Iman Kepada Rasul

                              I.            Pendahuluan
Iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan suatu kewajiban, karena iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman, yaitu yang ke 4. Iman kepada Rasul artinya mempercayai dengan sepenuh hati atas kedatangan Rasul, mulai dari Rasul yang pertama yaitu Nabi Adam as hingga Rasul terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.
Ajaran yang dibawa oleh para nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW. Merupakan suatu rangkaian yang memiliki satu tujuan yaitu mengesankan Allah SWT. Berupa syariat atau hukum tertentu yang kemudian disampaikan atau di ajarkan kepada umatnya. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim, wajib beriman atau mempercayai kepada para Rasul utusan Allah sehingga dengan hal itu kita akan mengamalkan semua ajaran yang di bawa oleh Rasul utusan Allah tersebut. Dengan berpegang hidup pada Allah dan sunah Rasul maka kita akan hidup bahagia di dunia dan juga akhirat.

                             II.            Rumusan Masalah
1.      Pengertian Nabi dan Rasul
2.      Ayat-ayat tentang beriman kepada Rasul Allah
3.      Tafsir ayat menurut beberapa mufassir

                          III.            Pembahasan
                Ayat-ayat beriman kepada Rasul Allah
               (QS.-----------------...)
A.    Nabi dan Rasul
Nabi secara bahasa dari kata نبّأ dan أنبأ dengan hamzah yang berarti akhbar, mengabarkan. Nabi disebut nabi karena dia mengabarkan dari Allah atau karena dia diberi oleh Allah. Sedangkan nabi secara istilah adalah seorang laki-laki merdeka dimana Allah mengabarkan syariat sebelumnya kepadanya agar dia menyampikan kepada orang-orang yang disekitarnya dari kalangan pemilik syariat tersebut.
Sedangkan kata Rasul menurut bahasa adalah orang yang mengikuti berita orang yang mengutusnya. Sedang menurut istilah kata Rasul adalah laki-laki merdeka yang diutus oleh Allah dengan syariat dan Dia memerintahkannya untuk menyampaikannya kepada orang yang tidak mengetahui atau menyelisihinya dari kalangan orang-orang dimana dia diutus kepada mereka.[1]
Manusia diciptakan sebagai sebaik-baiknya makhluk yang mempunyai akal pikiran dan perasaan. Allah menyampaikan peraturan-Nya dengan mengutus beberapa manusia yang dipilih sebagai nabi dan rasul, agar manusia dapat mempergunakan pancaindera serta akal pikirannya untuk mengamati petunjuk-pentujuk hidup dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang disampaikan melalui para Nabi dan rasul tersebut.[2]
Iman kepada Nabi dan rasul yaitu meyakini dan membenarkan bahwa Allah mengutus Rasul pada setiap umat untuk mengajak menyembah hanya kepada Allah. Juga membenarkan bahwa para Rasul tersebut baik, bisa dipercaya, penunjuk jalan yang benar, dan mendapat hidayah. Mereka dibekali dalil, bukti dan ayat-ayat yang jelas dan mematikan. Mereka menyampaikan semua yang disampaikan Allah, tidak menyembunyikan, tidak merebah, tidak menambah dan mengurangi. “Para Rasul adalah penyampai dan penjelas”.

B.     Dalil iman kepada Nabi dan Rasul
   $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur  ÇÊÌÏÈ
Artinya:  tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
An-Nisa’ ayat 136; Tafsir Imam Syafi’i
Dalam tafsir Imam syafi’i beliau berkata, “Allah SWT memosisikan Rasulullah SAW sebagai juru penerang bagi agama, kewajiban, dan kitab-Nya. Allah SWT menjadikan beliau sebagai panji agama yang wajib di taati dan haram ditentang. Allah SWT menjelaskan keutamaan Rasulullah SAW dengan cara menyertakan keimanan kepada beliau dengan keimanan kepada-Nya. Dia berfirman dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 171 yang artinya
(#qãZÏB$t«sù «!$$Î/ ¾Ï&Î#ßâur ( Ÿwur (#qä9qà)s? îpsW»n=rO 4 (#qßgtFR$# #ZŽöyz öNà6©9 4 $yJ¯RÎ) ª!$# ×m»s9Î) ÓÏmºur ( ÿ¼çmoY»ysö7ß br& šcqä3tƒ ¼ã&s! Ó$s!ur ¢ ¼ã&©! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 4s"x.ur «!$$Î/ WxŠÅ2ur ÇÊÐÊÈ  
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara.”

Allah juga berfirman dalam Q.S. an-Nur ayat 62
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur #sŒÎ)ur (#qçR$Ÿ2 ¼çmyètB #n?tã 9öDr& 8ìÏB%y` óO©9 (#qç7ydõtƒ 4Ó®Lym çnqçRÉø«tGó¡o 4 ÇÏËÈ
Artinya:“Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya.”

Allah SWT menjadikan kesempurnaan pondasi iman apabila seseorang mengikuti keimanannya kepada Allah SWT dengan keimanan kepada Rasul-Nya. Seandainya seorang hamba beriman kepada Allah SWT namun tidak beriman kepada Rasul-Nya, maka selamanya dia tidak disebut sebagai orang yang sempurna imannya, sebelum dia beriman kepada Rasulullah SWT.[3]
Sedangkan dalam Tafsir, al-Qur’an al-Katsir terkait dengan penafsiran para ahli al-Quran, Imam Ibnu Katsir dalam kitab beliau memberikan penafsiran dalam menjawab pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita menyangkut surat al-Nisa ayat 136 di atas. Dalam ayat tersebut jika kita baca sepintas, kita melihat bahwa di awal kalimat Allah SWT. memerintahkan orang-orang yang beriman untuk beriman, sehingga memunculkan pertanyaan bahwa mengapa orang beriman diperintahkan untuk beriman lagi. Namun jika kita  merujuk kepada pendapat para mufassirin kita tahu bahwa ayat tersebut bukanlah sepenuhnya perintah untuk beriman. Sebagaimana Imam Ibnu Katsir mengatakan, dalam konteks ini maksud ayat di atas bukanlah perintah untuk beriman, melainkan perintah untuk lebih menyempurnakan iman dan memperkokohnya. Ayat ini sepadan dengan ayat ke-6 pada surat al-Fatihah yang berbunyi اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ, maka maksud dari meminta petunjuk disini ialah: “perlihatkan, tambahkan dan tetapkan kami dalam petunjuk”.[4]

An-Nisa ayat 136; Tafsir al-Misbah
Panggilan kepada orang-orang yang beriman pada awal ayat ini, yang disusul perintah beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman tetapi ada sesuatu yang kurang dalam keimanan mereka sehingga ayat ini memerintahkan untuk menyempurnakannya. Penganut paham ini menyatakan bahwa mereka yang diajak oleh ayat ini adalah sementara bekas penganut agama yahudi yang telah masuk Islam tetapi masih terdapat dalam benak mereka hal-hal yang mereka pecayai, yang tidak sejalan dengan Iman Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Ada juga yang memahami ayat ini ditunjukan kepada orang-orang munafik yang memang keimanannya masih sangat lemah. Selanjutnya seperti terbaca sebelum ini, ada juga yang memahaminya dalam arti perintah kepada kaum mukminin agar mempertahankan, bahkan mengasah dan mengasuh Iman mereka, agar dari hari ke hari semakin kuat. Memang, Iman dapat demikian kuat sehingga seperti kata Sayyidina ‘Ali kw. “Seandainya tabir yang tersembunyi diungkap, keyakinannku tidak lagi bertambah lagi ( karena telah mencapai puncaknya)”.[5]
Dalam tafsir al-Maraghi ayat ini mengarah kepada kaum Mukminin secara keseluruhannnya, dan memerintah kepada kaum mikminin untuk bertambah tenang dan yakin dalam beriman, dan berimanlah kalian kepada Rasul-Nya yang merupakan penutup para Nabi, kepada al-Qur’an yang di turunkan kepadanya, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul sebelumnya. Sebab belum pernah Allah membiarkan para hamba-Nya dalam masa kapan pun dalam keadaan tidak menerima keterangan dan petunjuk.
Ayat ini juga menekankan bahwa iman kepada Kitab-kitab Allah dan kepada Rasul-rasul-Nya, adalah satu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak boleh beriman kepada sebagian Rasul dan Kitab saja, tetapi mengingkari bagian yang lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila ada orang yang mengingkari sebagian Kitab, atau sebagian Rasul, maka hal itu menunjukkan bahwa ia belum meresapi hakikat iman itu, karena itu imannya tidak dapat dikatakan iman yang benar, bahkan suatu kesesatan yang jauh dari bimbingan hidayah Tuhan.[6]

C.    KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa surat an-Nisa’ ayat 136 merupakan salah satu ayat yang memerintahkan kita semua untuk beriman kepada Allah, selain itu juga memerintahkan kita sebagai orang mukmin untuk bertambah tenang dan yakin dalam beriman.
Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kesempurnaan pondasi iman apabila seseorang mengikuti keimanannya kepada Allah SWT dengan keimanan kepada Rasul-Nya. Seandainya seorang hamba beriman kepada Allah SWT namun tidak beriman kepada Rasul-Nya, maka selamanya dia tidak disebut sebagai orang yang sempurna imannya, sebelum dia beriman kepada Rasulullah SWT.
Dengan beriman kepada nabi dan rasul tanpa mengabaikan yang lainnya dapat menghantarkan kita kepada kebahagian di duniawi dan ukhrowi pada hari Kemudian.

D.    PENUTUP
     Demikianlah makalah yang dapat pemakalah susun, tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.


Daftar Pustaka
Kamal Pasha, Musthafa, Aqidah islam, Jogjakarta: citra karsa mandiri,2003
Musthafa Ahmad Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet-2, 1993,  jil 5,
Musthafa al-Farran, Syaikh Ahmad , Tafsir al-Imam al-Syafi’i, Jakarta Timur: Almahira, cet-1, 2008
Shihab, M, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati, 2002
Taufik, Muhammad, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadist jilid 1, Jakarta: Kamil Pustaka, cet-1, 2013,
Umar bin Katsir, Ismail bin, Tafsir al-Qur'an al-Katsir, Software Maktabah Syamilah


[1] H. Muhammad Taufik, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadist jilid 1, Jakarta: Kamil Pustaka, cet-1, 2013, hlm, 223.
[2] Musthafa Kamal Pasha,  Aqidah Islam,  Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003,  hlm 135.
[3] Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, tafsir al-Imam al-Syafi’i, Jakarta Timur: Almahira, cet-1, 2008, hlm, 251-252.
[4] Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Katsir, Software Maktabah Syamilah
[5] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah.(Jakarta:Lentera Hati.2002).hlm.759-761

[6] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet-2, 1993,  jil 5, hlm, 309.
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan