Kemukjizatan Al-Qur’an Terhadap Kaum Muslim & Non Muslim

Oleh: Zaimuddin Ahya'




I.                   PENDAHULUAN
Tak pernah terjadi dalam sejarah umat manusia adanya umat yang sangat menaruh perhatian terhadap kitabnya sebagaimana perhatian umat muhammad. Bahkan kita belum pernah mendengar adanya kitab suci yang mendapatkan penjagaan, pemeliharaan, penghormatan dan penghargaan yang telah didapatkan oleh kitab suci al-Qur’an. Mu’jizat nabi muhammad nan abadi, hujjahnya yang amat sempurna juga seruannya yang universal untuk seluruh umat manusia.
Mu’jizat para nabi terdahulu bersifat indrawi, sesuai dengan zaman mereka diutus, sedangkan  Al-Qur’an menjadi mu’jizat nabi muhammad yang bersifat rohani dan aqli. Allah telah mengistimewakannya dengan al-Qur’an sebagai mu’jizat akal yang abadi sepanjang masa, agar dapat dilihat oleh orang-orang yang mempunyai pandangan hati, lalu mereka mengambil cahaya dan petunjuknya di dalam menghadapi masa kini dan masa mendatang.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa al-Qur’an dengan segala macam isinya yang bernilai mu’jizat adalah abadi. Tidak lenyap oleh lenyapnya hari atau mati oleh wafatnya rosulullah SAW, akan tetapi tetap tegak di atas dunia menentang setiap pendusta dan menjawab setiap orang yang ingkar. 
II.                RUMUSAN MASALAH
A.     Kemukjizatan Al-qur’an
B.     Macam-macam kemukjizatan Al-qur’an
C.     Pengaruh kemukjizatan al-qur’an terhadap umat muslim dan non muslim
III.             PEMBAHASAN
A.     Kemukjizatan Al-Qur’an
Kata mu’jizat terambil dari kata bahasa Arab a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya, (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan apabila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, dinamai mu’jizat. Mu’jizat didefinisikan oleh pakar agama islam, antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantang kepada orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
Sedangkan ketika kita berkata mu’jizat al-Qur’an, ini berarti bahwa mu;jizat (bukti kebenaran) tersebut adalah mu’jizat yang dimiliki atau yang terdapat dalam al-Qur’an, bukannya bukti kebenaran yang datang dari luar al-Qur’an atau faktor luar. Al-Qur’an biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang disampaikan malaikat jibril sesuai dengan redaksinya kepada nabi muhammad dan diterima umat islam secara tawatur (berita atau penyampaiaan dari sejumlah orang yang menurut kebiasaan jumlah semacam itu mustahil sepakat untuk berbohong. Dan penyampaiaan dengan sifat tersebut berlangsung dari generasi kegenerasi)[1]. Maka,  yang dimaksud  dengan kemu’jizatan al-Qur’an adalah kalamullah yang bernilai mu’jizat bagi makhluk, baik uslub dan nadhomnya, keindahan penjelasannya, ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya, pengaruh petunjuknya, dan cermatnya menyibakkan hal-hal ghoib yang sudah lampau atau yang akan datang. 
Kemu’jizatan akan terjadi manakala timbul perkara:
a.       Sebagai tantangan, yaitu mencari tandingan.
Tantangan yang datang dalam al-Qur’an, mempunyai dua bentuk yakni tantangan umum dan khusus. Tantangan umum ditujukan kepada semua makhluk, baik kaum filosof, cendekiawan, ulama’, hukama’, maupun semua manusia tanpa kecuali, baik bangsa arab maupun bangsa lain, yang berkulit putih atau hitam, yang mu’min atau yang kafir sekalipun. Hal itu tercantum dalam al-Qur’an.
قل لئن اجتمعت الانس والجن على ان يأتوا بمثل هذا القرأن لا يأتون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيرا (الاسرأ: 88)
Artinya: “Katakanlah sesungguhnya jika berhimpun manusia dan jin hendak memperbuat serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak dapat memperbuat serupa dengan al-Qur’an ini, meskipun sebagian mereka menolong yang lain” (QS. Al-Isro’:88).
Adapun tantangan yang khusus ditujukan hanya pada orang-orang arab, khususnya kepada orang kafir quraisy. Tantangan inipun ada dua macam, yaitu tantangan kulli yaitu tantangan dengan seluruh al-Qur’an meliputi hukum, keindahan, balaghoh, atau keterangannya. Tantangan juz’i yaitu tantangan seperti mendatangkan satu surat saja, yang menyerupai surat-surat al-Qur’an sekalipun itu surat terpendek sebagaimana surat al-kautsar.
b.      Bilamana pihak yang menjawab tantangan masih tegak.
Tantangan ini khusus ditujukan kepada orang-orang arab. Nabi muhammad datang kepada mereka dengan membawa agama baru yang sekaligus membatalkan agama mereka, meremehkan impian mereka, mengejek Tuhan dan berhala-berhala mereka bahkan menertawakan mereka ditengah-tengah manusia. Dia mengajak mereka untuk mengikutinya dan mengi’tikadkan bahwa dia adalah utusan dari Allah SWT.
c.       Bilamana tidak ada sesuatu yang melarang.
Dalam hal ini adalah tidak adanya larangan bagi mereka untuk menandingi al-Qur’an. Sesuangguhnya al-Qur’an diturunkan dengan bahasa arab yang sekaligus merupakan bahasa mereka sehari-hari. Lafadznya juga terdiri dari huruf-huruf arab, bahkan penyampaiannya juga menurut susunan bahasa arab. Oleh sebab itu, al-Qur’an mempersilahkan mereka meminta bantuan kepada orang-orang yang mereka kehendaki, untuk menciptakan sebuah kitab yang dapat menandingi al-Qur’an. Akan tetapi, ketika mereka tidak mampu untuk itu, maka dengan sendirinya menunjukkan bahwa al-Qur’an itu memang datang dari Tuhan, hal itu telah cukup sebagai dalil dan bukti yang kuat[2].
Para ulama’ telah memperingatkan bahwa setiap mu’jizat pasti mempunyai lima syarat. Adapun syarat tersebut adalah
1.      Berupa sesuatu yang hanya mampu diciptakan oleh Allah SWT.
2.      Berupa sesuatu yang aneh dan keluar dari hukum alam.
3.      Merupakan saksi kebenaran pengakuan orang yang mengaku dirinya sebagi rosul.
4.      Ia bersetuju dengan seruan atau pengakuan seorang nabi yang menantang dengan mu’jizat itu.
5.      Tidak seorangpun mampu menciptakan serupa mu’jizat itu sebagai tandingan.
6.       
B.     Macam-Macam Kemu’jizatan Al-Qur’an
1.      Mu’jizat al-Qur’an ditinjau dari aspek kebahasaan
Keunikan dan keistimewaan al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemu’jizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat arab yang dihadapi al-Qur’an 15 abad yang lalu. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa kemu’jizatan al-Qur’an dari segi bahasa itu terletak pada segi nadhom, kefasihan lafadz-lafadznya, susunan bahasa yang menakjubkan.
Menurut ahli sastra arab, Musthofa al-Rofi’i mengatakan:
a.        Dalam aturan susunan lafadz-lafadz al-Qur’an terlihat adanya interaksi secara shorfiyah dan lughowiyah yang berjalan pada tempat dan susunan seiring dengan jalannya huruf itu sendiri dalam fashahahnya.
b.      Al-Qur’an memuat lafadz ghoribah (asing) yang sama sekali tidak bagus terdapat dalam kalam kecuali dalam penggunaannya pada al-Qur’an seperti dalam lafadz تلك اذا قسمة ضيزى  
c.       Termasuk hal yang tidak mampu dilakukan manusia dalam menyusun kalam yang fasih sekaligus menunjukkan bahwa nadhom al-Qur’an itu bukan merupakan suatu rekaan, melainkan diluar batas jangkauan akal, adalah bahwa sebagian lafadz-lafadz yang tercantum dalam al-Qur’an berbentuk jama’ tidak memakai bentuk mufrod. Jika bentuk itu dibutuhkan maka akan memakai murodifnya. Sebagaimana lafadz al-Lub  اللب  
d.      Susunan isim yang ringan pada lafadz at-thuufaini, al-Jaraada, ad-Dama, dan yang berat pada lafadz al-Qummala adh-dhafaadi’a dengan demikian didahulukan ath-Thuufaana kemudian al-Jaraada, karena pada keduanya terdapat mad (panjang) sehingga terasa mudah pada lisan. Di samping itu, untuk meluruskan dzauq nadhom, supaya lebih ringkas dalam tarkib.
2.      Mu’jizat Al-Qur’an dari segi penyampaian kabar-kabar ghaib
Salah satu segi kemu’jizatan al-Qur’an adalah ia mengabarkan hal-hal yang ghaib. Ini merupakan dasar dan bukti yang kuat bahwa al-Qur’an bukanlah kalam manusia, tetapi kalam dzat yang mengetahui perkara ghaib, yang tidak ada suatu yang samar (rahasia) bagi-Nya. Seandainya al-Qur’an itu rekaan Muhammad, sebagaimana yang mereka sangka, tentu akan nampak ada kesenjangan pada kabar-kabar ghaib, dimana kejadiannya tidak pas dengan yang dikabarkan lalu akan terbuka kebohongan dan penipuan nabi yang mengatasnamakan Allah SWT.
Diantara kabar-kabar ghaib yang terdapat dalam al-Qur’an adalah
a.       Akan terjadinya perang antara rum dan persi. Kekalahan dipihak persi dan kemenangan dipihak rum, setelah mereka pecah dalam peperangan terdahulu. Hal ini tersebut dalam firman Allah surat Ar-Rum: 1-5. Para ulama’ menyebutkan sebab turunnya ayat ini bahwa telah terjadi perang antara negeri rum (negri masihiyah) dengan negeri persi (negri watsaniyah). Maka orang musyrik gembira bukan kepalang dan mereka berkata kepada kaum muslimin: “ kau kira kalian ahli kitab, dan nashoro juga ahli kitab, lihat saudara kami telah mengalahkan saudara kamu, dan kelak kamipun akan mengalahkan kamu”. Maka kaum muslimin menjadi cemas dan panik atas kekalahan bangsa rum, sebagai bangsa yang beragama dihadapan bangsa persi sebagai bangsa watsana (kafir). Kemudian turun ayat tersebut memberiakan kabar gembira kepada kaum muslimin atas kemenangan bangsa rum mengalahkan bangsa persia. Dan itu terbukti pada masa yang relatif singkat antara tiga sampai sembilan tahun.
b.      Rosulullah SAW dan para sahabatnya akan memasuki mekah dengan aman dan damai. Hal ini tersebut dalam firman Allah surat Al-Fath:27. Dalam ayat ini terdapat tiga janji Allah atas kaum mu’minin yaitu memasuki makkah, menunaikan ibadah, dan aman dari serangan Quraisy.
c.       Al-Qur’an telah menggambarkan kehancuran kaum musyrik sebelum terjadinya perang. Ini tersebut dalam firman Allah surat Al-Qomar:44-46.
Surat al-Qamar adalah makkiyah (turun sebelum nabi hijrah), padahal jihat baru dimulai setelah tahun ke-2 dari hijrah, maka bagaimana mungkin memikirkan peperangan? Bahkan rasanya terlalu mengada-ngada untuk menghancurkan kaum musyrikin, sebab kaum muslimin sangat kecil dalam jumlah maupun kekuatannya. Tapi itulah yang tidak akan salah.
3.      Mu’jizat Al-Qur’an dari segi Ilmiah
Sebelum berbicara tentang isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an, terlebih dahulu perlu digaris bawahi bahwa al-Qur’an bukan suatu kitab ilmiah sebagaiman halnya kitab-kitab ilmiah yang dikenal selama ini.
Perlu dicatat bahwa hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung oleh al-Qur’an, dikemukakan dalam redaksi yang singkat dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya, yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir. Berikut ini beberapa contoh:
a.       Ihwal Reproduksi Manusia
Al-Qur’an berbicara panjang lebar tentang manusia salah satunya mengenai reproduksi manusia, serta tahap-tahp yang dilalui hingga tercipta sebagai manusia ciptaan Tuhan yang berbeda dari yang lainnya. Berikut ini ayat yang menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan tahap pembuahan dan pertemuan sperma dan ovum (Al-Qiyamah: 36-39).
Pada tahun 1883, Van Bender membuktika bahwa sperma dan ovum memilikin peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu, dan pada 1912, Murgan membuktiakn peranan kromosom dalam pembentukan janin.
b.      Ihwal Kejadian Alam Semesta
Al-Qur’an juga mengisaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan melalui firmannya surat al-Ambiya’:30. Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi apa yang dikemukakan tentang perpaduan alam raya kemudia pemisahannya tersebut dibenarkan oleh obsevasi para ilmuan.
Observasi Edwin P.Hubble (1889-1953) melaui teropong binytnag raksas pada 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti bahwa alam semesta berekspansi (sejalan pula dengan surat adz-dzariyat:74) bukannya statis seperti dugaan Einstein (1979-1955).
Ekspansi itu, menurut fisikawan rusia George Gamow (1904-1968) melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki seratus miliar bintang. Tetapi, sebelumnya apabila ditarik kebelakang kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan dikenal dengan istilah Big Bang. Inilah yang diisaratkan oleh al-Qur’an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk mengamati dan mempelajari alam semesta yang tadinya padu itu, kemudian dipisahkan oleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan keesaan dan kemaha kuasaan Allah SWT.
c.       Ihwal Kalender Syamsiyah dan Qomariyah
Al-Qur’an juga mengisyaratkan perbedaan perhitungan syamsiyah dan qomariyah,yaitu ketika al-Qur’an menguralkan kisah ashhabul kahfi (al-Kahfi:25).
Penambahan sembilan tahun ini adalah akibat perbedaan penanggalan syamsiyah dan qomariyah.
Penanggalan syamsiyah yang dikenal dengan gregorian calendar yang baru ditemukan pada abad ke-16 itu, berselisih sekitar sebelas hari dengan penanggalan qomariyah sehingga tambahan sembilan tahun yang disebut ayat tersebut adalah hasil perkalian 300 tahunX 11 hari= 3.300 hari atau sekitar sembilan tahun lamanya.   

C.     Pengaruh kemukjizatan al-qur’an terhadap umat muslim dan non muslim
1.      Pengaruh kemukjizatan al-qur’an terhadap umat muslim
Umat islam adalah umat yang sepenuhnya percaya atas kemu’jizatan kitab suci Al-Qur’an, diantara aspek kemu’jizatan yang paling berpengaruh terhadap umat islam adalah ‘petunjuk atau syaria’at yang dibawanya. Pakar al-qur’an dan hukum islam imam al-Qurthubi dinilai sebagai ulama pertama yang manggaris bawahi aspek kemukjizatan al-qur’an ditinjau dari segi petunjuk atau syari’atnya. Sayyid Muhammad Rosyid Ridlo secara tegas jagu berpendapat demikian, bahkan menurutnya, petunjuk al-qur’an dalam akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlaq, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan soal agama, sosial dan politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut, kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun.
      Sebagai muslim, kita meyakini bahwa al-qur’an dalam petunjuk-petuknya amat istimewa dan sempurna. Betapa tidak? Petunjuk-petunjuknya-lebih-lebih dalam aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya-tidak mementingkan nama atau bentuk lahirnya, tetapi mengarah pada jiwa dan subtansi yang mengatar manusia dan masyarakat menuju kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin. Dengan mengarah pada tujuan dan subtansi, serta menempatkan bentuk dan sarana dalam wilayah kewenangan ilmu, seni, serta perkembangan pemikiran masyarakat, menyebabkan tuntunan al-qur’an dapat diterapkan dimana dan kapan saja.
Hal ini didukung oleh sifat petunjuk-petunjuk-Nya yang pada umum bersifat global. Yang terperinci hanyalah yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang tidak dapat dijangkau oleh nalar manusia, seperti persoalan metafisika, atau petunjuk yang tidak perlu dikembangkan lagi karena naluri manusia dan kecenderungannya-menyangkut hal tersebut- tidak mungkin mengalami perubahan. Sikap anak yang tidak akan memikili sifat birahi kepada orang tua dan saudaranya, atau kecemburuan yang pasti akan terjadi-dan akhirnya menimbulkan permusuhan-apabila seseorang pemperistrikan dua orang wanita bersaudara adalah beberapa contoh memngenai hal tersebut kesemua itu tidak akan mengalami perubahan berkaitan dengan naluri dan sikap menusia normal. Karena itu, al-qur’a memperincinya sebagaimana terlihat dalam ketentuan keharaman menikahi orang-orang tertentu (baca QS An-Nisa’ [4]:23)
2.      Pengaruh kemukjizatan al-qur’an terhadap non muslim
Diantara keistimewaan Al-Qur’an bahwa ia merupakan kitab yang bersifat i’jaz (melemahkan dan meyakinkan para penentangnya). Bahkan Allah menjadikanya tanda kebesaran ssatu-satunya yang bersifat menantang. Allah menantang mereka untuk mendatangkan yang semisal denganya . Karena mereka tidak mampu, Allah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surat yang semisal dengannya. Kemudian kerena tidak mampu juga Allah menantang mereka untuk mendatangkan satu surat saja yang semisal dengannya. Mereka tetap bungkam seribu bahasa, merasa tidak kuasa menghadapi tantangan ini.
    Sering kali orang musyrik menuntut dan mendesak diturunkannya tanda-tanda kekuasaan Allah yang luar biasa (mu’jizat) sebagai mana mu’jizat yang diberikan kepada rasul-rasul terdahulu, semisal unta Nabi Saleh, tongkat Nabi Musa, mu’jizat Nabi Isa dalam menghidupkan orang mati dengan izin Allah. Namun, Allah tidak mempedulikan tuntutan mereka. Karna Allah tidak ingin memaksa mereka masuk dalam keimanan dengan suatu mu’jizat kauniyah. Akan tetapi yang diharapkan adalah agar mereka masuk dalam keimanan dengan pilihan mereka  yang bebas dan berdasarkan akal mereka yang murni, tanpa ada pretensi sedikitpun untuk memaksa mereka secara zahir atau maknawi atau yang semisalnya.[3]
    Di samping itu rasionalisme dalam Al-Qur’an juga sangat jelas sekali. Orang yang membacanya tanpa fanatisme akan menangkap roh rasionalisme itu dalam Al-Qur’an. Banyak kaum non muslim mengakui kenyataan itu. Yang terakhir, kita dengar adalah pernyataan seorang orientalis Prancis—dalam hal ini dia mengaku sebagai ahli Arabisme (Ahli dunia timur tengah, bukan orientalis)—yaitu Jack pirk. Ia sosiolog terkenal, yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Prancis selama 20 tahun lebih.Ia berkata, “Saya menemukan rasionalisme Al-Qur’an yang amat jelas, dalam setiap surat dan ayat-ayatnya. Kesimpulan itu saya temukan setelah cukup lama menggeluti Al-Qur’an”
    Ada pula pengakuan yang lebih jelas dan rinci, yang kami dapati dalam pasal “akidah Al-Qur’an”, dalam buku Islam dan Kapitalisme karangan seoran penulis Yahudi-Marxis, juga dari prancis, Maxim Robinson, dia berkata, “Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang mengandung rasionalisme yang demikian besar. Dalam Al-Quran Allah selalu menerapkan rasionalisme dalam berdialog dan menunjukkan bukti-bukti. Bahkan, wahyu –yang biasanya amat tidak rasional dalam agama manapun—yang diturunkan Allah kepada Rasul-rasul sepanjang sejarah dan terutama kepada penutup sekalian Rasul, Muhammad, dimasukkan oleh al-Qur’an sebagai bukti dan alat untuk berdalil. Dalam beberapa tempat, al-Qur’an menegaskan bahwa Rasul-rasul telah datang membawa penjelasan. Jika anda bertanya, apa yang menjadi keabsahan berdalil dengan penjelasasn penjelasan itu? Akan anda  temukan, jaminan kepada Muhammad ini, terletak pada karakteristik-karakteristik keserasian di dalam, yaitu keseragaman inti wahyu yang diturunkan dalam masa-masa yang berbeda-beda, kepada bangsa yang berbeda-beda dan melalui rasul yang berbeda pula. Bahkan, wahyu yang diturunkan kepada Muhammad menjamin bahwa intinya adlah sama dengan wahyu yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, dan itu dibenarkan oleh sejarah. Ia juga tidak ragu-ragu menantang manusia untuk membuat wahyu yang serupa dengannya. Yaitu mengandung karakteristik Ilahiyah, bentuk maupun isinya. Wahyu yang didapat dari Allah, yang lebih lurus dari apa yang diturunkan kepada Musa dan Muhammad. Jika mereka tidak menerima karakteristik-karakteristik ini, maka ia dapat melakukan keadilan kesamaan ‘taruhan’, yang terkenal dengan pemikiran Pascal. Yaitu seperti yang dilakukan oleh seorang yang beriman dari keluarga Fir’aun, namun menyembunyikan keimanannya, ketika membela Musa.
Salah satu contoh pengadilan seperti itu adalah ketika menolak konsep Trinitas dalam Kristen. Al-Qur’an menolak konsep ini berdasarkan keyakinan Muhammad bahwa itu adalah sejarah dan berdasarkan perkataan Isa yang diriwayatkan menolak sifat Uluhiyah dari dirinya. Bukan hanya ini, bahkan kaum kristen dianjurkan untuk tidak berlebihan dalam agama mereka, dan tidak mengatakan apa yang tidak rasional.[4]
Dengan melihat keterangan-keterangan di atas, kemu’jizatan sangat luar bisa. Sehingga, orang-orang yang menentangnya bungkam dan tidak bisa berkata-kata. Bahkan, diantara mereka yang jujur dalam mengaji al-Qur’an menyatakan kekagumannya atas firman Ilahi tersebut.

IV.              KESIMPULAN
Kemukjizatan-kemukjizatan al-qur’an telah diakui oleh seluruh umat muslim, bahkan umat non musim juga mengakuinya sekalipun mungkin tidak secara terang-terangan. Al-qur’an mengandung banyak kemukjizatan melingkupi seluruh persoalan, bersifat universal, tidak terbatasi ruang dan waktu. Berbeda dengan mukjizat-mukjizat Nabi terdahulu yang bersifat material dan hanya bisa disaksikan oleh umat Nabi tersebut.
Orang-orang yang menentang al-qur’an dari dulu hingga sekarang dan sampai pada waktu yang akan datang tidak akan mampu merobohkan kebenaran al-qur’an.







DAFTAR PUSTAKA
M. Quraisy Shihab, mu’jizat al-Qur’an, Bandung: Mizan Media Utama, 2007
Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulum al-Qur’an Praktis, Jakarta: Pustaka Aman, 2001
Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Gema Insani Press, Jakarta, 1999






[1] M. Quraisy Shihab, mu’jizat al-Qur’an (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), hal.45
[2] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulum al-Qur’an Praktis (Jakarta: Pustaka Aman, 2001), hal. 131
[3] Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm 315-317.
[4] Ibid. 77-79
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan