I.
PENDAHULUAN
Hermeneutika
merupakan usaha-usaha untuk mengartikan atau menfsiri teks-teks agar dapat
dipaham oleh kita dan orang lain. Di antara sumbangan Rudolf Bultman adalah
penerapan gagasan Haider tentang prapaham pada teologi untuk memahami sebuah teks
dengan usaha-usaha Bultman tersebut yang tidak membatasi kemungkinan memahami
teks membuat penafsiran menjadi produktif. Di sini akan diterangkan tentang
pemikiran-pemikiran Rudolf Bultman.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1. Biografi Rudolf Bultmann
2. Tulisan-tulisan Rudolf Bultmann
3. Pemikiran Teologi Rudolf Bultmann
III.
PEMBAHASAN
1. Biografi Rudolf Bultmann
Masa Muda dan Pendidikan Teologi
Bultmann adalah seorang ahli Perjanjian Baru, ahli bahasa, seorang filsuf, dan
teolog besar pada abad ke-20. Dia dilahirkan pada 20 Agustus 1884 di
Wiefelstede. Anak tertua dari seorang pendeta Evangelical Lutheran. Pendidikan
teologinya ditempuh di Jerman, yaitu di Marburg, Tubingen, dan Berlin. Dia
banyak belajar teologi biblika dan dogmatika bersama para ahli terkemuka di
Jerman.
Gelar
sarjana diberikan padanya pada tahun 1910, kemudian Bultmann diakui sebagai
mahaguru di Breslau (1912), di Giessen (1916), dan di Marburg (1921) sebagai
profesor pengajar bidang Perjanjian Baru sampai masa purnatugasnya pada tahun
1951.
Teologi
Bultmann Tentang "DEMYTHOLOGIZING" Teologi Bultmann terkenal dengan
"demythologizing". Menurutnya, manusia modern menemukan kesulitan
untuk mengerti pemberitaan Perjanjian Baru. Perjanjian Baru memunyai pandangan
dunia yang sama sekali berbeda dengan pandangan modern tentang dunia. Manusia
modern tidak dapat menerima realitas yang dibagi atas tiga bagian: alam atas
(surga), alam tengah (bumi tempat manusia dan tempat pertemuan kekuasaan ilahi
dan demonis), dan alam bawah (neraka). Manusia modern tidak percaya kepada
roh-roh dan kuasa-kuasa yang adikodrati lagi.
Manusia
modern tidak mau mendengar berita Perjanjian Baru dan mereka menjadikan
mitos-mitos sebagai skandalon (batu sandungan). Mereka tidak mau mendengarkan
berita Perjanjian Baru karena di dalamnya Allah memanggil manusia kepada
kebebasan dengan meninggalkan keadaannya yang lama.
Agar
manusia modern dapat mendengarkan berita Perjanjian Baru, maka tugas teologi
adalah menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi titik pokok berita Alkitab. Yang
diusahakan oleh teologi yaitu mencari cara menafsirkan berita Perjanjian Baru
yang dibungkus oleh mite-mite, sehingga manusia modern dapat menerimanya.
Dengan kata lain, tugas teologi adalah hermeneutika.
Dalam
metode "demythologizing"-nya, kita juga menemukan inti berita
Perjanjian Baru yang disebut dengan kerygmanya. Dalam Perjanjian Baru, kerygma
disampaikan dengan menafsirkan bentuk-bentuk mitos-mitos, yaitu mengupas
gambaran dunianya dan mengeluarkan arti yang terkandung di dalamnya. Metode ini
disebut juga dengan Interpretasi Eksistensialisme. Menurutnya, hanya dengan
demikian manusia modern dapat disapa oleh Allah.
Dalam
sisi filsafat, pandangan Bultmann banyak dipengaruhi oleh filsafat
Eksistensialisme Heidegger yang terlihat dalam konsepnya tentang percaya. Bultmann
berpendapat bahwa percaya bukan berarti menerima sejumlah kebenaran-kebenaran
teologi atau menerima begitu saja hal-hal yang tidak masuk akal. Percaya adalah
keputusan hidup dan mati. Percaya adalah suatu keputusan yang eksistensial
sifatnya dan itulah sifat dari kepercayaan Kristen.
2.
Tulisan-Tulisan
Bultmann
Bultmann
menulis beberapa karya teologi yang terkenal, seperti "Theology of the New
Testament" (1951), yang berisi tentang pernyataan lengkap tafsiran
alkitabiah Bultmann. Di tulisan selanjutnya, Bultmann meneruskan kritik
analisanya tentang sumber-sumber Perjanjian Baru. "The History of the
Synoptic Tradition" (1968) merupakan ujian yang berpengaruh terhadap
susunan Injil Matius, Markus, dan Lukas. "The Gospel of John: A
Commentary" (1971) dianggap sebagai tafsiran baru yang penting atas
kesulitan keempat Injil. Salah satu karya terakhir Bultmann, "Jesus and
The Word" (1975), adalah sebuah penyelidikan akan pengajaran Yesus yang
memberikan kepada pembaca sekilas teori teologi tentang sejarah dan penafsiran
Alkitab.
Literatur
tentang karya Bultmann juga berkembang pesat sejak akhir Perang Dunia II. Karya
Charles Kegley, ed., "The Theology of Rudolf Bultmann" (1966), berisi
uraian singkat riwayat hidup yang ditulis oleh Bultmann, esai penting tentang
tafsiran, dan kritik tentang ide-ide besarnya, yang disertai dengan jawaban
Bultmann. Karya ini juga berisi bibliografi lengkap tentang karyanya hingga
tahun 1965. Karya André Malet, "The Thought of Rudolf Bultmann"
(diterjemahkan tahun 1971), sangat komprehensif dan mudah dibaca.
Selama
rezim Nazi, Bultmann merupakan salah satu anggota yang vokal dalam
"Confessing Church" yang menolak untuk mengikuti kependetaan
"Kristen Jerman" dalam memberi dukungan kepada pengeluaran kebijakan
non-Aryan Hitler. Sepanjang kariernya, Bultmann terus berkhotbah dan mengajar.
Bultmann menikah dan menjadi ayah dari tiga orang putri. Dia meninggal pada 30
Juli 1976 di Marburg (sekarang bagian barat) Jerman.
3.
Pemikiran Teologi
Rudolf Bultman
Pemikiran
Teologinya Pandangannya tentang Entmythologisierung (Demythologizing atau Demitologisasi).
Kata entmythologisierung berasal dari bahasa Jerman, yang berarti bahwa
mitologi (kumpulan mitos-mitos) perlu dihilangkan (ent). Mitos adalah (180
SUHUF, Vol. 20, No. 2, Nopember 2008: 175 – 192) suatu cerita kuno, yang di
dalamnya pertanyaan-pertanyaan dan jawabanjawaban tentang hal-hal yang pokok tentang
hidup dan mati, tentang Allah dan manusia dan lain-lain dipikirkan dan diteruskan
dalam bentuk cerita. Perjanjian Baru pada pokoknya terdiri dari cerita-cerita
semacam itu (Oranje, 2004: 16-17).
Adapun
pandangan Bultmann tentang demitologisasi (Demytologizing atau
Entmythologisierung) adalah sebagai berikut:
a. Pusat dari konsep
demitologisasi adalah pendirian Bultmann yang menemukan dua hal di dalam
Perjanjian Baru, yaitu: 1) Injil Kristen, dan 2) pandangan orang pada abad pertama yang
bercirikan mitos. Hakekat Injil, oleh Bultmann disebut dengan kerugma (Yunani =
isi yang dikhotbahkan), merupakan inti yang tidak dapat dipersempit lagi. Orang
jaman modern ini harus dihadapkan dengan inti tersebut dan harus mempercayainya.
Namun orang modern tidak dapat menerima kerangka yang bersifat mitos yang membungkus
hakekat Injil. Oleh karena itu teologia harus berusaha untuk melepaskan berita
kerugma dari kerangka yang bersifat mitos. Menurutnya kerangka yang bersifat mitos
tidak selalu berkaitan dengan Kekristenan.
b. Menurut Bultmann,
mitos merupakan cerita yang tidak membedakan fakta dari yang bukan fakta dalam
isinya, dan yang berasal dari suatu jaman pra-ilmiah. Tujuan mitos adalah untuk
menyatakan pengertian manusia tentang dirinya sendiri, bukan untuk menyajikan
gambaran obyektif tentang dunia. Mitos menggunakan perumpamaan dan
istilah-istilah yang diambil dari dunia ini untuk menyatakan keyakinan-keyakinan
tentang pengertian manusia akan dirinya sendiri. Pada abad pertama, orang Yahudi
memahami dunia ini sebagai suatu sistem terbuka kepada Allah dan kuasa-kuasa
supranautral. Alam semesta pada abad pertama dinyatakan dalam tiga tingkat,
yaitu surga di atas, bumi, dan neraka di bawah bumi. Bultmann berpendapat bahwa
gambaran dunia seperti ini merupakan pandangan semesta yang terdapat di dalam
Alkitab. Dalam hal ini sistem hukum alam seringkali diganggu oleh intervensi
supranatural.
c. Menurut Bultmann
perubahan dunia yang bersifat mitos tersebut juga telah digunakan untuk merubah
Yesus. Pribadi Yesus yang ada di dalam sejarah diubah menjadi suatu mitos . dalam
kekristenan yang mula-mula. Oleh karena itu Bultman menyatakan bahwa pengenalan
historis tentang manusia Yesus tidak relevan lagi untuk iman Kristen. Mitos
inilah yang dihadapkan pada orang Kristen dalam gambaran Perjanjian Baru tentang
Yesus. Fakta-fakta sejarah tentang Yesus telah diubah menjadi Rudolf Bultmann:
Demitologisasi dalam Perjanjian Baru (M. Darojat Ariyanto) 181 cerita mitos
tentang suatu oknum ilahi yang berpraeksistensi yang berinkarnasi dan dengan
darah-Nya menebus dosa-dosa manusia, bangkit
dari kematian, naik ke surga, dan menurut kepercayaan mereka ia akan
segera kembali untuk menghakimi dunia dan memulai jaman baru.
Cerita utama ini
juga telah dibumbui dengan cerita-cerita mukjizat, cerita-cerita tentang suara
dari surga, kemenangan-kemenangan atas setan dan lain-lainnya. Menurut Bultmann
semua penyajian tentang Yesus dalam Perjanjian Baru bukanlah sejarah melainkan
hanya mitos, yaitu pemikiran dari orangorang yang menciptakan mitos-mitos tersebut
untuk mengerti diri sendiri dengan lebih baik. Itu semua merupa- kan
mitos-mitos yang tidak cocok lagi bagi manusia abad ke-20, yang percaya kepada
rumah sakit dan bukan mukjizat, pinisilin dan bukan doa. Untuk
mengkomunikasikan Injil secara efektif kepada manusia modern, kita harus
mengupas mitos dari Perjanjian Baru dan mencoba untuk menyingkap tujuan
mula-mula di balik mitos tersebut. Proses penyingkapan ini disebut
demitologisasi.
d. Proses ini,
menurut Bultman, buka berarti menyangkal mitologinya. Demitologisasi ini berarti
penafsiran secara eksistensial, yaitu menurut pengertian manusia terhadap keberadaannya
sendiri, dan dengan istilah-istilah yang dapat dipahami oleh orang modern
sendiri. Bultman melakukan proses ini dengan menggunakan konsep-konsep
eksistensialis Jerman, Martin Heidegger. Contohnya, yang disebut mitos mengenai
kelahiran Kristus dari anak dara dikatakan sebagai suatu usaha untuk menjelaskan
arti Yesus bagi orang beriman. Mereka mengatakan bahwa Kristus datang kepada
manusia sebagai tindakan Allah. Salib Kristus tidak mempunyai arti yang menunjukkan
Yesus menanggung dosa bagi orang lain. Hal itu hanya mempunyai pengertian
sebagai suatu symbol dari manusia yang mengambil suatu hidup yang baru, yaitu
menyerahkan semua rasa aman duniawi untuk mendapatkan suatu hidup baru yang
bergantung pada yang transenden.
e. Bultman pada
dasarnya menyatakan bahwa gambaran dasar dari mitologi Perjanjian Baru berpusat
pada dua macam pengertian diri. Pertama, hidup di luar iman, dan yang lain hidup di dalam iman. Istilah-istilah dosa,
daging, ketakutan dan kematian merupakan penjelasan-penjelasan mitologis
tentang hidup di luar man. Dalam
istilah-istilah eksistensial, hal itu berarti hidup di dalam keterikatan pada
realitas yang nyata, yang nampak dan akan binasa. Sebaliknya, hidup di dalam
iman berarti meninggalkan ketergantungan pada realitas yang dapat dilihat dan
nyata. (182 SUHUF, Vol. 20, No. 2, Nopember 2008: 175 – 192). Ini berarti
melepaskan diri dari masa lalu dan membuka diri pada masa depan Allah. Menurut
Bultmann, ini merupakan satu-satunya arti eskatologi yang sebenarnya. Kehidupan
eskatologis yang benar dikatakannya sebagai hidup dalam pembaharuan yang terus
menerus elalui keputusan dan ketaatan Dalam konsep demitologisasi ini Bultmann
membantu mengingatkan kaum Kristen tentang pentingnya memahami orang modern,
pendengar khotbahnya. Ia juga mengingatkan bahwa kepentingan orang Kristen
tidak hanya memberitakan Injil tetapi juga menerapkannya dengan tepat dan
teliti pada pendengar (Conn, 1988: 49-52).
IV. Kesimpulan.
Pemikiran Teologi
Rudolf bultman tentang Pandangannya terhadap Entmythologisierung (Demythologizing
atau Demitologisasi)., yang berarti bahwa mitologi (kumpulan mitos-mitos) perlu
dihilangkan (ent). Mitos adalah suatu cerita kuno, yang di dalamnya pertanyaan-pertanyaan
dan jawabanjawaban tentang hal-hal yang pokok tentang hidup dan mati, tentang
Allah dan manusia dan lain-lain dipikirkan dan diteruskan dalam bentuk cerita.
Perjanjian Baru pada pokoknya terdiri dari cerita-cerita semacam itu, dan dia
juga menyesuaikan pada zamannya.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon