Kedudukan Syahadat

A.    Latar Belakang
Persaksian dalam agama Islam dikenal pula dengan syahadat, rukun pertama dari kelima rukun Islam yaitu dua kalimat syahadat untuk sahnya Islam, yang mencakup terhadap ungkapan syahadat menjadi kesaksian bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Ungkapan tersebut adalah ungkpan yang menjadi garis pemisah antara kufur dan Iman, sebagaimana yang digambarkan dalam sebuah hadits yang akan kami paparkan matan, sanad, beserta penjelasannya.  

B.    Hadits Muslim no. 39
وحدثني حرملة بن يحيى التجيبي أخبرنا عبد الله بن وهب، قال أخبرني يونس عن ابن شهاب قال: أخبرني سعيد بن المسيب عن أبيه قال: لما حضرت أبا طالب الوفاة جاءه رسول الله صلى الله عليه وسلم فوجد عنده أبا جهل وعبد الله بن أبي أمية بن المغيرة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((يا عمّ قل: لا إله إلاّ الله كلمة أشهد لك بها عند الله))، فقال أبو جهل وعبد الله بن أبي أمية: يا أبا طالب أترغب عن ملّة عبد المطلب. فلم يزل رسول الله صلى الله عليه وسلم يعرضها عليه ويعيد له تلك المقالة حتى قال أبو طالب آخر ما كلمهم: هو على ملّة عبد المطلب. وأبى أن يقول: لا إله إلاّ الله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أما والله لأستغفرن لك ما لم أُنْهَ عنك)). فأنزل الله عزوجل:( مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ)التوبة:113،  وأنزل الله تعالى في أبي طالب فقال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: ) إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ) القصص:56
Artinya:  Harmalah bin Yahya at-Tujibi menceritakan kepadaku, Abdullah bin Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata Yunus mengabarkan kepada kami, dari ibnu Syihab, dia berkata  Sa’id bin al-Musayyab Ra., dari Ayahnya Ra.,ia berkata ”tatkala Abu Thalib hendak meninggal dunia, maka  Rasulullah Saw mendatangi Abu Thalib lalu beliau dapati Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Ummayah bin al-Mughirah di sisi Abu Thalib, kemudian Rasulullah Saw. mengatakan,”Wahai Paman! Ucapkanlah Laa Ilaha Illallah, sebuah kalimat yang akan kupersaksikan untukmu di sisi Allah.” Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Ummayah mengatakan,” Hai Abu Thalib! Apakah kamu tidak senang kepada agama Abdul Muthalib?” kemudian Rasul Saw terus menerus membacakan kepadanya dan mengulangi perkataan itu, hingga kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib kepada mereka, “Dia (Abu Thalib) tetap berada dalam agama Abdul Muthalib”, Dia enggan untuk megucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah. Maka Rasulullah bersabda ”Ingatlah demi Allah, pasti aku akan memohonkan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang untuk melakukannya, Lantas Allah “Azza wa Jalla menurunkan ayat” Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam (at Taubah: 113)  Allah Ta’ala juga menurunkan ayat untuk merespon kematian Abu Thalib, dalam hal ini Allah berfirman “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.( Al-qoshosh ayat 56 )[1].

C.    Penjelasan Hadits
لما حضرت أبا طالب الوفاة (Ketika Abu Thalib hendak meninggal)  maksudnya, ketika tanda-tanda kematian sudah nampak pada dirinya, sebab Abu Thalib pada saat itu, belum menunjukkan Naza’ (ruh sudah berada di kerongkongan). Ketika seseorang dalam kondisi naza’, maka tidak beguna lagi untuk menyatakan keimanannya. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah QS an-Nisa :18
ÏM|¡øŠs9ur èpt/öq­G9$# šúïÏ%©#Ï9 tbqè=yJ÷ètƒ ÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# #Ó¨Lym #sŒÎ) uŽ|Øym ãNèdytnr& ÝVöqyJø9$# tA$s% ÎoTÎ) àMö6è? z`»t«ø9$#
Artinya; ‘’Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang",,,

Dari sini dapat dipahami bahwa upaya Rasulullah untuk mengajak Abu Thalib untuk mengucapkan kalimat tauhid adalah ketika pamanya belum dalam kondisi naza’.

Al-Qadhi Iyadh berkata:” Saya melihat sebagian ahli ulama ahli kalam mengartikan hadits ini sebagai berikut: Abu Thalib pada waktu itu mengalami kondisi naza’sehingga Rasul hendak memintakan rahmat kepada Allah untuknya. Tentu saja pendapat  seperti ini sama sekali tidak benar sebagaimana yang telah kami ayat di atas.

فلم يزل رسول الله صلى الله عليه وسلم يعرضها عليه ويعيد له تلك المقالة (Rasul terus menerus membacakan kepadanya dan mengulangi perkataan itu) demikian redaksi di semua kitab yang menjadi rujukan. yakni wa yu’iidu lahu. Hal ini juga yang telah dinukil oleh al-Qadhi dari kitab rujukan para syaikh. Namun, dalam sebuah naskah disebutkan, wa yuu,iidaani lahu, maksudnya, Abu Jahal dan ibnu Abi Umayyah yang mengulangi terus kalimatnya dihadapan Abu Thalib.

قال أبو طالب آخر ما كلمهم: هو على ملّة عبد المطلب (sehingga kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib kepada mereka “Dia (Abu Thalib) tetap berada dalam agama Abdul Muthalib). Kalimat ini mengandung etika yang sangat tinggi pelajaran yang dapat diambil dari kalimat ini, bahwa orang yang akan menirukan ungkapan seseorang yang substansinya kurang baik, hendaknya dia mengunakan kata ganti orang ke tiga. Sekalipun sebenarnya yang tepat kalimat itu diungkapkan dengan kata ganti orang pertama.

Abu Thalib meninggal dunia di Mekkah, tidak lama sebelum Hijrah. Ibnu Faris berkata “ Abu Thalib meninggal ketika Rasulullah berusia 49 tahun 8 bulan 11 hari. Sedangkan khatidjah meninggal dunia setelah tiga hari kematian Abu Thalib.
Mengenai makna ayat at-Taubah ayat 113 menurut para ulama ahli tafsir sebagai berikut; “seorang Nabi maupun orang-orang yang beriman tidak pantas untuk memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik”, bahkan menurut para ulama, ini merupakan bentuk larangan bagi Rasul.

Sedangkan makna ayat al-Qashash ayat 56 “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” diturunkan untuk merespon kematian Abu Thalib. Hal ini sebagaimana yang telah dinukil dari az-Zajjaj dan ulama lainnya. dari redaksi ayat tersebut dapat dipahami bahwa siapapun tidak mampu memberi hidayah kepada orang yang telah disesatkan oleh Allah.

Sedangkan kalimat “meskipun orang yang kamu kasihi” menurut al-Farra’ dan ulama lainnya memilki dua makna, pertama orang dari kerabatmu yang kamu kasihi, dan yang kedua orang yang sangat kamu inginkan mendapatkan hidayah.
Sedangkan firman Allah “dan Allah telah mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. Menurut Ibnu Abbas, dan ulama lainnya maknanya adalah orang yang ditakdirkan mendapatkan hidayah.[2]

Dari kasus yang terjadi yang berkaitan dengan Abu Thalib tersebut,  kalimat syahadat itu adalah laksana anak kunci yang dengannya masuk ke dalam alam keselamatan (Islam) dan dengan kalimat itu pula manusia dimasukkan ke dalam surga. Kalau kalimat ini menjadi kalimat ucapan terakhir dalam hidup duniawi, maka dia pasti masuk surga.[3]
Sebagaimana hadits:
حَدَّ ثَنَا أ بُو بَكْرِ بْنِ  أَ بِيْ شَيْبَهْ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ كِلاَ هُمَا عَنْ إِ سمَا عِيْلَ إبْنِ إِ بْرَا هِمَ , قَا لَ أَ بُوْ بَكْرٍ: حَدَّ ثَنَا بْنُ عَلَيْه  عَنْ خَالِدْ: قال حَدثني الْوَلِيْدُ بْنُ مُسْلِمْ عَنْ حُمْرَا نَ , عَنْ عُثْمَانَ, قال : قَالَ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم:  مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَ نَّهُ لَا اِلَه اِلّا الله دَخَلَ الْجَنَّة
Artinya:  Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb menceritakan kepada kami, keduanya menukil dari Ismail bin Ibrahim, Abu Bakar berkata : al-Walid bn Muslim menceritakan kepadaku, dari Humran, dari Utsman, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah , maka dia akan masuk surga”.

Kalimat Laa Ila Ha Illa Allah merupakan kalimat yang sederhana dari keyakinan yang mendasar seorang muslim. Kalimat tersebut tidak hanya memperlihatkan keesaan Tuhan, pernyataan ini juga menyatakan akan ke-tuhanan,  kedaulatan dan otoritas dalam alam semesta dan dunia ini.  Kalimat Laa Ilaa Ha Illa Allah juga merupakan pintu gerbang masuknya seseorang dari daerah kafir ke daerah iman.[4]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3tƒ «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/  
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan  kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa: 136)

Kalimat syahadat ini hakikatnya merupakan peniadaan seluruh yang di sembah selain Allah SWT dan merupakan penetapan bahwa penyembah itu diperuntukkan bagi Allah saja.

Kalimat tauhid atau keesaan Allah dapat  diekspresikan ke dalam kalimat syahadat yang berbunyi “Laa Ilaa Ha Illa Allah”, yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Ekspresi iman ini membedakan orang muslim sejati dengan orang kafir (orang yang tidak beriman). Hal ini penting sekali karena ekspresi itu membebaskan konsep tauhid (keesaan Allah) dari semua ketidaksucian menjadikannya suci, sederhana dan terlepas dari bahaya setiap bayangan syirik.[5]

 Dengan pengakuan bahwa Allah pencipta segala sesuatu, di tangan-Nyalah terletak kekuasaan atas segala sesuatu. Maka mereka pun telah mengharuskan dirinya untuk beribadah kepada Allah semata dan secara pasti menolak serta menyingkirkan segala bentuk ibadah kepada selain Allah. Dengan ibadah bahwa tidak ada sesembahan kecuali Allah, sesembahan yang berarti seseorang diberikan dan ditujukan kepada Allah yang maha terpuji dan maha mulia.[6]

D.   Kesimpulan
kalimat syahadat itu merupakan laksana anak kunci yang dengannya manusia masuk ke dalam alam keselamatan (Islam) dan dengan  kalimat itu pula manusia di masukkan dalam surga kalau kalimat itu menjadi ucapan terakhir dalam hidup duniawi.

E.    Penutup
Demikianlah makalah tenteng “Kedudukan Syahadat” yang kami susun. Tentunya dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam  ssegi penulisan maupun segi materinya. Maka dari itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi dalam penyusunan makalah selanjutnya


DAFTAR PUSTAKA
Bawany, Begum A’isyah, Mengenal Islam Selayang Pandang, Bumi Aksara, Jakarta, 1994
Hanef, Suzanne, Islam dan Iman, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993
Nawawi, Imam, Syarah Shahi Muslim, terj,  Wawan Djunaidi  Soffhandi, Pustaka Azzam: Jakarta, 2010.
Rozak dkk., Dinul Islam, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1989



[1] Imam Nawawi, Syarah Shahi Muslim, terj WawanDjunaidi Soffahndi, Jakarta; pustaka Azzam 2010. Vol-2 Hal -1. Lihat juga di LM hadits no, 16 hal 11.
[2] Imam Nawawi, Syarah Shahi Muslim, terj,  WawanDjunaid iSoffahndi, Jakarta; Pustaka Azzam 2010. Vol-2 Hal -9
[3] Rozak dkk., Dinul Islam, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1989, hlm. 125
[4] Suzanne Hanef, Islam dan Iman, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, hlm. 85
[5] Begum A’isyah Bawany, Mengenal Islam Selayang Pandang, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 17-18
[6]Suzanne Hanef, Islam dan Iman,.. hlm. 87
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan