Pendahuluan
Sejak
sejarah manusia lahir mewarnai rutinitas kegiatan alam fana ini, pendidikan
sudah merupakan barang penting dalam komunitas sosial. Adam, sebagai manusia
yang memulai kehidupan baru jagat raya ini, senantiasa dibekali akal untuk mempelajari
setiap yang ia temukan dan kemudian menjadikan sebagai konsep atau pegangan
hidupnya.
Pada
hakikatnya pendidikan adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan
berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban
oleh pendidikan adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang
hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran
pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai
dari kandungan sampai akhir hayatnya.
Secara
umum tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik dari tahap ketahap kehidupannya sampai mencapai
titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang didapat
memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Sampai
sekarang, pendidikan masih dianggap sebagai kekuatan utama dalam komunitas
sosial untuk mengimbangi laju berkembangnya sains dan teknologi. Persepsi
masyarakat ini kiranya telah mampu memobilisasi kaum intelek untuk selalu
merespon secara simultan terhadap perkembangan dan sistem pendidikan berikut
unsur-unsur yang terkait yang berpretensi positif bagi keberhasilan pendidikan.
Bila
melihat jauh ke arah subsistem yang selalu menjadi kendala dan sekaligus
menjadi penentu berhasil tidaknya pendidikan, simbol ‘guru’ selalu muncul ke permukaan
menjadi topik diskusi, seminar, dan pertemuan lainnya yang selalu aktual di
bahas lantaran permasalahan yang dihadapi tenaga edukatif itu tidak pernah selesai.
Bukan hanya itu saja peserta didik juga berperan penting untuk kelancaran
proses pendidikan tersebut, sehingga dalam makalah ini kami sampaikan paradigma
pendidik dan peserta didik dalam konsep perspektif filsafat pendidikan islam.
Rumusan Masalah
A. Kedudukan
Pendidik dalam Pendidikan Islam
B. Peserta didik
dalam Pendidikan Islam
Pembahasan
A. Kedudukan
pendidik dalam pendidikan islam
1. Konsep Pendidik
Salah
satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidik
terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke
arah tujuan pendidikan yang di cita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan
merupakan cultural-transitial yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan
secara kontiniu sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaan peradaban
manusia. Dalam hal ini pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta
didik baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan fisik
peserta didik.
Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik baik potensi efektif,
kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif
pendidikan islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia
mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah fil ard
maupun ‘abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.[1]
Peran
dan tanggung jawab pendidik (guru) dalam proses pendidikan sangat berat.
Apalagi dalam konteks pendidikan islam, dimana semua aspek kependidikan dalam
islam terkait dengan nilai-nilai, yang melihat guru bukan saja pada penguasaan
material-pengetahuan, tetapi juga pada investasi nilai-nilai moral dan
spiritual yang diembannya untuk ditransformasikan kearah pembentukan
kepribadian anak didik. Sebagai komponen paling pokok dalam pendidikan islam,
guru dituntut bagaimana membimbing, melatih, dan membiasakan anak didik
berperilaku yang baik. Karena itu, eksistensi guru tidak saja mengajarkan
tetapi sekaligus mempraktikkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai kependidikan
islam.[2]
Karena
begitu pentingnya posisi guru dan kedudukannya yang mulia, Al-Zarnuji dalam
kitabnya Ta’lim al-muta’alim mengingatkan bahwa anak didik tidak akan
memperoleh ilmu dan tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu itu kecuali
menghargai ilmu dan orang yang berilmu, serta menaruh hormat kepada guru.[3]
2. Tugas Pendidik
menurut filsafat Pendidikan Islam.
Dalam
islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia.
Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang beriman dan
berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia
lainnya (Q.S. Al Mujadilah 58:11).[4]
Sumbangan
berharga bagi filsafat pendidikan islam adalah pandangan yang menyatakan bahwa
guru harus memperhatikan kecenderungan dan kesenangan anak didik akan
suatupelajaran. Kompetensi personal anak didik merupakan unsur utama yang harus
diidentifikasi kearah satuan pembelajaran dan pendidikan. Jauh sebelum
dikenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Al-Thusi menyarankan bahwa seorang
guru sudah seharusnya untuk meletakkan mata pelajaran yang sesuai dengan
kompetensi anak didik, mudah dipahami, dan sesuai dengan kompetensi
intelektualnya, bukan pelajaran yang melangit yang tak mungkin dicerna oleh
akal.[5]
Secara
umum tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik
merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan , memuji, menghukum,
memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti
bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat
kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan
fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta
didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Menurut
Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam pendidikan islam adalah membimbing dan
mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang
kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan
pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta
senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan atau kekurangannya. sementara
dalam batasan lain, tugas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran,
yaitu:
a. Sebagai
pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran,
melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian
setelah program tersebut dilaksanakan.
b. Sebagai
pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan
kepribadian sempurna (insan kamil), seiring dengan tujuan penciptanya.
c. Sebagai
pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri,
peserta didik , maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan.[6]
3. Karakteristik
pendidik
Dalam
pendidikan islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat
membedakannya dari yang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat
yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut
kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam
hal ini, an-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa
bentuk, yaitu:
a. Mempunyai watak
dan sifat robbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola
pikirnya.
b. Bersifat
ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata mencari keridlaan
Allah dan menegakkan kebenaran.
c. Bersifat sabar
dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik
d. Jujur dalam
menyampaikan apa yang diketahuinya
e. Senantiasa
membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan
mengkajinya lebih lanjut.
f.
Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi.
Sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan.
g. Mampu mengelola
kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional.
h. Mengetahui
kehidupan pesikis peserta didik.
i.
Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan
dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berfikir peserta didik.
j.
Berlaku adil terhadap peserta didiknya.[7]
B. Peserta didik
dalam pendidikan islam
1. Makna peserta
didik
Di
antara komponen terpenting dalam pendidikan islam adalah peserta didik. Dalam
prespektif pendidikan islam, peserta didik merupakan obyek dan subyek. Oleh
karenanya, aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan
peserta didik di dalamnya. Pengertian yang utuh tentang konsep peserta didik
merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui dan dipahami semua pihak,
terutama pendidik yang terlibat langsung dalam proses pendidikan. Tanpa
pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi
pendidik untuk dapat menghantarkan peserta didiknya kearah tujuan pendidikan
yang diinginkan.
Dalam
paradigma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta
didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang
belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada
bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniyah, ia memiliki bakat, memiliki
kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Melalui
paradigma di atas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subyek dan obyek
pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu
mengarahkan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju
kedewasaan. Potensi suatu kemampuan dasar yang dimilikinya tidak akan tumbuh
dan berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik. Karnanya pemahaman yang
lebih konkret tentang peserta didik sangat perlu diketahui oleh setiap
pendidik. Hal ini sangat beralasan karna melalui pemahaman tersebut akan
membantu pendidik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai
aktivitas kependidikan.[8]
2. Tugas dan
kewajiban peserta didik
Agar
pelaksanaan proses pendidikan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya.
Menurut Asma Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi
peserta didik adalah:
a. Peserta didik
hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, hal ini
disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan
hati yang bersih.
b. Tujuan belajar
hendaknya ditujukan untuk mengisi ruh dengan berbagai fungsi keutamaan.
c. Memiliki
kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d. Setiap peserta
didik wajib menghormati pendidiknya.
e. Peserta didik
hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Kesemuaan
hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus
dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu.
3. Sifat-sifat
ideal peserta didik
Imam
Ghozali merumuskan sifat-sifat yang patut dan harus dimiliki peserta didik
kepada sepuluh macam sifat yaitu:
a. Belajar dengan
niat ibadah dalam rangka taqarrub ilaAllah. Konsekuensi dari sikap ini,
peserta didik akan senantiasa mensucikan diri dengan akhlaq al-kariimah
dalam kehidupan sehari-harinya, serta berupaya meninggalkan watak dan akhlak
yang rendah (tercela) sebagai refleksi atas Q.S. Al-An’am/6:162 dan Adz
Dzaariyyat/51:56.
b. Mengurangi
kecenderungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi atau sebaliknya. Sifat
yang ideal adalah menjadikan kedua dimensi kehidupan (dunia-akhirat) sebagai
alatyang integral untuk melaksanakan amanatNya, baik secara vertikal dan
horizontal.
c. Bersikap
tawadu’ (rendah hati).
d. Menjaga pikiran
dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. Dengan pendekatan
ini, peserta didik akan melihat berbagai pertentangan dan perbedaan pendapat
sebagai sebuah dinamika yang bermanfaat untuk menumbuhkan wacana intelektual,
bukan sarana saling menuding dan menganggap diri paling benar.
e. Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun ilmu agama.
f.
Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan memulai
pelajaran yang mudah (konkrit) menuju pelajaran yang sulit (abstrak); dari ilmu
yang fardlu ain menuju ilimu yang fardli kifayah. (Q.S. Al
Fath/48: 19).
g. Mempelajari
suatu ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya. Dengan
cara ini, peserta didik akan memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara
mendalam.
h. Memahami
ilmu-ilmu ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
i.
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu
duniawi.
j.
Mengenal nilai-nilai pragmaitis bagi suatu ilmu
pengetahuan yang dapat bermanfaat, membahagiakan, menyejahterakan, serta
memberi keselamatan hidup dunia dan akhirat, baik untuk dirinya maupun manusia
pada umumnya.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan islam
ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu
menunaikan tugas-tugas kemanusiaan sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Sedangkan peserta
didik merupakan subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan pendidik
untuk membantu mengarahkan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta
membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi suatu kemampuan dasar yang dimilikinya
tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik.
Karenanya pemahaman yang lebih konkret tentang peserta didik sangat perlu
diketahui oleh setiap pendidik. Hal ini sangat beralasan karena melalui
pemahaman tersebut akan membantu pendidik dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya melalui berbagai aktivitas kependidikan.
Jika pendidik dan
peserta didik dalam pendidikan nasional dapat menerapkan nilai-nilai filsafat
kependidikan dengan semestinya, maka pendidikan di negara kita tidak akan
tertinggal dengan yang lainnya.
Penutup
Demikian makalah ini
kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari dalam makalah
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
Daftar pustaka
Nizar, Samsul, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad, Membuka
Jendela Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2004, Cetakan Pertama.
Al- Zarnuji, Ta’lim al-Muta’alim,
Al Miftah, Surabaya. Tth.
[1]
Dr. H. Samsul nizar, M.A, Filsafat pendidikan islam, Ciputat Press,
Jakarta, 2002. Hal 41-42.
[2]
Dr. Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, M.A., Membuka Jendela Pendidikan, Rajawali
Press, Jakarta, 2004. Hal 219.
[3]
Al- Zarnuji, Ta’lim al-Muta’alim, Al Miftah, Surabaya. Tth. Hal 17
[4]
Dr. H. Samsul Nizar, M.A., op. Cit., h.43.
[5]
Dr. Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, M.A., op. Cit., h.221.
[6]
Dr. H. Samsul Nizar, M.A., op. Cit., h.43-44.
[7]
Ibid h.45-46.
[8]
Ibid, h. 47-48.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon