Oleh: Zaimuddin Ahya'
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Kata “Logika” sering terdengar dalam percakapan sehari-hari,
biasanya dalam arti “menurut akal”. Akan tetapi logika sebagai istilah berarti
suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketetapan penalaran.
Maka, untuk mmahami apa itu logika, orang harus mempunyai pengertian yang jelas
tentang penalaran. penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Adapun
bentuk-bentuk pemikiran yang lain, mulai dari yang sederhana adalah pengertian
atau konsep (conceptus; concept), proposisi atau pernyataan (proposition;
statement), dan penalaran (ratiocinium; reasoning). Tidak ada proposisi tanpa
pengertian dan tidak ada penalaran tanpa proposisi. Maka untuk memahami
penalaran, ketiga bentuk pemikiran harus dipahami bersama-sama[1].
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Sejarah Logika
B.
Pengertian Logika
C.
Obyek logika
III.
PEMBAHASAN
A.
Sejrah Logika
Awal
munculnya Logika tidak dapat dilepaskan dari upaya para ahli pikir Yunani.
Mereka berusaha menganalisis kaidah-kaidah berpikir dan menghindari terjadinya
kesalahan dalam membuat kesimpulan.[2]Kaum
Sofis, Socrates dan Plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya logika. logika
lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprotus dan kaum Stoa.[3]
Ahli
pikir yang mempelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya adalah
Aristoteles (384-322). Namun, nama logika tidak terdapat pada Aristoteles
sendiri. Dalam karangan-karangan masa kuno, nama logika untuk pertama kali
muncul pada Cicero (abad 1 sebelum masehi), tetapi dalam arti seni berdebat.
Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang
pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti yang sekarang dimaksudkan
(ilmu yang menyelidiki lurus dan tidaknya pemikiran kita). Aristoteles sendiri
memakai istilah “analitika” untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi
yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar dan ia memakai istilah
“dialektika” untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik
tolak dari hipotesa. Jadi, bagi Aristoteles analitika dan dialektika merupakan
dua cabang dari ilmu yang sekarang kita namakan “logika”.[4]
Perkembangan
Logika setelah masa Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para muridnya,
diantaranya Theoprastus dan Porphyrius. Theoprastus adalah pemimpin aliran
paripatetik yang telah menyumbangkan pengertian yang mungkin (yaitu pengertian
yang tidak mengandung kontradiksi dalam dirinya) dan sifat asasi dari setiap
kesimpulan (harus mengikuti unsur terlemah dalam pangkal pikir).
Adapun
Phorphyrius adalah seorang ahli pikir dari Iskandariah yang amat terkenal dalam
bidang Logika. Yang telah menambahkan satu bagian baru dalam Logika, yang
dinamakan eisagoge. Dalam pelajaran ini dibahas lingkungan zat dan sifat
didalam alam yang sering disebut klasifikasi. Pada masanya, Logika telah
berkembang ke pellbagai wilayah, seperti Athena, Antiokia, Iskandariah, dan
Roma.
Disamping
jasa para muridnya tersebut, perkembangan logika juga mengalami kendala. Pada tahun
325 M, di mana Kaisar Konstantin bertahta, telah berlangsung sidang gereja
pertama di dunia, yaitu di Nicae yang dihadiri para Bishop dan Patriach. Salah
satu keputusan yang diambil adalah membatasi pelajaran logika hanya sampai
perihermenias, sedangkan bagian-bagian lain dilarang.
Sebagai
dampak dari pelarangan ini, muncul inisiatif dari seseorang komentator, yaitu
Boethius (480-524 M) untuk menerjemahkan buku logika dari bahasa Yunani (Greek)
ke dalam bahas latin. Buku yang diterjemahkan tersebut adalah yang termasuk
dilarang, sebagai konsekuensinya Boethius dijatuhi hukuman mati. Sejak saat
itulah pelajaran logika di Barat hampir selama seribu tahun juga mengalami
kematian pemikiran.
1.
Perkembangan Logika pada Zaman Islam
Upaya
untuk mengembangkan logika, tampak dari upaya beberapa filsuf Islam yang aktif
menyalin buku-buku karya Aristoteles kedalam bahasa Arab. Diantara filsuf Islam
tersebut adalah Johana bin Pafk, Ibnu Sikkit jakub al-Nahwi (803-859 M), Jakub
bin Ishak al-kindi (791-863M).
Sementara
itu, terdapat pula beberapa penyalinan dari karya Aristoteles yang jelas
dilarang, sebagaimana dilakukan oleh Ishak bin Hunain yang telah menyalin karya
Aristoteles berjudul Categoria dan De Interpretatione kedalam
bahasa Arab. Kemudian Said bin Jakub al-Dimsyiki dan Abu Bisyri Matta
al-Mantiqi juga melakukan hal yang sama, tapi dengan buku yang berbeda.
Penyalinan
karya Aristoteles diatas, masih dalam bentuk bagian-bagian jadi tidak bisa
dipahami secara komprehensif. Upaya untuk menerjemahkan karya Aristoteles dalam
bentuk yang menyeluruh telah dilakukan oleh al-Farabi (873-950 M). beliau telah
menghasilkan 4 karya dibidang logika.
Ahli
pikir muslim lain yang ikut mengembangkan logika adalah Abu Abdillah
al-Khawarizmi, yang telah menyusun dan menciptakan Aljabar. Bahkan,
salah satu karya Ibnu Sina setelah diolah oleh pemikir Barat, dijadikan standar
pelajaran logika pada abad ke-17 dan telah melahirkan aliran Port Royal
di Prancis.
Memasuki
abad ke-14, banyak reaksi yang muncul terhadap pelajaran tentang logika. Mereka
dipandang terlalu banyak memuja akal dalam mencari kebenaran sehingga banyak
tuduhan ekstrem kepada para pemuja akal ini. Ahmad Ibnu taimiah (1263-1328 M)
menentang pelajaran logika. Sedangkan Saaduddin al-Taftazani (1322-1389 M) telah
menjatuhkan hukum haram bagi yang mempelajari logika.
Perkembangan
logika semakin redup dengan jatuhnya Andalusia pada pertengahan abad ke-15.
Hingga abad ke-20 hanya beberapa karya logika yang lahir, diantaranya karya
Ibnu Khaldun, al-Duwani dan al-Akhdhari.
Untuk karya al-Akhdhari banyak dipakai sebagai pelajaran dasar logika didunia
Islam, termasuk di Indonesia. Namun demikian, roh semangat untuk mempelajari
logika mulai bangkit kembali pada awal abad ke-20 dengan munculnya gerakan
pembaharuan Islam di Mesir yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh.
2.
Perkembangan Logika di Barat
Petrus
Alberadus (1079-1142) adalah ahli pikir yang mencoba menghidupkan kembali
pelajaran logika di perguruan tinggi.
Upaya yang dilakukan adalah menyampaikan pelajaran logika dari
Aristoteles yang tidak dilarang.
Karya
Aristoteles tentang logika dalam buku organon dikenal didunia Barat
selengkapnya adalah sesudah berlangsung penyalinan yang sangat luas dari sekian
banyak ahli pikir Islam kedalam bahasa latin.
Petrus Hispanus menyusun pelajaran
logika berbentuk sajak. Petrus Hispenus inilah yang mula-mula mempergunakan
berbagai nama untuk system penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk
silogisme katagorik dalam sebuah sajak.
Francis Bacon melancarkan serangan
sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan system induksi secara
lebih luas. Serangan ini mendapat sambutan hangat di berbagai kalangan Barat
sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan kepada sistem induksi.
Pembaharuan logika di Barat
berikutnya disusul oleh penulis lainnya, diantaranya Leibniz. Ia menganjurkan
penggantian pertanyaan dengan symbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih
mudah melakukan analis. Demikian juga Leonhard Euler, seorang ahli matematika
dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan
lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antara term yang terkenal dengan
sebutan sirkel-euler.
John Stuar Mill
mempertemukan system induksi dan system diduksi. Logika sesudah masa Mill,
lahirlah sekian banyak buku baru dan ulasan logika. sejak pertengahan abad
ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan logika simbolis. Pelopor
logika simbolis pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.[5]
B.
Pengertian Logika
Logika
adalah bahasa Latin berasal dari kata Logos yang berarti perkataaan atau sabda.
Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah mantiq, kata Arab
yangdiambil dari kata nataqa yang berarti berkata atau berucap.
Dalam bahasa
sehari-hari kita sering mendengar ungkapan serupa: alasnnya tidak logis,
argumentasinya logis. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak
logis adalah sebaliknya.
Dalam
buku logic and language of education, mntiq disebut sebagai “penyelidikan
tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar, sedangkan dalam kamus
munjid disebut sebagai “hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam
berpikir”. Prof. Thaib Thahir A. Mu’in memebatasi dengan “ilmu untuk
menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran.
Sedangakn Irving M. Copi menyatakan,
“Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.”[6]
“Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.”[6]
C.
Obyek Logika
Obyek
adalah suatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan.
Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek yang dibedakan menjadi dua, yaitu
obyek material dan obyek formal.
Obyek material,
yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan
itu. Boleh juga obyek material adalah hal yang diselidiki, dipandan, atau
disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang
konkret atau yang abstrak.
Obyek
formal, yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana obyek material itu disorot.
Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan ilmu, tetapi pada saat
yang sama membedakannya dari bidang-bidan lain. Satu obyek material dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang
berbeda-beda.
Lapangan
dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pikiran yang lurus, tepat, dan
sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki,
merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.[7]
Berpilkir
adalah obyek material logika. Yang dimaksudkan berpikir disini adalah kegiatan
pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir, manusia mengolah, mengerjakan
pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ia
dapat memperoleh kebenaran. Pengolahan, pengerjaan ini terjadi dengan
mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian
yang satu dengan pengertian lainnya. Tetapi bukan sembarangan berpikir yang
diselidiki dalam logika. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan
dan ketepatannya. Karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan obyek logika.[8]
IV.
KESIMPULAN
Logika
adalah produk yang dihasilkan manusia dalam rangka usaha mencari kebenran
dengan cara berpikir yang tepat, tidak rancau. Walaupun logika itu sudah ada
sebelum aristoteles, tapi dialah yang pantas dijuluki pelopor logika. Karena,
Aristotels adalah orang pertama yang menguraikan logika secara sistematis.
Dalam
perjalanannya logika mengalami pasang surut. Hal itu terjadi karena ada
persepsi yang berbeda-beda terhadap logika. Logika sendiri punya okyek. Yaitu,
obyek formal dan material.
DAFTAR PUSTAKA
H.
Mundhiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet. Ke-15, 2012)
Surajiyo
Dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta:PT Bumi Aksara, Cet. Ke-5, 2010)
Alex
Lanur Ofm, Logika Selayang Pandang, (Yogyakarta: Kanisus, Cet. 27, 2012)
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisus, Cet.
Ke-18, 2001)
R.G. Soekadijo, Logika dasar,
(PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1991)
[1] R.G. Soekadijo, Logika dasar,
(PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1991) hal.3
[2] Drs. Surajiyo Dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta:PT Bumi
Aksara, Cet. Ke-5, 2010) Hlm. 11
[3] Drs. H. Mundhiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet.
Ke-15, 2012) Hlm. 2
[4] Dr. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisus, Cet.
Ke-18, 2001) Hlm. 137-138
[5] Drs. Surajiyo Dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta:PT Bumi
Aksara, Cet. Ke-5, 2010) Hlm. 12-15
[6] Drs. H. Mundhiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet.
Ke-15, 2012) Hlm. 1-2
[7] Drs. Surajiyo Dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta:PT Bumi
Aksara, Cet. Ke-5, 2010) Hlm. 11
[8] Alex Lanur Ofm, Logika Selayang Pandang, (Yogyakarta: Kanisus, Cet.
27, 2012) Hlm. 7-8
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon