I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam ajaran Islam
menegaskan bahwa sebelum mengerjakan beberapa ibadah tertentu, terutama shalat
disyaratkan harus suci terlebih dahulu, baik suci pada diri orang yang
melakukan ibadah itu sendiri (suci dari hadas) ataupun suci pada tempat dan
pakaian yang dia kenakan saat melaksanakan ibadah tersebut (suci dari hadas).
Hal ini disyari’atkan karena Islam selalu mengajarkan umatnya untuk selalu suci
senantiasa mem-bersihkan diri baik lahir dan batin.
B.
Rumusan
Masalah
Apa pengertian dari Thahârah? Dan
apa saja ruang lingkupnya?
II.
ANALISIS
Thahârah menurut
bahasa, artinya suci atau bersih dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa
air seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat ma’nawiyah, seperti
aib dan perbuatan maksiat. At-Tathir
bermakna tanzhif
(membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang terkotori.[1]
Sedangkan secara terminologi fiqh, thaharah mempunyai arti yaitu mencuci
anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu, yaitu mengangkat hadats dan
menghilangkan najis.[2]
Thaharah atau bersuci
banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya Firman Allah dalam surat at-Taubah
ayat 108 sebagai berikut:
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا
Artinya: “Di dalamnya ada orang-orang
yang ingin membersihkan diri”. (al-Taubah : 108)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa
seorang mukmin lebih mulia jika memelihara dirinya dari kesucian, baik lahir
maupun bathin. Sebab agama
didirikan di atas kebersihan.
Bahkan bersih dianggap sebagai kunci surga.[3]
Thaharah atau bersuci dari
hadas dan najis merupakan amalan penting dalam Hukum Islam. Banyak ibadah dalam
Islam, misalnya ibadah shalat yang mensyaratkan suci dari hadats dan najis.
Atau dengan kata lain, bahwa yang menjadi syarat sahnya shalat adalah suci dari
hadas dan suci badan, pakaian dan tempat dari najis.[4]
Melihat hal di atas, tampak
bahwa Islam adalah agama yang menghen-daki kesucian dan kebersihan. Hal ini
sesuai dengan Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 222 sebagai berikut:
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”.
(al-Baqarah : 222)
Ayat di atas menunjukkan
bahwa Allah SWT. menyukai orang-orang yang suci. Sehingga karena pentingnya bersuci
ini Abu Malik al-Asy’ari RA. berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
الطهور
شطر الايمان (رواه مسلم)
Artinya
: “Suci itu separuh dari iman”. (HR. Muslim)[5]
Menurut Hasby
Ash-Shiddieqi, Thaharah ada tiga macam: Thaharah dari
hadas,
thaharah dari najis yang mengenai badan, kain dan tempat, dan
thaharah
dari
daki-daki dan kotoran yang bersifat fitrah, seperti : bulu ketiak, bulu hidung
dan
bulu ari-ari.13 Sementara itu dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan
bahwa
thaharah mencakup thaharah dari najis dengan menghilangkannya dari
badan
atau tempat yang mesti disucikan, thaharah dari hadas kecil dengan
berwudlu dengan memakai
air atau dengan tayammum bila tidak ditemukan air dan bersuci dari hadas besar
dengan mandi.[6]
Al-Ghazali dalam kitabnya
Ihya’ Ulum al-Din, menyebutkan bahwa thaharah tidak hanya membersihkan badan
dari najis, tidak pula sebatas berwudlu atau mandi junub saja. Namun makna
Thaharah atau bersuci itu bisa lebih dalam lagi. Karena itu Imam Ghazaly
membagi thaharah dalam empat tingkatan, yaitu :
a. Bersuci dalam arti membersihkan badan
dari hadats
b. Bersuci membersihkan anggota tubuh dari
kejahatan dan dosa
c. Bersuci dalam arti membersihkan hati
dari perbuatan atau akhlak tercela
d. Bersuci dalam arti menyucikan batin dari
selain Allah (menyucikan hati dari syirik)[7]
Thaharah dalam terminologi
al-Qur’an mempunyai beberapa pengertian. Thaharah tidak hanya berarti
membersihkan badan dari najis, tidak pula sebatas berwudlu atau mandi junub
saja, namun makna thaharah (bersuci) bisa lebih dalam lagi, yaitu berarti suci
rohani.
Pertama, thaharah
dalam arti membersihkan badan dari hadats.[8] Ini
sesuai dengan Firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 222 sebagai
berikut:
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ
حَتَّى يَطْهُرْنَ
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh, katakanlah : “Haidh itu adalah suatu kotoran”, oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh : dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci”. (al-Baqarah : 222)
Dalam surat al-Maidah ayat 6 dijelaskan:
وَإِنْ
كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Artinya : “Dan jika kamu junub maka
bersihkanlah (mandi)”. (al-Maidah : 6)
Kedua,
thaharah dari najis yang mengenai badan, kain atau tempat. Hal
ini
sesuai dengan Firman Allah dalam surat al-Mudatsir ayat 1-4 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ
فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4)
Artinya: “Hai
orang-orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringa-tan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah. (al-Mudatsir : 1-4)
Ketiga, thaharah juga berarti membersihkan anggota tubuh dari kejahatan
dan dosa. Ini sesuai dengan
Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 33 sebagai berikut:
إِنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hal ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
(al-Ahzab : 33)
Keempat, thaharah dapat
berarti menyucikan hati dari perbuatan syirik.23
Ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam
surat al-Baqarah ayat 222 sebagai
berikut:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”.
(al-Baqarah : 222)
Dari keempat makna
thaharah dalam al-Qur’an di atas, dapat disimpulkan bahwa thaharah memiliki
makna yang beragam. Hal ini ini juga berimplikasi terhadap penafsiran thaharah
menurut mufassir. Misalnya Fahr al-Razi ketika menafsirkan surat al-Baqarah
ayat 222 menjelaskan bahwa thaharah selain mengandung makna hakiki juga mengandung
makna majazi. Dengan kata lain, selain thaharah berarti suci dari hadats dan
najis, thaharah juga berarti suci dari dosa dan maksiat.. Sementara itu, al-Qurtubi ketika menafsirkan
surat al-Baqarah ayat 222 mengartikan thaharah adalah bersuci dari hadats dan
najis. Dan hadats dan najis ini hanya dapat dihilangkan dengan air.[9]
Penafsiran yang berbeda
adalah yang dilakukan oleh al-Alusi. Al-Alusi melalui karya monumentalnya Ruh
al-Ma’ani menafsirkan surat al-Baqarah ayat 222 adalah orang-orang yang suci,
yaitu orang-orang yang terjaga dari melakukan dosa, misalnya tidak mendatangi
(bersenggama) dengan istrinya pada waktu istrinya sedang haid.[10]
III.
PENUTUP
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca.
[1]
Syaikh Abdul Ghany al-Ghanimy al-Midany, al-Lubâb fî Syarhi al-Kitâb,
(Beirut: Dar al-Fikr). Hlm. 6
[2]
Taqiyuddin Al Hishni, Kifâyatul Akhyâr. Hlm. 6
[3]
Imam al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Terj Abu Fajar al-Qalami,
Gitamedia, Surabaya, 2003, hlm. 39
[4]
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 915
[5]
Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,
Juz II,Dar
al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1994, hlm. 5
[6]
Harun Nasution, op. cit., hlm. 915
[7]
Imam al-Ghazali, op. cit., hlm. 39-40
[8]
M.Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadzi al-Qur’an al-Karim, Dar
al-Fikr, Beirut, 1981, hlm. 429
[9]
Ahmad al-Anshari al-Qurtubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz. III, Dar
al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon, 1993, hlm. 61
[10]
Sayyid Mahmud al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma’ani, Juz I, Dar al-Fikr, Beirut, Lebanon,
1987,
hlm. 124
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon