I. Pendahuluan
Islam bukan hanya mengajari ibadah sholat, puasa,
dan haji. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Segala aspek dalam
kehidupan ini dibahas oleh Islam. Termasuk bercocok tanam, yang sebenarnya
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Bertani, berkebun, dan bercocok tanam belakangan
memang diterpa dengan bermacam bentuk ancaman. Industrialisasi, misalnya.
Perkembangan industri yang cukup pesat turut menggeser profesi tani. Bertani
yang dulu “seksi” saat ini tak lagi diminati.
Belum lagi, diperburuk dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang kurang berpihak kepada para petani tersebut. Padahal, profesi
petani, terutama dengan budi daya tanaman-tanaman produktif, sangat mulia.
Islam memposisikan bertani dan berkebun sebagai pekerjaan yang terhormat.[1]
II.
Pembahasan
Hadis no.1001 dalam kitab
Lu’lu’u wal Marjan.
حديث انس
رضي الله عنه, قال: قال رسول الله صلعم : ما من مسلم يغرس غرسا او يزرع زرعا
فياءكل منه طير او انسان او بهيمة الا كان له به صدقة . اخرجه البخاري[2]
Hadisnya
Anas ra. Beliau berkata, Rasul bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang menanam pohon atau
menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia
akan mendapatkan pahala karenanya.” (Al Bukhari)
Läê÷uätsùr& $¨B cqèOãøtrB ÇÏÌÈ óOçFRr&uä ÿ¼çmtRqããu÷s? ÷Pr& ß`øtwU tbqããͺ¨9$# ÇÏÍÈ öqs9 âä!$t±nS çm»oYù=yèyfs9 $VJ»sÜãm óOçFù=sàsù tbqßg©3xÿs? ÇÏÎÈ
63. Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.
64.
kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?
65.
kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka
jadilah kamu heran dan tercengang.
ayat
diatas menunjukkan diperbolehkannya bercocok tanam, sedangkan dalam hadis
menunjukkan keutamaan bercocok tanam.
Ibnu
munir berkata: Imam Bukhari telah berisyarat diperbolehkannya bercocok tanam,
adapun orang-orang yang melarangnya, sebagaimana hadis dari umar, itu ketika
orang sibuk bercocok tanam, dengan tujuan untuk lari dari peperangan dan
lainnya, dari amal-amal yang di perintah syara’.[3]
Maksud
dari “tidaklah seorang muslim,”
dikecualikan orang-orang kafir, karena susunan pada hadis tersebut
menggunakan “shodaqoh”, dan yang dikehendaki dengan shodaqoh adalah pahala di
akhirat dan tertentu pada orang-orang muslim.[4]
Dhohirnya
hadis tersebut menunjukkan bahwa pahala itu bagi orang yang mengerjakan proses
menanam dan meskipun kepemilikan pada orang lain.[5]
sedangkan dalam
riwayatnya imam Muslim:
وفي روايةِ مُسلمٍ : مَا مِن مُسلمٍ يَغرِسُ غَرْسًا إلا كان ما أُكِلَ منهُ لهُ صَدَقةٌ وما سُرِقَ مِنهُ لهُ صَدَقةٌ وما أَكَلَ السّبُعُ فهوَ له صدَقةٌ وما أَكلَتِ الطّيرُ فهوَ له صدَقةٌ ولا يَرْزَؤه أحدٌ إلا كانَ لهُ صَدقةٌ.
“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa
yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari
tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu
dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Muslim Hadits no.1552)
Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Pada hadits-hadits ini terdapat petunjuk tentang
keutamaan bercocok tanam dan betani. Pahala sorang petani terus mengalir hingga
Hari Kiamat, selama pohon dan tumbuhan yang ia tanam atau kegunaannya masih
bisa dimanfaatkan. Dan sebelumnya, para ulama juga telah berselisih pendapat
tentang mata pencaharian yang paling bagus dan utama. Ada yang berpendapat
bahwa yang paling utama adalah perdagangan. Ada pula yang berpendapat bahwa
perkerjaan paling utama ialah industri. Ada lagi yang mengatakan bahwa
pertanian adalah yang paling utama, dan pendapat inilah yang lebih benar.”
[Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi 5/396][6]
وفى رواية
لمسلم ايضا , الا كان له صدقة الى يوم القيامة
Konsekuensinya,
bahwa pahala itu terus menerus selagi tanaman itu dapat dimakan meskipun orang
yang menanamnya sudah meninggal dan meskipun kepemilikannya pindah ke orang
lain.[7]
III.
Penutup
Menanam pohon, bertani, dan
menanam tanaman yang lain, memiliki banyak manfaat serta demi kebutuhan
manusia. Untuk itu Islam sangat memulyakan orang-orang yang mau melakukannya.
Itu sebagai bukti bahwa islam bukan hanya mengurusi masalah ubudiyah, melainkan
termasuk masalah kemanusiaan, dan berhubungan dengan alam. Islam seharusnya
memang rahmatan lili alamin.
Referensi:
Muhammad Fuad Abdul Baqi, lu’lu’u
wal marjan, juz 2, (Beirut: Darul Fikr, tt.)
Al- Askolani, Ibnu hajar, Fathul Bari, juz 6
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon