Klasifikasi Hadits Dari Segi Kuantitatif Rawi

I.         Pendahuluan
Hadits adalah sumber kedua hukum islam setelah Al-qur’an, bahkan dikatakan bahwa hadits berperan besar dalam penafsiran ayat-ayat Al-qur’an, oleh karna itu adalah suatu kewajiban bagi orang-orang muslim untuk menjaga pusaka yang ditinggalkan oleh baginda Nabi itu. Tapi untuk menjaga Hadits tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, karna banyak pemalsuan-pemalsuan hadits yang dilakukan oleh orang non muslim dan oarang islam sendiri  yang terbujuk oleh hawa nafsu. Dengan itu kiranya penting, bahkan suatu kewajiban bagi kita  untuk mempelajari Ilmu Hadits agar dapat menjaga keaslian Hdits Nabi. Dan  pada kesempatan ini kami akan sedikit membahas tentang klasifikasi hadits ditinjau dari banyak atau sedikitnya rawi, akan tetapi kami krucutkan kepada pembahasan Hadits Ahad.

II.      Rumusan Masalah
A.    Pengertian Hadits Ahad
B.     Faidah Hadits Ahad
C.     Klasifikasi Hadits Ahad

III.   Analisis
A.    Pengertian Hadist Ahad
Kata Ahad  menurut bahasa adalah jama’ dari kata “wahid” yang berarti satu.
Sedangkan  menurut istilah Ahli Hadits, antara lain adalah :
مالم تبلغ نقلته في الكثرة مبلغ الخبر المتواتر سواء كان المخبر واحدا اواثنين او ثلاثة او اربعا او خمسة الى غير ذلك من الأعداد التى يشعر بأن الخبر دخل بها فى خبر المتواتر
Artinya : “Suatu hadits yang jumlah pemberitanya tidak mencapai jumlah pemberita hadits mutawatir, baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadits tersebut masuk kedalam hadits mutawatir
Ada juga yang memberikan ta’rîf sebagai berikut:
مالا يجتمع فيه شروط التواتر
Suatu hadits yang padanya tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir.[1]
Dan ada juga yang menta’rifkan sebagai berikut:
مالاينتهي الى التواتر
Suatu hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.[2]

B.     Faidah Hadits Ahad  
Para ulama’ sependapat bahwa hadits ahad tidak memberikan faidah “qath’i” sebagaimana hadist mutawatir. Hadits Ahad hanya memberi faidah “Dhan”, oleh karenanya masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau ternyata telah diketahui bahwa hadits tersebut tidak tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka sepakat wajib untuk diamalkan sebagaimana Hadits Mutawatir.

C.    Klasifikasi Hadits Ahad
Klasifikasi hadits ahad di tinjau dari jumlah perawinya, maka hadits Ahad dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Hadist Masyhur
Kata “masyhur” berarti “muntasyir”, yakni sesuatu yang telah tersebar atau sudah populer. Sedangkan dari segi istilah, jumhûr ulama’ mendefinisikannya sebagai berikut :
a.      Menurut Ibnu Hajar al-Asqolany, Hadis Msyhur ialah Hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari dua orang perawi tetapi belum mencapai derajat mutawatir.
b.      Menurut sbagian ulama’, Hadits masyhur adalah Hadits yang pada thabaqoh (tingkatan) perawi partama dan kedua, terdiri dari orang seorang, kemudian pada thabaqoh sesudahnya, barulah tersebar luas, yang disamapaikan oleh orang banyak yang mustahil mereka sepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
c.       Menurut Imam Ahmad, bahwa Hadits Masyhur adalah Hadits yang populer dikalangan tabi’in ataupun Tabi’it-Tabi’in. Hadist yang populer hanya pada tabhaqoh setelah Tabi’it-Tabi’in, tidaklah termasuk Hadits Masyhur.[3]
Selanjutnya perlu dijelaskan pula disini bahwa sebagian ulama’ menyatakan hadits masyhur adalah sinonim (muradif) dengan hadits Mustafîdh. Namun, ada pula ulama’ yang membedakannya.

Hadits Mustafîdh ialah apabila jumlah rawi-rawinya tiga orang atau lebih sedikit, sejak dari thabaqat (lapisan) pertama sampai dengan thabaqat terakhir. Sedangkan hadits  Masyhur lebih umum dari pada Hadits Mustafîdh , artinya jumlah rawi-rawi dalam tiap-tiap thabaqat tidak harus selalu sama banyaknya, atau seimbang. Oleh karena itu dalam  Hadits Masyhur bisa terjadi rawi dalam thabaqat pertama hanya seorang sahabat, dalam thabaqat berikutnya (tâbi’în) juga seorang, baru kemudian pada tabhaqat selanjutnya terdiri dari beberapa orang.[4]

Misalnya Hadits Masyhur yang ditakhrijkan oleh Bukhari-Muslim dari sahabat Ibnu Umar r. a. :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى
Hadits tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh Al-qomah sendiri, pada thabaqah ketiga hanya diriwayatkan oleh Ibnu Ibrahim At-taimi sendiri dan pada thabaqah keempat hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id sendiri. Dari Yahya bin Sa’id inilah hadits tersebut diriwayatkan oleh orang banyak. Ditinjau dari segi klasifikasi hadits ahad yang lain maka hadits umar tersebut dapat juga dikatakan dengan hadits gharîb pada awalnya, masyhur pada akhirnya.[5]

Istilah Masyhur yang diterapkan pada suatu Hadits, kadang-kadang bukan untuk memberikan sifat-sifat Hadist  menurut ketetapan di atas, yakni banyaknya rawi-rawi yang meriwayatkan suatu Hadits, tetapi diterapkan juga untuk memberikan sifat suatu Hadits yang mempunyai ketenaran dikalangan para ahli ilmu tertentu atau dikalangan masyarakat ramai. Sehingga dengan demikian ada suatu hadits yang rawi-rawinya kurang dari orang, bahkan ada hadits yang tidak berasal (bersanad) sama sekalipun, dapat dikatakan dengan Hadits Masyhur.

Dari segi ini, maka Hadits Masyhur itu terbagi kepada:
1)      Masyhur dikalangan para Muhadditsin dan lainya ( golongan         Ulama’ ahli ilmu dan orang umum)
2)      Masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu misalnya hanya masyhur dikalangan ahli hadits saja, atau ahli fiqhi saja, atau ahli tasawuf saja, atau ahli nahwu saja, atau lain sebagainya.
3)      masyhur di kalangan orang-orang umum saja.[6]

2.      Hadits Aziz
Menurut lughat, Aziz semakna dengan "asy-syarif", yang berarti mulia.
Sedangkan menurut istilah Muhadditsin, Hadits Aziz ialah:
مارواه اثنان ولوكان فى طبقة واحدة ثم رواه بعد ذلك جماعة
Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, meskipun dua perawi tersebut hanya terdapat pada satu thabaqat (lapisan), kemudian setelah itu diriwayatkan oleh orang banyak.
 Ada juga yang menta’rifkan sebagai berikut:
مارواه اثنان عن اثنين
Hadits yang diriwayatkan dua orang dari dua orang.
Menurut ta’rif di atas (ta’rif yang pertama) dapat diketahui bahwa Hadits Aziz adalah bukan hanya yang diriwayatkan oleh dua orang dalam setiap thabaqatnya, dalam arti hadits itu diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang sejak dari thabaqat pertama hingga thabaqat terakhir (seperti pada ta’rif yang kedua). Tetapi sudah dapat dikatakan Hadits Aziz apabila salah satu thabaqat saja terdapat dua orang perawi. Oleh karenanya dapat terjadi suatu hadits dikatakan Aziz karena pada satu thabaqatnya diriwayatkan oleh dua orang rawi, tetapi menjadi masyhur karena pada thabaqat berikutnya diriwayatkan oleh orang banyak. Jadi hadits Aziz bisa berpadu dengan Hadits Masyhur.

Perlu di ketahui pula bahwa Hadits Aziz yang hanya diriwayatkan oleh dua orang  kepada dua orang sejak dari thabaqat pertama sampai thabaqat terakhir (seperti pada ta’rif kedua) adalah sama sekali tidak ada wujudnya, hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Hibban. Kemungkinan terjadi memang ada, tetapi sulit untuk dibuktikannya, atau kita yang memang belum menemukannya.[7]

Contoh Hadits Aziz antara lain ialah Hadits yang di takhrijkan Bukhari-muslim di bawah ini:
 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يؤمن احد كم حتى اكون احب اليه من نفسه ووالده وولده والنا س اجمعين
Sahabat Anas bin Malik memberikan Hadits tersebut kepada dua orang yaitu qatadah dan Abdul Aziz bin shuhaib. Dari Qatadah diterima oleh dua orang pula, yaitu Husain Al-muallim dan Syu’bah. Dari Abdul Aziz diriwayatkan oleh dua orang, yakni Abdul warits dan Isma’il bin Ulayah. Seterusnya dari Husain diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id, dari syu’bah diriwayatkan oleh Adam, Muhammad bin Ja’far dan juga oleh Yahya bin Sa’id. Dari Isma’il diriwayatkan oleh Zuhair bin Hareb dan dari Abdul Warits, diriwayatkan oleh Syaiban bin Abi Syaibah. Dari Yahya diriwayatkan oleh Musadat dan dari ja’far diriwyatkan oleh Ibnul Musnna dan Ibnul Basysyar, sampai kepada Bukhari-Muslim.

Dengan memperhatikan jumlah rawi-rawi pada tiap-tiap thabaqah yang ternyata pada thabaqah pertama terdiri dari seorang rawi, pada thabaqah kedua terdiri dari dua orang, pada thabaqah ketiga terdiri dari empat orang rawi, pada thabaqah keempat terdiri dari lima orang rawi dan seterusnya, maka hadits tersebut dapat dikatakan sebagai Hadits Aziz pada awalnya dan Masyhur pada akhirnya.

Contoh hadits Aziz pada thabaqah pertama dan kemudia menjadi Masyhur pada thabaqah kedua dan seterusnya ialah hadits:
نحن الاخرون السابقون يوم القيامة
Hadits Rasulullah saw tersebut di atas diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yakni Hudzaifah Ibnu  Al-yaman dengan Abu hurairah r. a.hadits Aziz itu akrinya menjadi Hadits masyhur melalaui periwayatan Abu hurairah r.a sebab dari beliau diriwayatkan oleh tujuh orang tabi’in, yakni: Abu Salamah bin Abdur Rahman, Abu Hazim, Thawus, Al-A’raj, Humam, Abu Shalih Abdurrahman. Sedang periwayatan Hudzaifah tidak mendapatkan sanbutan sekian banyak para tabi’in.

3.      Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya). Ulama’ hadits mendefinisikan hadits gharib sebagai berikut:
الحد يث الذي تفرد به راويه سوآ تفرد به عن امام يجمع حد يثه او عن راو غير امام
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya”
Ibnu Hajar mendefinisikan hadits gharib sebagai berikut:
ما تفرد بروايته شخص واحد فى اي موضع وقع التفرد به السند
“Hadits yang di dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, di mana saja penyendirian dalam sanad”.[8]

Penyendirian rawi dalam meriwayatkan hadits itu, dapat mengenai personalia-nya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atu keadaan sirawi. Artinya sifat atau keadaan sirawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadits tersebut.

Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi seperti tertera di atas, maka Hadits Gharib itu terbagi kepada dua macam. Yaitu Gharib-Muthlaq dan Gharib-Nisby
a.      Hadits Gharib Mutlaq
Apabila pendirian rawi dalam meriwayatkan Hadits itu mengenai personalianya, maka Hadits yang diriwayatkannya disebut Gharib-Mutlaq. Penyendirian rawi hadits Gharib mutlaq ini harus berpangkal di tempat ashlussanad, yakni tabi’in, bukan sahabat. Sedang kalau yang menyendiri itu seorang sahabat, sudah tidak perlu diperbincangkan lagi, karena sudah diakuioleh umum bahwa sahabat-sahabat itu adalah adil semuanya.

Dalam pada itu, ahlussanad), atau pada tabi’it-tabi’in atau dapat juga pada seluruh rawi-rawinya di tiap-tiap penyendirian rawi dalam hadits gharib muthlaq itu, dapat terjadi pada tabi’in saja (thabaqah.

Contoh Hadits Gharib Muthlaq yang hampir seluruh rawi-rawinya menyendiri, ialah Hadits Bukhari-Muslim di bawah ini:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: الايمان بضع وسبعون شعبة والحياء شعبة من الايمان
Yang meriwayatkan Hadits tersebut di atas dari sahabat Abu Hurairah r.a., hanya tabi’in Abu Shalih saja. Dari abu sahlih pun hanya diriwayatkan oleh Abdullah bin Dinar saja. Dari Ibnu Dinar diriwayatkan oleh Sulaiman bin Bilal terus Abu Amir. Dari Abu Amir ini diriwayatkan oleh tiga orang rawi yang seorang dari pada mereka adalh sanad pertama Imam Bukhari, yaitu Abdullah bin Muhammad, sedang yang dua orang lagi, yaitu Ubaidullah bin Said dan Abdun bin Humaid, adalh dijadikan sanad pertama oleh Imam Muslim.

b.      Gharib Nisby
Apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi, maka Hadits yang diriwyatkannya disebut dengan Hadits Gharib-Nisby.

Penyendirian rawi mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain:
1.      Tentang sifat keadilan dan kedlabitannya (ketsiqahan) rawi. Misalnya hadits Muslim tentang pertanyaan Umar bin Al-Khaththab r. a. kepada Abu Waqid Al-Laitsy prihal surat-surat apa yang dibaca oleh Nabi pada sembahyang dua hari raya, jawab Abu Waqid:
كا ن  يقرآ فى  الاضحى والفطر بق والقران المجيد واقربت السا عة وانشق القمر
   Dlumrah bin sa’id Al-Mazini, salah seorang rawy Muslim, adalah orang yang tsiqah. Tidak seorangpun dari rawi-rawi tsiqah, yang meriwayatkan selain dia sendiri. Ia sendiri yang meriwayatkan hadis tersebut dari Ubaidillah dari Abu Waqid Al-Laitsy. Ia disifatkan dengan menyendiri tentang ketsiqahannya, dinisbatkan kepada rawi Ad-Daruquthny, yakni Ibnu lahi’ah, yang meriwayatkan hadis tersebut dari Khalid bin Yazid dari Urwah dari Aisyah r.a. Ibnu Lahi’ah oleh jamhur didla’ifkan.
2.      Tentang kota atau tempat tinggal tertentu.
Misalnya hadis yang hanya diriwayatkan oleh rawi-rawi dari bashrah saja, ialah:
امرنا رسول الله صلعم ان نفرآ بفاتحة الكتاب وما تيسر منه
Hadits yang ditakhrijkan oleh Abu Dawud dengan sanad Abu Al-walid At-Thayalisy, Hamman, Qatadah, Abu Nadrah dan Sa’id ini, tidak ada rawi yang meriwayatkannya, selain rawi-rawi yang berasal dari kota Bahrah.[9]
3.      Tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu
Misalnya hadits Anas bin Malik r. a., ujarnya:
ان النبي صلعم اولم على صفية بسويق وتمر
Hadits tersebut diriwayatkan oleh:
1.      Ashabus sunan, dengan bersanadkan Ibnu Uyainah, Wail, Bakar bin Wail, Az-Zuhri dari Anas bin Malik dari Nabi.
2.      At-Tuzy dengan sanad Ibnu Uyainah, Ziyad bin Said, Az-Zuhri, Anas bin Malik dari Nabi.
3.      Jama’ah Ahli Hadits dengan sanad dari Ibnu Uyainah langsung dari Az-Zuhri dari Anas bin malik dari Nabi. Menurut Al-Hafidh Ibnu Thahir, hanya Wail sendiri yang meriwayatkan dari anaknya (Bakar bin Wail), dan disamping itu selain Ibnu Uyainah tidak ada seorang rawipun yang meriwayatkan dari padanya.
Dengan demikian, dari ketiga sanad hadits di atas, hanya Wail saja yang menyendiri dalam meriwayatkan, sebab hanya dia yang meriwayatkannya dari anakya sendiri, sedang rawi-rawi yang lain tidak ada yang meriwayatkannya semisal itu.[10]
IV.             Kesimpulan
Seperti yang telah tertera di atas bahwa Hadits Ahad masih di bawah hadits Mutawatir, oleh karna itu Hadits Ahad hanya berfaidah dhan belum sampai pada qath’i
      Klasifikasi hadits ahad cukup rumit dan kerumitan itu terlatak dalam jumlah dan kapisitas perawinya  yang telah dijelaskan di atas.



DAFTAR PUSTAKA


Daroji, Drs. H.Ahmad. Pengantar Ilmu Hadits. Duta Grafika. Thn. 1986.
Rahman, Drs. Fatchur. Iktishar Mushthalahul Hadits
     PT Alma’arif  Bandung. 1995.
Ismail,  Drs. M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Angkasa Bandung.
Suparta M. A. Drs Munzier .Ilmu Hadits. PT Raja Grafindo Persada Jakarta.



[1] Pengantar Ilmu Hadits. Drs. H. Ahmad Daroji Dkk. Duta Grafika . Hal. 75.
[2] Iktishar Mushthalahul Hadits. Drs. Fatchur Rahman. PT Alma’arif  Bandung. Hal. 67

[3] Pengantar Ilmu Hadits. Drs. M. Syuhudi Ismail. Hal.141
[4] Pengantar Ilmu Hadits. Drs. H. Ahmad Daroji Dkk. Duta Grafika . Hal. 77
[5] Iktishar Mushthalahul Hadits. Drs. Fatchur Rahman. PT Alma’arif  Bandung. Hal. 68-69
[6] Ibid. Hal. 69


[7] Pengantar Ilmu Hadits. Drs. H. Ahmad Daroji Dkk. Duta Grafika . Hal. 81-82
[8] Ilmu Hadits. Drs Munzier Suparta M. A. Hal. 118
[9] Iktishar Mushthalahul Hadits. Drs. Fatchur Rahman. PT Alma’arif  Bandung. Hal. 77-80
[10] Pengantar Ilmu Hadits. Drs. H. Ahmad Daroji Dkk. Duta Grafika . Hal.86
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan