I.
Pendahuluan
Sikap tolong menolong adalah ciri khas umat muslim
sejak masa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Pada masa itu tak ada seorang
muslim pun membiarkan muslim yang lainnya kesusahan, hal ini tergambar jelas
ketika terjadinya hijrah umat muslim Mekkah ke Madinah, kita tahu bahwa kaum Anshor
menerima dengan baik kedatangan kaum Muhajirin dengan sambutan yang meriah,
kemudian mempersilahkan segalanya bagi para Muhajirin: rumah, ladang, dan
lain-lain. Hal ini juga banyak ditegaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam, seperti pada hadits-hadits Rasulullah yang menerangkan bahwa
setiap muslim adalah sama di mata Allah subhanahu wa ta’ala kecuali karena
perbuatan mereka dan keimanan mereka. adapun yang menerangkan bahwa semua
muslim itu sama, maka jika merasa seseorang diantara mereka teraniaya, yang
lainnya pun akan merasakannya.
Bukan hanya dalam hadits-hadits Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam, dalam Al-Qur’an pun sebagai sumber rujukan utama banyak
dijelaskan tentang sikap tolong-menolong itu. Seperti pada tiga ayat berikut,
yaitu: Al-Maidah ayat 2, yang akan dijelaskan dalam bab pembahasan berikut.
II.
Pembahasan
1.
Tafsir Ayat-ayat Tentang
Tolong Menolong
Islam juga menyeru kepada umat manusia
untuk hidup rukun dan saling tolong-menolong dalam melakukan perbuatan mulia
dan mengajak mereka untuk saling bahu membahu menumpas kedzoliman dimuka bumi
ini, dengan harapan kehidupan yang damai dan sejahtera dapat terwujud.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يٰۤـاَيُّهَا
الَّذِينَ اٰمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَإِرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهرَ الحَـرَامَ
وَلَا الهَدىَ وَلَا القَلَإِدَ وَلَاۤ اٰمِّينَ البَيتَ الحَـرَامَ يَبـتَغُونَ
فَضلًا مِّن رَّبِّهِم وَرِضوَانًا ؕ وَاِذَا حَلَلتُم فَاصطَادُوا ؕ وَلَا يَجرِمَنَّكُم
شَنَاٰنُ قَومٍ اَن صَدُّوكُم عَنِ المَسجِدِ الحَـرَامِ اَن تَعتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوٰى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الاِثمِ
وَالعُدوَانِ وَاتَّقُوا
اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيدُ العِقَابِ ﴿۲﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS
Al-Maidah : 2)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia
berkata : “Al-Hattam bin Hinduwal Bakri datang ke madinah dengan beberapa
untanya yang membawa bahan makanan untuk dijual. Kemudian dia mendatangi
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan menawarkan barang dagangannya. Setelah
itu dia masuk islam. Ketika dia keluar dari rumah Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada didekat beliau : ‘Dia
datang kepadaku dengan wajah orang jahat. Lalu dia pergi dengan punggung
seorang penghianat’. Ketika Al-Hattam sampai ke Yamamah, dia keluar
dari islam (murtad).
Ketika bulan dzulhijah, dia pergi ke mekkah
dengan membawa rombongan untanya yang membawa bahan makanan. Ketika orang-orang
muhajirin dan orang-orang anshor mendengar berita kedatangannya ke mekkah,
mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah untanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya
: ‘Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syiar kesucian
Allah...’. Akhirnya mereka pun tidak jadi melakukan hal itu.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari As-Suddi,
hadis yang serupa dengannya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin
Aslam, dia berkata : “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan para sahabatnya
berada di hudaibiyyah ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka ke
Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian,
beberapa orang musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju ke Baitullah
untuk melakukan umroh. Para sahabat berkata: ‘Kita halangi mereka agar tidak
pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita’. Lalu Allah
menurunkan firman-Nya : ‘Janganlah sampai kebencianmu kepada suatu
kaum karena menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka)’.” [1]
Tafsirannya :
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى البِرِّ وَالتَّقوٰى
“dan tolong-menolong dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa”. Ibnu Abbas berkata : kata al-birr
maksudnya adalah sesuatu yang diperintahkan dan kata at-takwa maksudnya adalah
menjauhi sesuatu yang dilarang. [2]
Al-Akhfasy berkata, “Firman Allah ini
terputus atau terpisah dari firman Allah sebelumnya. Perintah untuk tolong
menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa ini merupakan perintah bagi
seluruh manusia. Yakni, hendaklah sebagian kailan menolong sebagian yang lain.
Berusahalah untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan
mengaplikasikannya. Jauhilah apa yang Allah larang dan hindarilah.” Penakwilan
in sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda,
أَلدَّالُّ
عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِ
“Orang yang menunjukkan kepada sesuatu
adalah seperti orang yang melakukannya.” (HR Ath-Thabarani)
Dikatan juga : “Orang yang menunjukkan
kepada keburukan adalah seperti orang yang melakukannya.”
Selanjutnya dikatakan, kebajikan dan takwa
adalah dua lafazh yang mengandung makna yang sama. Allah mengulangi makna ini
dengan lafazh yang berbeda guna memberikan penegasan dan penekanan. Sebab
setiap kebajikan adalah takwa dan setiap takwa adalah kebajikan.
Ibnu Athiyah berkata : “Dalam hal ini perlu ada
toleransi yag diberikan. Sebab kebiasaan menunjukkan bahwa makna kedua lafazh
ini adalah kebajikan itu mencakup hal yang wajib dan sunnah, sedangkan takwa
adalah memelihara kewajiban. Jika salah satu dari kedua kata ini digunakan
sebagai pengganti bagi kata yang satunya, maka itu dilakukan melalui jalur
majaz.”
Al-Mawardi berkata : “Allah menganjurkan untuk saling
tolong-menolong dalam kebajikan, dan Allah pun menyertakan ketakwaan kepada-Nya
terhadap anjuran itu. Sebab dalam ketakwaan terdapat keridhaan Allah, sedangkan
dalam kebajikan terdapat keridhaan manusia. Sementara orang yang menyatukan
antara keridhaan Allah dan keridhaan manusia, maka sesungguhnya sempurnalah
kebahagiaannya dan luaslah nikmatnya.”
Ibnu khuwaizimandad berkata dalam Ahkam-nya
: “Tolong-menolong
dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Adalah suatu hal yang wajib bagi seorang alim untuk menolong manusia dengan
ilmunya, sehingga dia mau mengajari mereka. Sedangkan orang yang kaya wajib
menolong mereka dengan hartanya. Adapun orang pemberani, (dia wajib memberikan
pertolongan) di jalan Allah dengan keberaniannya. Dalam hal ini hendaknya kaum
muslim itu saling membantu, layaknya tangan yang satu. “kaum muslimin itu
setara darahnya, orang-orang yang lemah (di antara) mereka berjalan di bawah
perlindungan mereka [orang-orang yang kuat], dan mereka adalah penolong bagi
selain mereka. Dalam hal ini, mereka wajib berpaling dari orang yang
sewenag-wenang, tidak menolongnya, dan mengembalikan apa yang menjadi
kewajibannya (kepada orang yang berhak menerimanya).”
Selanjutnya Allah mengeluarkan larangan,
dimana Allah berfirman :
وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الاِثمِ وَالعُدوَانِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran”. Ini merupakan ketetapan
yang diperuntukkan bagi dosa dan udwan, yaitu menzhalimi manusia. Setelah itu
Allah memerintahkan agar bertakwa dan mengeluarkan ancaman secara global Allah
berfirman :
وَالعُدوَانِ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيدُ العِقَابِ
Di dalam tafsir lain dijelaskan, bahwa Allah
ta’ala memerintahkan kepada hambahambaNya yang beriman untuk saling menolong
dalam berbuat kebaikan -yaitu kebajikan- dan meninggalkan halhal yang mungkar,
hal ini dinamakan ketakwaan. Allah ta’ala. melarang mereka bantumembantu dalam
kebatilan serta tolongmenolong dalam perbuatan dosa dan halhal yang
diharamkan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa dosa itu ialah
meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dikerjakan. Pelanggaran
itu artinya melampaui apa yang digariskan oleh Allah dalam agama kalian, serta
melupakan apa yang difardukan oleh Allah atas diri kalian dan atas diri orang
lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abu Bakar
ibnu Anas, dari kakeknya (yaitu Anas ibnu Malik) yang menceritakan bahwa
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam pernah bersabda :
أنْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا
“Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan
berbuat aniaya atau dianiaya.”
Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah,
orang ini dapat kutolong jika ia dianiaya. Tetapi bagaimanakah menolongnya jika
dia berbuat aniaya?” Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menjawab :
تَحْجُزُهُ
وَ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ فَذَاكَ نَصْرُهُ
“Kamu cegah dan kamu halanghalangi
dia dari perbuatan aniaya, itulah cara menolongnya.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari
secara munfarid melalui hadis Hasyim dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal. Keduanya mengetengahkan hadis ini melalui jalur Sabit, dari Anas yang
menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam telah bersabda :
أُنْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا، قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا نَصَرْتُهُ
مَظْلُوْمًا، فَكَيْفَ أُنْصُرُهُ ظَلِمًا ؟ قَالَ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ
فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ
“Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat
aniaya ataupun dianiaya.” Ditanyakan : “Wahai
Rasulullah, orang ini dapat aku tolong bila dalam keadaan teraniaya, tetapi
bagaimana menolongnya jika dia berbuat aniaya?” Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam menjawab : “Kamu cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara kamu menolongnya.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Sa'id, dari
AlA'masy, dari Yahya ibnu Wassab, dari seorang lelaki sahabat Nabi shalallahu
alaihi wasalam yang mengatakan :
اَلْمُؤْمِنُ
الَّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ
الَّذِيْ لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang mukmin yang bergaul dengan
manusia dan bersabar dalam menghadapi angguan mereka lebih besar pahalanya
daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dalam
menghadapi gangguan mereka.”
Imam Ahmad meriwayatkannya pula di dalam
kitab Musnad Abdullah ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari AlA'masy, dari Yahya ibnu Wassab, dari
seorang syekh sahabat Nabi shalallahu alaihi wasalam yang mengatakan :
اَلْمُؤْمِنُ
الَّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الَّذِيْ لَا
يُخَالِطُهُمْ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang mukmin yang bergaul dengan
manusia dan sabar terhadap gangguan mereka lebih besar pahalanya daripada orang
mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap gangguan
mereka”
Imam Tirmidzi meriwayatkan hal yang serupa
melalui hadis Syu'bah, dan Ibnu Majali meriwayatkannya melalui jalur lshaq ibnu
Yusuf, keduanya dari AlA'masy dengan lafaz yang sama. [4]
Dari Ibnu Hanbal, Abdul Rozak telah
menceritakan kepada kami, Israil mengabarkan kepada kami, dari Simak, dari
Abdurrahman bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata : Nabi shalallahu alaihi
wasalam bersabda :
“Barangsiapa yang membantu kaumnya
dalam berbuat kedholiman, maka ia seperti orang yang jatuh ke dalam sumur yang
ditarik dengan ekornya.” (HR Al-Hakim)
AlHafiz Abu Bakar AlBazzar mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Muhammad Abu Syaibah
AlKuti. telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Isa ibnul Mukhtar, dari Ibnu Abu Laila. dari Fudail
ibnu Amr, dari Abu Wail, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam pernah bersabda :
ألدَّالُّ
عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعَلِهِ
“Orang yang menunjukkan (orang lain) kepada
perbuatan yang baik, sama pahalanya) dengan pelaku kebaikan itu.” [5]
Kemudian AlBazzar mengatakan bahwa kami
tidak mengetahuinya meriwayatkan hadis kecuali dalam sanad ini. Menurut kami,
hadis ini mempunyai syahid (bukti) dalam kitab sahih, yaitu :
مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنِ اتَّبَعَهُ
اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ
عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ أَثَامِ مَنِ اتَّبَعَهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa yang mengajak ke jalan
petunjuk, baginya pahala semisal dengan semua pahala orangorang yang
mengikutinya sampai hari kiamat; hal tersebut tanpa mengurangi pahala mereka
barang sedikit pun. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, baginya
dosa yang semisal dengan semua dosa orangorong yang mengikutinya sampai hari
kiamat: ha! tersebut tanpa mengurangi dosadosa mereka barang sedikit pun.”
Abui
Qasim AtJabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ishaq ibnu
Ibrahim ibnu Zuraiq AlHimsi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Anu ibnul Haris, dari Abdullah ibnu Salim, dari
'AzZubaidi yang mengatakan, "Abbas ibnu Yunus pernah mengatakan bahwa
Abui Hasan Namran ibnu Sakhr pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam telah bersabda :
مَنْ
مَشَى مَعَ ظَالِمٍ لِيُعِيْنَهُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ ظَالِمٌ فَقَدْ خَرَجَ
مِنَ الْإِسْلَامِ
“Barang siapa yang berjalan bersama
orang yang zalim untuk membantunya, sedangkan dia mengetahui kezalimannya, maka
sesungguhnya dia telah keluar dari Islam.”
[6]
Motivasi
Untuk Melakukan Tolong-Menolong :
· Mencari
ridho Allah.
· Mencontoh
akhlak Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, karena Rasulullah adalah pribadi
yang semangat melakukan tolong menolong dalam kebaikan.
· Mengharapkan
pahala yang lebih banyak.
· Dengan
tolong menolong maka lebih aman dari tipu daya musuh.
Hal-hal
Yang Dapat Menguatkan Tolong-Menolong :
1.
Jujur.
2.
Sabar.
3.
Akhlaq Mulia.
4.
Berlemah Lembut.
5.
Hilm (menahan diri
untuk melampiaskan amarah walaupun mampu) dan Tidak Tergesa-gesa.
6.
Tawadhu’.
7.
Menjauhi Tujuan
Duniawi.
Perkara
Yang Berkaitan Dengan Tolong Menolong :
1.
Najwa (pembicaraan
rahasia), Hukum asal najwa adalah haram. Allah berfirman : “Tidak ada kebaikan dari banyak
pembicaraan rahasia, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang)
bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia.” (QS An Nisa’: 114)
2.
Medan-medan tolong
menolong sangat banyak, contohnya tolong menolong bersama para da’i dalam
dakwah, tolong menolong dengan pemerintah, menasehati orang yang salah,
membantu dan memenuhi keperluan orang lain.
3.
Menghalangi orang
yang tolong menolong dalam kebaikan adalah dosa yang sangat besar. Bahkan bisa
termasuk menghalangi manusia dari agama Allah.
Perkara
Yang Menghalangi Dari Tolong Menolong :
1.
Kebencian atau Permusuhan
Sebagian orang mengatakan bahwa kebencian atau permusuhan
menghalagi dari tolong menolong. Bagaimana saya bisa berkerja sama dengan orang
yang ada masalah denganku? Sebenarnya adanya permasalahan tidak menghalagi dari
kerjasama, Allah berfirman : “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” (QS Al Ma’idah: 2)
2.
Adanya kesalahan
Adanya kesalahan pada seseorang tidak menghalangi dari tolong
menolong. Karena setiap orang pasti punya salah. Kita tolong menolong dalam hal
yang baik saja bukan pada hal yang tidak benar.
3.
Adanya hajr
Pada dasarnya hajr atau memboikot dilarang dalam Islam
kecuali karena hal yang dibenarnya. Alasan hajr dibenarkan: ada manfaat bagi
yang dihajr, bagi yang menghajr atau bagi manusia.
4.
Adanya celaan
III.
Penutup
Sebagaimana penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa
tolong menolong dalam hal kebaikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi
kehidupan sehari-hari, dan juga memiliki manfaat, diantaranya menguatkan
hubungan antara sesama muslim, adapun tolong menolong dalam perbuatan maksiat
adalah haram, dan akan mendapat dosa sehingga tolong menolong dalam perbuatan
maksiat adalah dilarang.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Thalhah, Ali bin. Tafsir Ibnu Abbas.
Jakarta. Pustaka Azzam. 2012.
Abul
Fida’, Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi.
E-book Tafsir Ibnu Katsir Juz 6. Bandung.
Sinar Baru Algensindo. 2000.
Al-Qurthubi.
Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta Selatan.
Pustaka Azzam. 2008.
Ibnu
Mas’ud. Tafsir Ibnu Mas’ud. Jakarta.
Pustaka Azzam. 2009.
Tim
Baitul Kilmah. Ensiklopedia Pengetahuan
Al-Qur’an dan Hadis Jilid 6. Jakarta. Kamil Pustaka. 2013.
http://ukhuwahislamiah.com/tolong-menolong-dalam-kebaikan-syaikh-syatsry-video/
(di akses pada tanggal 26/10/2014)
[1] Tim Baitul
Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan
Al-Qur’an dan Hadis Jilid 6, (Jakarta: Kamil Pustaka, 2013) hal 22-23
[4] Abul Fida’,
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, E-book Tafsir Ibnu Katsir Juz 6, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2000) hal 173-175
[5] Ibnu Mas’ud,
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Mas’ud, (Jakarta :
Pustaka Azzam, 2009) hal 454-455
[6] Abul Fida’,
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi... hal
176-177
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon