I.
PENDAHULUAN
Hadits
adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber
hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini,
kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Untuk
itu haruslah cermat-cermat dalam meneria dan memahami suatu hadits.
Pada
kesempatan kali ini penulis akan membahas salah satu hadits yang
dikategorikan sebagai hadits doi’f,
disebabkan oleh perawinya. yang secara pembagiannya bermacam-macam. Yaitu: Hadits Maudhu', Hadits Matruk, Hadits Mungkar, Hadits Mu'allal, Hadits
Mudhthorib, Hadits Maqlub, Hadits Munqalib, Hadits Mudraj,
Hadits Syadz.
Akan
tetapi penulis akan mengkhususkan pada satu hadits, yaitu hadits maqlub.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Definisi
hadits maqlub.
B. Maqlubnya
hadits karena kelalaian rawinya.
C. Maqlubnya
hadits karena kesengajaan rawinya.
D. Hukum-hukum
hadits maqlub.
III.
PEMBAHASAN
A. Definisi
hadits maqlub
Al-Qalb
menurut bahasa berarti ‘memalingkan sesuatu dari jalurnya’
Menurut
istilah Muhadditsiin, hadits maqlub adalah:
والمقلوب هو الحديث الذي آبدل فيه شيئا بآخر في
السند او المتن سهوا آو عمدا
Hadits maqlub ialah hadits
yang rawinya menggantikan suatu bagian darinya dengan yang lain, baik sanad
atau matan, dan apabila karena lupa atau sengaja. [1])
Maqlubnya
suatu hadist, apabila ditinjau dari posisinya dapat diklasifikasikan menjadi
dua, maqlub dalam sanad dan maqlub dalam matan. Masing-masing dari keduanya
adakalanya terjadi dari karena kelalaian rawinya atau karena kesengajaannya.
Para muhadditsiin menaruh perhatian sangat besar terhadap kedua klasifikasi
hadits maqlub terakhir. Karena dengannya dapat diketahui mana yang dapat
diketahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, serta dapat dijadikan
dalil dalam Jarh wa Ta’dil.
B. Maqlubnya
hadits karena kelalaian rawinya.
·
Kelalaian pada sanad hadits
Seperti
matan suatu hadits diriwayatkan dengan sanad tertentu oleh rawinya sehingga ia
meriwayatkannya dengan menggunakan sanad lain.
Contohnya, hadits yang diriwayatkan
dari Ishaq bin Isa al-Thabba’, katanya:
حدثنا جرير بن حازم عن ثابت عن انس قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا آ قيمت
الصلاة فلا تقوموا حتى تروني
Meriwayatkan hadits kepada
kami Jarir bin Hasim dari Tsabit dari Anas r.a katanya Rasulullah Saw.
Bersabda: Apabila salat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri
sehingga kamu melihatku.
Ishaq
bin Isa berkata, “Kemudian saya datang kepada Hammad dan bertanya kepadanya
perihal hadits ini. Ia menjawab: Abu al-Nadhar (yakni Jarir bin Hazim) salah
duga. Sesungguhnya kami berada di majelis Tsabit al-Bananni, dan Hajjaj bin Abu
Utsman ada bersama kami. Hajjaj al-Shawwaf meriwatkan hadits kepada kami dari
Yahya bin Abu Bakar dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya bahwa
Rasulullah Saw. Berkata:
إذا آقيمت الصلاة فلا تقوموا حتى تروني
Apabila
salat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu
melihatku.
Abu
al-Nadhar menduga bahwa hadits tersebut termasuk hadits yang diriwayatkan
kepada kami oleh Tsabit dari Anas.”
Jelaslah bagaimana tertukarya suatu
sanad oleh rawinya, di mana dia telah menempatkan matan pada selain sanad yang
sebenarnya.[2])
·
Kelalaian pada matan hadits
Kadang-kadang
kelupaan juga terjadi pada penempatan suatu kata pada tempat kata yang lain
dalam matan hadits yang sama. Di antara contohnya adalah hadits riwayat Muslim
tentang “tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan Allah pada
suatu hari di mana tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya saja.” Dalam
riwayat tersebut terdapat kata-kata berikut:
.......
ورجل تصدق بصدقة فآخفاهاحتى لا تعلم يمينه ما تنفق شماله.
.... (Di antara mereka
adalah) seseorang yang bersedekah lalu menyembunyikannya, sehingga tangan
kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya.
Dalam
hadits ini terdapat kata-kata yang tertukar tempatnya oleh rawinya. Hadits yang
benar diriwayakan oleh al-Bukhari dan lainnya melalui banyak sanad dan redaksi:
حتى لا
تعلم شماله ما تنفق يمينه......................................
..........sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diberikan oleh tangan kanannya.[3])
Hukum
hadits maqlub jenis ini adalah dha’if, karena hal demikian timbul akibat kacaunya
hafalan rawinya sehingga ia memalingkannya dari yang sebenarnya. Apabila
darinya terjadi yang demikian berulang kali, maka akan mengurangi ke-dhobith-annya
dan semua haditsnya akan didhoifkan.
C. Maqlubnya
hadits karena kesengajaan rawinya.
·
Motif Ighrab (membuat hadits menjadi gharib),
sehingga banyak orang yang suka dan tertarik untuk meriwayatkan hadistnya dan
mau mengambil hadits tersebut.
Di
antara para rawi dha’if yang dikenal melakukan hal ini adalah Hammad bin ‘Amr
al-Nashibi, Ismail bin Abu Hayyah al-Yasa, dan Bahlul bin Ubaid al-Kindi.
Al-Iraqi memberi contoh hadits
maqlub jenis ini dengan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Khalid
al-Harrani dari Hammad bin ‘Amr al-Nashibi dari al-A’masy dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah, (hadits marfu’):
إذا لقيتم المشركين في طريق فلا تبدآهم بالسلام
Apabila kamu bertemu dengan
orang-orang musyrik di tengah jalan, maka jangan kalian mulai ucapkan salam
kepada mereka.
Hadits ini maqlub sanadnya. Hammad
bin ‘Amr memalingkannya dengan mengaku meriwayatkannya dari al-A’masy, padahal
telah diketahui umum bahwa hadits ini diriwayatkan dari Suhail bin Abu Shalih
dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Al-Uqaili berkata, “Saya tidak kenal
hadits ini dari al-A’masy. Hadis ini adalah dari Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya.”
Perbuatan rawi yang demikian adalah
haram, yang dapat menghancurkan sifat keadilan pelakunya sehingga tergolong
dalam kelompok orang-orang binasa yang dituduh dusta. Dan hadits yang
dipalingkannya akan tergolong di antara jenis hadis-hadis palsu.
Apabila rawi hadits tersebut
sendirian dalam periwayatannya maka pemaqluban seperti itu disebut pencurian
hadits (sirqah al-hadits); dan pelakunya disebut pencuri hadits.
Kadangkala hadits itu disebut hadits masruq (curian).[4])
·
Motif menguji dan memperkukuh hafalan muhadits
dan kesempurnaan kecerdesannya.
Seperti
halnya kejadian yang dilakukan ‘ulama-‘ulama Baghdad terhadap Imam Bukhari.
Dengan merubah 100 hadits yang tidak sesuai dengan sanad dan matan sebenarnya.
Dengan tujuan untuk mencoba ketajaman dan kekuatan ingatan Bukhari.[5])
D. Hukum-hukum
hadits maqlub.[6])
·
Jika penukarannya dimaksudkan untuk
mengasingkan, tidak diragukan lagi hal itu tidak dibolehkan, karena hal itu
sama saja dengan merubah hadits. Ini juga yang menjadi kelakuan para pembuat hadits
palsu.
·
Jika penukarannya dimaksudkan untuk menguji.
Maka dibolehkan, untuk memperkuat hafalan ahli hadits dan kelayakannya. Tetapi
disyaratkan untuk menjelaskan yang shahihnya sebelum majlisnya berakhir.
·
Jika penukarannya karena kekeliruan atau lupa,
maka tidak diragukan lagi pelakunya sudah udzur dengan kekeliruannya itu.
Namun, jika hal itu seringkali dilakukan, berarti ia telah hilang kedlabitannya
dan menjadi dha’if.
IV.
KESIMPULAN
·
Hadits maqlub ditinjau dari segi posisinya ada
dua, yaitu: maqlub sanad dan maqlub matan
·
Hadits maqlub jika ditinjau dari
penyebab ke-maqlub-annya ada dua, yaitu: pertama: disengaja, baik berupa
motif yang “baik” maupun “buruk” dan kedua: tidak sengaja, baik berupa kelupaan
atau kelalaian rawi.
·
Hukum hadits maqlub terdiri atas tiga kategori,
yaitu:
a. Jika ke-maqlub-an
hadits didasari atas motif memalsukan suatu hadits, baik sanad maupun matannya.
Maka hukumnya tidak boleh, bahkan haram melakukannya. Dan hadits semacam itu
disebut hadits maudhu’.
b. Jika ke-maqlub-an
suatu hadits didasari motif “baik,”
dicontohkan di atas dengan tujuan menguji kedhobitan rawi. Maka diperbolehkan
dengan syarat menjelaskan hadits yang semula shohih setelah pengujian selesai.
c. Jika ke-maqlub-an
suatu hadits disebabkan atas kelalaian atau lupanya rawi, maka hadits itu
dho’if dan bisa mengurangi kedhobitan suatu rawi tersebut.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, mohon saran dan kritk yang
membangun. Semoga bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
‘Itr, Nurudin, ‘Ulumul Hadits,
Bandung: 2012, PT REMAJA ROSDAKARYA.
Edi, Fitri, Ida, Makalah Hadits
Maqlub, Dosen pengampu Muhtarom: 2013
[1] Nurudin
‘Itr, ‘Ulumul Hadits, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung: 2012. Hal:
467 (Bandingkan dengan Laqth al-Durar, hlm. 79 dan catatan kaki atas
Taudhih al-afkar, 2:99)
[2] Ibd,
Nurudin ‘Itr, ‘Ulumul Hadits, Hal: 468 (Hadits yang benar
diriwayatkan oleh al-Bukhari pada bab Mata yaqamu an-Nasu idza ra’au
al-Imam, 1:125; dan Muslim, 2:101. Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dalam kitab al-‘Illal wa Ma’rifat ar-Rijal, 1:243 dan diriwayatkan
oleh At-Turmudzi dan al-Bukhari dalam kitab al-Jum’ah babal-kalam ba’da nuzul
al-imam min al-minbar, 2:395.)
[3] Ibd,
Nurudin ‘Itr, ‘Ulumul Hadits, Hal: 469 (Al-Bukhari dalam kitab
al-Jama’ah bab man jalasa fi al-Masajid...., 1:29 dan sebagainya; Muslim dalam
Zakat pasal keutamaan Sedekah, 3:93)
[4] Ibd, Nurudin
‘Itr, ‘Ulumul Hadits, Hal: 471 (Fath al-Mughits, hlm. 115.
Bandingkan dengan al-Ta’liq ‘ala Taudhil al-afkar, 2:100).
[5] Edi,
Fitri, Ida, Makalah Hadits Maqlub, Dosen pengampu Muhtarom: 2013. Hal. 6
[6]Ibd,
Edi, Fitri, Ida, Makalah Hadits Maqlub, (Mahmud Thalhan, Taisir
Musthalah al-Hadits. Terjemah Abu Fuad. Pustaka Thariqul Izzah. Bogor: 2012.
Cet. Kelima. Hal. 133-134)
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon