundab ia berkata “nabi pernah sakit satu atau sampai dua hari sampai beliau tidak bisa bangun.  Kemudian datangseorang perempuan seraya mengatakan, “ hai muhammad, aku tidak pernah melihat pengganggumu kecuali ia telah meninggalkanmu”. Maka turunlah ayat:
وضحى . والليل اذا  سجى . ما ودعك ربك وما قالى
Sedangkan tabrani mengemukakan sebuah hadits berkenaan dengan ayat tersebut bahwa seekor anak anjing masuk kedalam rumah nabi dan bersembunyi di bawah kolom tempat tidurnya. Kemudian anak anjing itu mati. Nabi tetap berada di tempat itu selama 4 hari dan wahyu tidak turun-turun. Beliau berkata “ya khaulah! Apakah gerangan yang ada dirumah utusan allah ini yang menyebabkan jibril tidak datang-datang kepadaku?” sya menjawab dalam hati, andaikata aku bersihkanrumah ini dan kusapu kemudian kubersihkan pulakolong tempat tidurnya niscaya aku akan mengeluarkan anak anjing itu. Tiba-tiba dagu nabi bergetar, (biasanya bila turn wahyu dagu nabi bergetar) kemudian turunlah ayat tersebut.
       Dari dua riwayat diatas, ash shabuni memperkuat riwayat pertama karena terdapat dalam shahihaini. Selin itu, ibnu hajar dalam shahih bukhari mengatakan “bahwa kisah tersebut menag populer naun sangat ghorib bila dijadikan sandaran sebab turunya ayat. Selain itu juga terdapat dalm isnadnya orang yang tidak diknal.
Keempat, bila isnad kedua-duanya shahih, kami memperkuat salah satu dainya dengan bebrapa peninjauan. Misalnya perawi mengatakan bahwa ia hadir ketika terjadinya peristiwa tersebut, dan sebagainya. Contoh tentang ayat surat al-isra’ ayat 85. Dimana ada dua riwayat shahih yang menyatakan sebab turunnya ayat tersebut. namun yang lebih kuat adalah riwayat pertama dari ibnu mas’ud, karena ibnu mas’ud ada didekat nabi dan menyaksikan proses turunya ayat tentang ruh ketika yahudi bertanya tentang ruh tersebut kepada nabi.
Kelima, bila ada dua riwayat sahih sedangkan jaraknya sangat berdekatan maka turunnya ayat tersebut  baik satu atau beerapa ayat dinyatakan karena dua kasus. Dengan demikian harus diambil jalan terahir yaitu dengan mengompromikan kedua riwayat tersebut. contoh: suarta an-nur tentang suami yangmenuduh istrinya berbuat zina tanpa saksi. Ada dua peristiwa yang terkait dengan turunya ayat tersebut. maka pengompromian antara keduanya adalah. Bahwa yang menjadi kasus pertama adalah hilalkemudian menyusul kedatangan uwaimir, barulah turun ayat yang berhubungan dengan kasus keduanya.
Ibnu hajar berpendapat bahwa tidak ada persoalan dalam beberapa kasus sehubungan dengan turunya suatu ayat.
Keenam, bila keduanya sama-sama shahihnya dan tidak dapat dikompromikan, maka dalam hal ini dikukuhkan pada riwayat yangberulang kali turun. Contoh: HR bukhari-muslim dari al-musayabia berkata, “ketia abu thalib mendekati ajalnya, rasul datng menjenguknya, sedangkan dihadapannya telah ada abu jahal dan abdullahibnu abu maiyah. Rasul bersabda “ wahai pamanku ucapkanlah لااله الاالله karena dengan kalimat ini kelak aku akan membantumu dihadapan allah. Kemudian anu jahl dan abdullah pun demikian mengajari abu thalib untuk tidak mengikuti nabi. Lalu nabi berkata “sungguhaku senantiasa akan memintakan ampun untukmu selama tidak ada larangan bagiku utuk melakukan hal tersebut” dan ketika itu turun ayat. Surat at-taubah ayat 113. Dan ada bebrapa riwayat lainnya. Dalam hal ini as-suyuti berpendapat bahwa hadits-hadits tersebut di atas dapat dikompromikan denga banyaknya sebab turun.[3] Kesimpulannya, sebab turunya ayat itu ada yang lebh dari satu kali.
c. Redaksi Asbabun Nuzul
       redaksi dari riwayat yang valid tidakselalu berupa nash-sharih (pernyataan yang jelas) dalammenerangkan asbabu nuzul suatu ayat. Redaksi tersebut ada yang jelas dan ada pula yang dinyatakan secara samar-samar.olehkarena itu asbabun nuzul dapat diketahui dari redaksinya, sebagai berikut:
1. sabab an-nuzul disebutkan dengan redaksi yang jelas (sharih) yang terdapat dalam suatu riwayat, seperti سبب هذه االاية كذا redaksi yang demikian tidak mengandung kemungkinan makna lain. Misalnya hadits riwayat bukhari tentang mendatangi istri dari dubur.
2. penggunaan huruf fa’ al-ta’qibiyyah bermakna makna maka atau kemudian.misalnya pernyataan seorang rawi: “ karena terjadi suatu peristiwa (حدث كذا) atau karena Nabi Saw ditany tentang sesuatu peristiwa, maka ayat ini dinuzulkan (سبل رسول الله ص.ع. عن كذا فنزلت الاية)
3. Penggeunaan redaksi نزلت هذه الاية فى كذا (ayat ini dinuzulkan tentang ini) dapat dikategorikan untuk menerangkan sebab nuzul suatu ayat juga. Akan tetapi ada kemungkinan juga sebagi penjelasan tentang kandungan hukum yang terdapat dalam ayat tersebut.
Dalam hal ini al-zarkasyi berpendapat bahwa kebiasaan para sahabat dan tabiin telah diketahui apabila mereka mengatakan: “ayat ini nuzul tentang ini” maka maksud mereka adalah menerangkan bahwa ayat ini mengandung hukum tertentu, bukan  menerangkan sebab turunnya ayat tersebut. namun menurut al-zarqaniy, satu-satunya cara untuk mengetahui salah satu dari dua makna tesebut yangterkandung dalam redaksi adalah konteks pembicaraan nya.[4]
d. Pentingnya Asbabun Nuzul
al- wahdiy (wafat pada tahun 427 H) berkata:
لا يمكن معرفة تفسيرالاية دون الوقوف على قصتها وبيان نزولها
“Tidaklah mungkin kita mengetahui tafsir ayat tanpa engetahui kisahnya dan sebab turunnya.”
Kemudian ibnu taimiyah (wafat tahun 726 H) berkata:
معرفة سبب النزول تعين على فهم الاية فان العلم با السبب يورث العلم با المسبب
“mengetahui sebab nuzul membantu kita untukmemahami ayat; karena sesunguhnya mengetahui sebab menghasilkan pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).”
Kemudian ibnu daqiqil ‘id (wafat tahun 702 H) berkata pula:
بيان سبب النزول طريق قوي فى فهم معانى الكتاب العزيز وهو امر يحصل للصحابة لقرائن تحتف بالقضايا
“Menjelaskan sebab nuzul adalah jalan yang kuat dalam memahami makna-makna al-Qur’an. Hal itu adalah suatu urusan yang diperoleh para sahabat karena ada qarinah-qarinah yang mengelilingi kejadian-kejadian itu.”[5]
Contohnya adalah apa yang telah terjadi terhadap Marwan Ibnul Hakam ketika beliau menyangka bahwasanya firman Allah surat Ali Imran ayat 188, adalah ancaman bagi kaum mukmin. Ringkasnya, dengan mengetahui asbabun nuzul hilanglah kemusykilan Marwn Ibnul Hakam dan contoh-contoh lainnya.
D. kesimpulan
Asbabun nuzul merupakan komponen penting dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang turun dalam waktu yang tidak bersamaan. Asbabun nuzul juga mengingatkan manusia bahwa al-Qur’an tidak hanya dipahami secara tekstual namun juga harus dimengerti dan dipahami secara kontekstual yaitu dengan cara mengetahui sebab turunnya ayat-ayat tersebut yag merupakan peristiwa maupun pertanyaaan-pertanyaan.
Seandainya asbabun nuzul tidak dijelaskan, tentulh masyarakat islam hingga saat ini akan memahami makna kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an secara umum dan bahkan salah. Seperti surat al-maidah ayat 93 yang membolehkan minum minuman khamr, dal masih banyak lagi contoh-contoh ayat lainnya, yang tanpaasbabun nuzul pastinya kta akan tersesat dalam memahami maksud ayat terseut. Wallahu a’lam bi al-shawab.

DAFTAR PUSTAKA
Ash-shidieqy, Teungku Muhammad Hasbi, ilmu-ilmu al-Qur’an, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang. 2002.
Ash-shaabuuniy, Muhammad Ali, Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung. 1998.
Quthan, mana’ul, Pembahasan Ilmu Al-Quran, Rineka Cipta, Jakarta. 1993.
Supiana, dan Karman, ulumul Qur’an, Pustaka Islamika, Bandung. 2002.
As-shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta. 2011.



[1] Supiana, M. Karman, Ulumu al-Qur’an, hal 127
[2] Hasbi ash shidieqy, ilmu-ilmu al-Qur’an, hal. 18
[3] Ali ash-shabuniy, studi ilmu al-Qur’an, hal. 52-58. Mana’ul qatan, pembahasan ilmu al-Qur’an 1, hal. 98-102
[4] Supiana, M. Karman, ulumul qur’an, hal. 144. Ali ash-shabuniy, studi ilmu al-Qur’an, hal. 51
[5] Hasbi ash shidieqy, ilmu-ilmu al-Qur’an, hal. 14-16
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan