I.
PENDAHULUAN
Adapun 4 perkara yang akan ditanya
pada hari Kiamat, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah yaitu: Mengenai
Umurnya, ia Habiskan dalam hal apa? Tentang masa mudanya, Untuk apa ia
gunakan ? Tentang Hartanya, Darimana ia dapatkan dan dikemanakan harta
tersebut (dibelanjakan)? Tentang Ilmunnya, Apakah ia telah mengamalkannya?
Al-Qur’an
menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan
berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian
khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari
kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam
kehidupannya terutama di dalam Islam.
Setiap
manusia memerlukan adanya harta, ia adalah penopang bagi kehidupan di dunia.
Selain itu ia juga menjadi penolong sekaligus beban bagi para pemiliknya di
akhirat kelak. Tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan harta. Bahkan
seseorang rela pergi pagi pulang petang hanya untuk mendapatkan harta. Tidak
jarang terjadi pertengkaran dan nyawa melayang hanya karena memperebutkan
harta. Harta adalah cobaan (fitnah) bagi manusia (QS Ath-Taghaabun : 15),
dengan harta seseorang bisa masuk surga dan dengan harta pula seseorang dapat
terjerumus ke dalam neraka.
Lantas,
bagaimana eksistensi harta menurut perspektif Al-Qur'an ? Makalah ini berusaha
untuk merangkum pandangan Al-Qur'an terhadap harta (kajian Tafsir Tematik).
Ternyata eksistensi harta dalam perspektif Al-Qur'an tidak sekadar alat pemuas
kebutuhan hidup, lebih dari itu ia adalah wasilah yang telah
Allah ta'ala ciptakan yang bisa menjadi nikmat atau laknat bagi para
hambaNya.
II.
A.
PENGERTIAN HARTA
Harta dikatakan mal, karena
selamanya cenderung kepadanya dan akan hilang. Yusuf al-Qaradawi menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali
oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. [1]
Harta atau kekayaan yang dimaksud dalam
makalah ini adalah terjemahan dari kata al-mâl. Dengan demikian, salah
satu bagian dari makalah ini akan menelusuri kata al-mâl dalam
lembaran-lembaran mushhaf Alquran. Namun sebelum itu, terlebih
dahulu akan dibahas makna kata ini dalam kamus-kamus bahasa.
Dalam al-Munjid kata al-Mâl (bentuk
jamaknya, al-amwâl), diartikan sebagai “Segala sesuatu yang kamu miliki
(mâ malaktahu min jamî’ al-syyâ`).” Orang Arab perkampungan biasa
memakai kata ini untuk menunjukan binatang ternak atau binatang untuk
kendaraan, seperti unta dan kambing. Bentuk mudzakar atau mua`annats dari
kata ini sama saja, yakni al-mâl Dalam al-Mu’jam al-Wasîth, ia
dimaknai, “Segala yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok berupa kekayaan,
atau barang perdagangan, rumah, uang atau hewan atau lainnya.”[2]
Dari beberapa arti yang diberikan oleh
kamus bahasa di atas, tidak keliru sekiranya kita sepakat untuk mengartikan
kata “al-mâl” dengan “harta benda atau kekayaan.” Kata al-mâl dalam
Alquran disebut tidak kurang dari 86 kali. Kata ini disebutkan Alquran dalam
dua bentuk. Pertama, dalam bentuk tidak disandarkan kepada kataganti (ghair
mudhâf ilâ dlâmir), seperti al-mâl, mâlan, al-amwâl dan amwâlan (32
kali). Kedua, disandarkan kepada kataganti, seperti mâluhu, mâliyah,
amwâlukum dan amwâluhum (54 kali).[3]
B.
KONSEP
HARTA DALAM AL-QUR’AN
Eksistensi harta menurut
perspektif al-Qur’an di antaranya yaitu:
1.
Harta Merupakan
Titipan Dan Amanah
Sekalipun harta merupakan milik dan ciptaan Allah, tetapi Allah
memberi mandat dan kekuasaan kepada manusia untuk menggunakan dan memanfaatkan
sebagai titipan dan amanah, serta sekaligus mendistrinbusikan harta yang
diperoleh kepada yang berhak. [4]
seperti tersermin dalam firman-Nya Surat Al-Hadid: 7
آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ
فَالَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamuyang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar. (Q.S. Al-Hadid: 7)
Dari ayat di atas terdapat 3 hal yang patut
kita ketahui, pertama ,segala
sesuatu yang ada di jagat raya ini termasuk
apa yang ada di dalamnya, mutlak dan murni milik Allah. Kedua, manusia
hanya diberi amanat dan kekuasaan sebagai wakil untuk mendistribusikan kepada
yang berhak. Ketiga, seyogyanya pemilik harta itu tidak boleh bakhil terhadap
hartanya, karena harta itu merupakan titipan dan amanah dari Maha Pemilik harta
tersebut.
Tafsir
Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 188
ولا
تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من أموال الناس
بالإثم وأنتم تعلمون
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kalian mengetahui”. QS Al-Baqarah ayat
188
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan
bahwa asbab An-nuzul ayat ini adalah seperti yang diketengahkan oleh
Ibnu Abi Hatim dan Sa'id bin Jubair, katanya " Umru-ul Qeis bin 'Abis dan
Abdan bin Asywa' Al-Hadrami terlibat dalam salah satu pertikaian mengenai tanah
mereka, hingga Umru-ul Qeis hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Maka
mengenai dirinya turunlah ayat "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil" QS Al-Baqarah
ayat 188.[5]
Lafadh الباطل dalam ayat ini adalah lawan
dari Al-Haq (kebenaran), ia bermakna segala sesuatu yang tidak sesuai
daengan syariah Islam, baik berupa mengambil harta orang lain, memanipulasi
dalam perdagangan, melakukan praktek riba dan hal-hal lainnya yang dilarang
oleh Islam. Adapun yang dimaksud dengan تدلو adalah memberikan kepada hakim uang suap untuk
menyelesaikan perkaranya dengan cara yang batil hingga sampailah apa yang
diharapkan yaitu mengambil harta orang lain. Sedangkan lafadh بالإثم adalah dengan cara menyuap, persaksian palsu dan sumpah
palsu agar hakim dapat memutuskan perkaranya dengan cara yang batil walaupun
kelihatannya benar.[6]
Ayat ini secara khusus menyebutkan mengenai
haramnya memakan harta sesama muslim dengan cara yang tidak dibenarkan syariat
Islam Karena sesungguhnya setiap manusia yang telah bersyahadat, darah, harta
dan kehormatanya haram untuk dilanggar. Dalam ayat yang lain juga secara tegas
dikatakan:
ياأيها
الذين ءامنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم
ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian. Dan janganlah kalian
membunuh diri kalian; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”QS An-Nisaa ayat 29.
Pelarangan memakan harta dalam ayat di atas masih
bersifat umum, sehingga ada beberapa ayat lain yang mengkhususkan pada satu
sisi lainnya, seperti larangan untuk memakan harta anak yatim secara
batil:
إن الذين
يأكلون أموال اليتامى ظلما إنما يأكلون في بطونهم نارا وسيصلون سعيرا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). “QS An-Nisa’ ayat 10.
Kekhususan haramnya memakan harta anak yatim
menunjukan keharaman yang lebih keras manakala pemilik harta yang kita ambil
adalah orang-orang yang lemah. Sementara hadits Nabi banyak sekali
yang melarang bagi setiap muslim untuk memakan harta saudaranya dengan cara
yang batil diantaranya adalah dari Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu dia berkata,
telah bersabda Rasulullah SAW. "Tidak halal darah seorang muslim
kecuali karena tiga sebab : seorang yang beristri / bersuami yang berzina,
orang yang membunuh dan orang murtad yang keluar dari agamanya dan memisahkan
diri dari Al-Jama'ah " HR Muslim.[7]
Ibnu Abbas merinci makna بالباطل yaitu dengan jalan kedzaliman seperti merampok, mencuri,
mengingkari janji dan lain sebagainya.[8] Hal
ini juga disebutkan oleh Imam Jalalain dalam tafsirnya.[9]
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa haram hukumnya
memakan harta sesama muslim dengan cara yang batil, seperti mencuri, merampok,
mengambil tanpa izin, menyuap (riswah) dan lain sebagainya. Karena hal itu
berarti melanggar hak seorang muslim, karena harta seorang muslim itu tidak
boleh dilanggar, sebagaimana sabdanya :
كل
المسلم علي المسلم حرام دمه وعرضه وماله
“Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya,
kehormatannya dan hartanya.”[10]
2.
Harta Sebagai
Hiasan Hidup (Perhiasan Dunia)
Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk
memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Seperti dalam firman-Nya, Surat Ali
Imran: 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ } [آل عمران: 14] .
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali Imran: 14)
Ayat ini termasuk
ayat-ayat Madaniyyah, karena diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah. Makna
kata زين للناس حب الشهوات yaitu
menjadikan kecintaan pada jiwa mereka pada sesuatu tanpa melihat adanya
kejelakan dan cela padanya. Selanjutnya الشهوات adalah keinginan yang bersifat alami, seperti nafsu makan
dan minum. Sedangkan kata والقناطير المقنطرة bermakna harta yang banyak, bentuk mufradnya
adalah القنطار yang
bisa berarti seribu'uqiyah emas. Satu 'Uqiyah adalah 12 Dirham
atau sekitar 28 gram emas. والخيل المسومة berarti adalah kuda-kuda pilihan yang dijadikan tunggangan
dalam peperangan. والأنعام yaitu
binatang ternak semisal sapi, kambing onta dan lain-lain, adapun والحرث adalah sawah ladang sebagai tempat pertanian.[11]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy menyatakan
bahwa Allahta'ala mengkhabarkan kepada kita bahwa Dia telah menghiasi bagi
manusia kecintaan kepada dunia, khususnya pada harta benda yang telah
disebutkan dalam ayat ini, karena semua itu adalah sebesar-besar syahwat
(keinginan) sedangkan yang lainnya hanya mengikutinya.[12]
Imam Ath-Thabary
menyatakan bahwa manusia berbeda pendapat mengenai siapakah yang menjadikan
tampak indah perhiasan dunia ini, sebagian golongan berpendapat bahwa Allah-lah
yang menjadikan hal itu, dan ini adalah dhahir dari ucapan Umar bin
Khatab seperti yang disebutkan oleh Imam Bukhary. Dalam ayat yang lain
disebutkan : "إنا جعلنا ما على الأرض
زينة لها" “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi
sebagai perhiasan baginya”, QS Al-Kahfi ayat 7. Sementara golongan yang
lain berpendapat bahwa yang menjadikan indah perhiasan dunia itu adalah
Syaithan.[13]
Dalam
ayat ini disebutkan beberapa jenis dari harta benda yang manusia sangat
menyukainya, di antaranya yaitu emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang ternak
dan sawah ladang. Dalam ayat yang lain disebutkan juga mengenai harta
benda tersebut :
وأورثكم
أرضهم وديارهم وأموالهم وأرضا لم تطئوها وكان الله على كل شيء قديرا
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah,
rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu
injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. QS Al-Ahzab ayat 27.
Dari ayat di atas dapat kita ambil
kesimpulan bahwa emas dan perak adalah masuk ke dalam salah satu jenis harta
kekayaan, Begitu juga tanaman-tanaman yang ada di kebun serta tanah-tanah,
rumah-rumah adalah termasuk harta benda yang diakui dalam Al-Qur'an. Semua
jenis harta tersebut adalah perhiasan hidup bagi manusia, sehingga hukum
asalnya boleh untuk memanfaatkannya di jalan kebaikan. Karena ia
merupakan fitrah atau tabiat manusia.
3. Harta Sebagai
Fitnah Ujian Keimanan
Harta merupakan nikmat dari Allah yang dengannya Dia menguji
pemiliknya, apakah bersyukur atau kufur. Karena itu Allah menyebut harta
sebagai fitnah, yaitu ujian dan cobaan. Allah berfirman dalam Surat Al-Anfal:
28
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
“Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Dan
sungguh, di sisi Allah pahala yang besar.”(Q.S.
al-Anfal: 28)
Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Di sisi Allah lah pahala yang
besar. (Q.S.
At-Taghabun: 15)
Fitnah harta sering
kali tidak dapat dirasakan oleh para pemiliknya, maka pengulangan ayat yang
senada tersebut merupakan peringatan bagi orang-orang yang dianugerahi harta
olehNya. Dalam ayat yang lainnya disebutkan :
لتبلون
في أموالكم وأنفسكم ولتسمعن من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم ومن الذين أشركوا أذى
كثيرا
وإن تصبروا وتتقوا فإن ذلك من عزم الأمور
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta dan
diri kalian. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang
yang diberi Kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan
Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kalian bersabar dan
bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.” QS Ali Imran ayat 186.
Ayat ini menyebutkan bahwa ujian itu bisa dalam bentuk
banyaknya harta, sehingga banyak di antara manusia yang memiliki banyak harta
justru semakin menjauhkan dirinya dari jalan Allah ta'ala. Sebaliknya
jika sang pemilik harta bersabar dan dapat menggunakan hartanya dengan
sebaik-baiknya maka kebahagiaanlah yang akan ia dapat.
Dari beberapa ayat di atas secara jelas
menunjukan kepada kita bahwa harta itu adalah sebagai salah satu ujian bagi
seorang hamba. Hal ini diperkuat oleh hadits Nabi yang menyebutkan bahwa
fitnahnya umat Islam adalah harta:
عَنْ
كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ سَمِعْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
(قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
صَحِيحٌ غَرِيبٌ)
Dari Ka'ab bin 'Iyyadh telah berkata, aku mendengar
Nabi bersabda "Sesungguhnya bagi setiap umat ada fitnah (ujian)
nya dan fitnah bagi umatku adalah masalah harta".[14]
'Adnan Ath-Tharsyah
menyatakan bahwa para pemilik harta tidaklah gembira dan selamat dari segala
masalah, akan tetapi dia juga akan mendapatkan berbagai masalah dengan harta
dalam kehidupannya, karena ujian tidak hanya berupa kejelekan akan tetapi juga
bisa berupa kebaikan, sebagaimana firmanNya :
كل نفس ذائقة الموت ونبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون
“Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” QS Al-Anbiya ayat 35.
Demikianlah harta pada
dasarnya bagai pisau belati bermata dua, ia bisa bermanfaat bila digunakan di
jalan kebaikan dan bisa menjadi adzab bila pemiliknya membelanjakannya
bertentangan dengan syari'ahNya. Harta akan menjadi sebuah nikmat ketika
dimanfaatkan oleh orang-orang shalih sebagaimana Sabda Nabi :
نعم المال الصالح للمرء الصالح . رواه أحمد
“Sebaik-baik harta
adalah yang ada pada seorang yang Shalih.” HR Ahmad.
Ibnu Abbas berkata
dalam tafsirnya bahwa makna dari kata ونقص من
الأموال adalah
hilangnya harta.[15] Hal ini seperti
juga disebutkan Ibnu Katsir yang menyebutkan dalam tafsirnya bahwa
Allah ta'ala memberikan cobaan, serta ujian kepada hamba-hambanya
berupa kekurangan harta benda serta rasa takut terhadap musuh, sebagaimana
firmanNya :
{ فأذاقها الله لباس الجوع والخوف }
“Karena itu Allah merasakan
kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat”. QS An-Nahl 112.
Kelaparan karena kurangnya harta dan ketakutan adalah
sebuah ujian yang tampak nyata di hadapan mereka, dalam makna lain bahwa mereka
akan melihat kelaparan sebuah sesuatu yang menyakitkan. Sedangkan orang-orang
yang beriman meyakini bahwa hal ini adalah sebuah cobaan dari Allah. Lafadh (ونقص من الأموال والأنفس والثمرات ) berarti hilangnya atau berkurangnya harta benda mereka.
Sementara itu Bakar bin Jabir Al-Jazairy
dalam Aisar At-Tafasir menyebutkan makna dari kalimat ولنبلونكم yaitu Allah ta'ala memberikan ujian dan cobaan
kepada para hambaNya agar dapat diketahui siapa yang termasuk orang-orang yang
lemah dan orang-orang yang kuat imannya.[16]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy
dalam tafsirnya menyatakan mengenai lafadz ونقص من الأموال yaitu kekurangan harta yang mencakup segala bentuk
kekurangan harta seperti kehilangan, tenggelam, diambil secara paksa oleh
penguasa, dirampok dan lain sebagainya.[17]
Makna ولنبلونكم bisa juga bermakna Al-Ibtila' atau ujian, yang
berupa rasa takut terhadap musuh dan kelaparan karena kekurangan harta benda
dikarenakan terjadinya perang yang mengakibatkan berkurangnya jumlah manusia
meninggalnya anak-anak dan kerabat, semua itu adalah ujian dari
Alllah ta'ala bagi manusia agar menjadi jelas mana orang yang beriman
dan mana orang yang ingkar.
Khitab dalam ayat ini adalah para
shahabat Nabi, namun ayat ini berlaku umum pada seluruh umat Islam. Di akhir
ayat ini Allah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, yaitu
orang yang apabila tertimpa musibah mereka bersabar. Beberapa hukum yang dapat
diambil dari ayat ini adalah bahwa harta sebagai amanah yang diberikan
oleh Ar-Razaq terkadang menjadi bala' bagi kita, bisa
karena kekurangan harta, atau kelebihan harta yang tidak digunakan sesuai
dengan syariatNya. Agar harta tersebut menjadi sebuah karunia yang bermanfaat
bagi kita baik di dunia maupun di akhirat maka kita harus melaksanakan hak-hak
dari harta tersebut, seperti mengeluarkan zakat serta berinfak dengannya.
Selain itu, ujian dengan adanya harta dapat dijadikan sarana untuk melaksanakan
semua syariahNya. Hal ini dilakukan dengan cara pengelolaan harta secara
sistematis dalam bingkai syariah Islam.
4.
Harta Sebagai
Bekal Ibadah
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ
وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ
اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Di ayat
yang lain juga dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 195.
وأنفقوا
في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. QS Al-Baqarah ayat
195.
Imam Ibnu Katsir membawakan perkataan Imam
Bukhary dalam menafsirkan ayat ini katanya bahwa ayat ini turun berkenaan
dengan masalah nafkah.[18] Sementara
dalam Tafsir Jalalain disebutkan riwayat dari Abu Daud dan Thirmidzi yang
dinyatakan sah riwayatnya oleh Ibnu Hibban, Hakim dan lain-lain, dari Abu Ayyub
Al-Anshary, katanya "Ayat ini diturunkan kepada kita
dari golongan Anshar, yaitu tatkala Allah menjadikan Islam sebagai
agama yang jaya hingga para penyokongnya tidak sedikit jumlahnya, berkatalah
sebagian kita pada yang lain secara rahasia bahwa harta benda kita telah habis dan
Allah telah mengangkat agama kita menjadi jaya, maka sekiranya kita
mempertahankan harta benda itu, lalu menggantinya mana yang telah habis
…..! Maka turunlah ayat menolak pendapat dan rencana ini "Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." Sampai akhir ayat. Ibnu Abbas menafsirkan
ayat ini dengan menyatakan "Infakkanlah harta-hartamu dijalan Allah yaitu
jalan ketaatan padaNya, dan janganlah kalian menahan tangan-tangan kalian untuk
memberikan infak di jalan Allah yang berakibat kalian akan celaka….[19]
Makna kata وأنفقوا في سبيل الله adalah hendaklah kalian berinfak di jalan Allah dengan
harta-harta kalian. Karena salah satu fungsi dari harta adalah untuk
meninggikan syariatNya, yaitu dengan cara menginfakkan di jalanNya. Mengenai
hal ini banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kepada kita untuk berinfak
dengan harta-harta kita, diantaranya adalah “Dan belanjakanlah sebagian dari
apa yang telah Kami berikan kepadamu”. QS Al-Munafiqun ayat 10.
Masih banyak lagi ayat-ayat yang
memerintahkan kepada kita untuk memberi nafkah dan berinfak di jalanNya. Semua
itu menunjukan bahwa fungsi harta yang kita miliki adalah memberikannya kepada
orang-orang yang berhak atasnya. Mengenai makna kalimat وأحسنوا maka ia bermakna perbuatan kebajikan yang dilakukan
oleh setiap muslim, terutama berkaitan dengan ke mana harta itu dibelanjakan,
apakah digunakan di jalanNya ? atau untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan
perbuatan dosa. Makna kebajikan secara lebih luas lagi adalah komitmen kita
sebagai seorang muslim terhadap syraiat
Allah ta'ala.
Dari ayat dan hadits-hadits di atas dapat
disimpulkan bahwa harta yang kita miliki mempunyai hak yang harus kita
laksanakan yaitu dengan adanya zakat dan infak yang ada di dalamnya. Zakat
dilaksanakan ketika harta tersebut sudah
sampai nishab dan haul dengan ketentuan yang telah
disebutkan oleh para ulama, sedangkan infak adalah sesuai dengan kemampuan
kita, mengenai infak juga telah disebutkan oleh Nabi dengan sabdanya:“Sesungguhnya
pada setiap harta (seseorang) ada hak (orang lain) selain zakat”.
HR Tirmidzi.
C.
Cara Memperoleh
Dan Menggunakan Harta Dalam Al-Qur’an
1.
Berusaha
dan bekerja dengan sungguh-sungguh
Bekerja merupakan fitrah dan sekaligus
merupakan identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan dan didorong oleh
semangat iman, bukan saja menunjukkan kepribadian seorang muslim, tetapi
sekaligus meninggikan mmartabat dirinya sebagai khalifah di bumi ini.
Amal shaleh di dalam al-Qur’an dalam
berbagai bentuk kosa katanya terulang sebanyak 351 kali, yang memberikan
isyarat pentingnya beramal, bekerja dan beraktivitas sehingga terbentuk dan
terciptalah kemajuan dan peradaban.[20]
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat
yang menganjurkan untuk berusaha dan bekerja sungguh-sungguh. (al-Ankabut: 69).
Berusaha dan bekerjalah, Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan mengevaluasi
pekerjaanmu (at-Taubah: 105). Bekerjalah sesuai dengan potensi dan kemampuanmu masing-masing
(az-Zumar: 39). Apabila kalian telah menunaikan salat Jum’at, maka
bertebaranlah di atas bumi ini mencari karunia Allah (al-Jumu’ah: 10).
Berjalanlah di seluruh pelosok bumi ini dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya (Al-Mulk:
15). [21]
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا
وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُور
Dialah
yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya
lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS.
al-Mulk: 15)
Menurut Quraish Shihab, paling tidak ada
dua pesan moral: 1) ayat ini menjelaskan bumi dimudahkan Allah untuk dihuni
manusia, antara lain dengan menciptakannya berbentuk bulat, akan tetapi
meskipun demikian ke mana pun kakinya melangkah ia mendapatkan bumi terhampar.
2) di mana-mana ia dapat memperoleh sumber makanan atau rezeki. Kata zalulan
terambil dari akar kata zalala yang berarti rendah/hina dalam bentuk
zalulan berarti yang penurut, ditundukkan sehingga menjadi mudah.
Jadi Allah SWT telah memerintahkan bumi
agar tunduk sehingga mudah dikelola, diatur, dikuasai, dipelihara, dan
dilestarikan, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk berpangku tangan,
berdiam diri di rumah menunggu datangnya rezeki. Kemudian kata kunci
selanjutnya, yaitu famsyudan kullu. Lafadz kullu diletakkan
setelah famsyu , hal ini menunjukkan karunia Allah akan diperoleh jika
telah berupaya mencari rezeki.[22]
2.
Memperhatikan
hal-hal yang perlu dihindari dalam mencari harta
Jangan memakan harta dengan cara batil
ﻴٰﺎ
َﻴُّﻬَﺎﺍﻠّﺬِﻴْﻦَ ﺍٰﻤَﻨُﻭﺍ ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَﻜُﻢْ ﺒَﻴْﻨَﻜُﻢ ﺒِﺎ ﻠْﺒَﺎﻄِﻞِ ﺍِﻻﱠ
ﺃﻦْ ﺘَﻜُﻮﻦَ ﺘِﺠَﺎﺮَﺓً ﻋَﻦْ ﺘَﺮَﺍﺾٍ ﻤِّﻧْﻜﻢْ ۚ
ﻮَﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ
ﺃﻧﻔﺴﻜﻢۚ ﺇﻦﺍﷲ ﻜﺎﻦﺑﻜﻢ ﺮﺤﻴﻤﺎ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.
An-Nisa’: 29)
Jangan
makan riba
Ø يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali
Imran: 130)
Jangan Suap Menyuap
ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من
أموال الناس بالإثم وأنتم تعلمون
dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (QS.
Al-Baqarah: 188)
Jangan Mencuri
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ
اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.
Al-Mai’idah: 38)
Jangan Berjudi
يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ
مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا
يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ
تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. “(QS.
Al-Baqarah: 219)
III.
KESIMPULAN
Di dalam
Al-qur’an telah di jelaskan bahwa hanya milik Allah lah segala yang ada di
dunia begitupun pada harta yang kita miliki, manusia hanyalah sebagai
pengelola. Tujuan dalam memiliki harta pun tidak lain yang utama adalah untuk
menambah ketakwaan kepada-Nya, dan dalam aspek sosial agar mendistribusikan
kekayaan yang di miliki karna dalam harta kita ada bagian milik orang lain yang
membutuhkan, agar harta itu tidak beredar pada orang-orang kaya saja.
Eksistensi harta dalam Al-Qur'an berkaitan erat dengan
segala hal yang disebut sebagai harta di dalamnya. Selain itu ia juga berkaitan
dengan hikmah diberikannya harta kepada manusia, terkadang ia menjadi nikmat,
namun tidak jarang menjadi ujian. Makna harta (al-mal) dalam Al-Qur'an
adalah segala sesuatu yang memiliki nilai guna bagi manusia, baik berupa materi
ataupun manfaat. Dari pembahasan ini Harta bisa sebagai
fitnah (ujian) bagi manusia (Q.S.Al-Baqarah: 155), hiasan hidup/ perhiasan dunia (Q.S.Ali Imran: 14),
amanah (Q.S.Al-Hadid: 7), sarana untuk berbuat kebajikan/bekal ibadah
(Q.S. Al-Baqarah: 195).
IV.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
dan penulis khususnya. Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ad-Dimasyqy, Abu Al-Fida' Ismail bin
Katsir, Tafsir Al-Quran Al 'Adhim, Jam'iyah Ihya
At-Turats, Tahun 1994.
Al-Jazairy, Abu Bakar, Aisar Tafasir,
Maktabah Al-'Ulum wa Al-hikam, Madinah, Tahun 1994.
As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir, Taisir
Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, Jum’iyah Ihya
At-turats Al-Islami : Kuwait, 2003
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an
Tematik: PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT, Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Qur’an: Jakarta, 2009
Jalaluddin Al-Mahali dan Jalaludin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain Juz I, Sinar Baru Algesindo : Bandung
[1]
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2009), hlm. 2
[2]. Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam al-Wasîth,
Kairo, cet. III, vol. II, tt, h. 927.
[3]. Hassan Hanafî, Al-Dîn wa al-Tsawrah fî Mishr
(1952-1981), vol. VII (Al-Yamîn al-Yasâr fî al-Fikr al-Dînî), Maktabah
Madbûlî: Kairo, tt, h. 123
[4] Ibid,...
10
[5] Imam Jalalin, Tafsir Jalalain Jilid I, Sinar Baru Algesindo,
Bandung, 1996, hal. 196.
[6] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir, hal. 169
[7] Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Hadits Arba'in
An-Nawawiyyah.
[8] Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, hal. 26.
[9] Imam Jalalin,...Op.Cit.
hlm.100
[10] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir hal. 170
[11] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir hal. 192.
[12] Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, hal. 146
[13] Imam Ibnu Jarir Ath-Thabary, Jami' Al-Bayan.
[14] HR. Thirmidzi No. 2258
[15] Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, Daru Al-Kutub Ilmiyyah,
Beirut, 1987 hal. 22
[16] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir, Maktabah Al-'Ulum wa Al-hikam,
Madinah, Tahun 1994. hal. 133.
[17] Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam
Al-Manan, Jum’iyah Ihya At-turats Al-Islami : Kuwait, 2003
[18] Abu Al-Fida' Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Al-Quran Al-'Adhim,
hal. 310.
[19] Tanwir Al Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, hal. 27.-
[20]
Departemen Agama RI, ..., 17
[21]
Departemen Agama RI, ..., 17
[22] M.
Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah, juz 14 (Jakarta: Lentera Hati,
2002)hlm. 356
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon