I.
Pendahuluan
Munculnya
Positivisme dan Evolusionisme menambah terbukanya pintu pengingkaran terhadap
aspek kerohanian. Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya
bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai
mesin. Buktinya, bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa
tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari
tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.
Seorang
tokoh lagi (matrealisme alam) adalah Ludwig Feueurbach (1804-1872) sebagai
pengikut Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun
tindakan berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak
agama/metafisika. Satu-satunya asas kesusilaan adalah keinginan untuk
mendapatkan kebahagiaan. Dan untuk mencari kebahagiaan manusia harus ingat akan
sesamanya.[1]
Namun,
pada makalah ini saya hanya membahas sedikit tentang pemikiran Karl Marx yang
ditunjukkan dengan materialisme dialektis dan matrealisme historis.
II.
Rumusan Masalah
- Biografi
Karl Marx
- Matrealisme
dialektis
- Matrealisme
historis
III.
Pembahasan
- Biografi
Karl Marx
Nama lengkapnya Karl Heinrich Marx,
dilahirkan di Trier, prusia, jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh
oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar doktor dalam bidang filsafat. Di
kala ia berkawan dengan Bruno Bauer ia mendapatkan kekecewaan, tetapi setelah
berkawan dengan Friedrich Engels di Paris, maka dengan kawannya itulah ia
(tahun 1848) menyusun Manifesto Komunist. Setelah itu, ia menjadi
buronan politik, diusir dan dipenjara di London, sampai meninggal dunia.[2]
Penuturan Paul Lafargue mengenai
Karl Marx
Saya
bertemu Karl Marx pertama kali pada bulan febuari 1865. The First Internasional
telah didirikan pada tanggal 28 september 1864 dalam sebuah temuan di Saint
Martin’s Hall, London, dan saya datang ke London dari Paris untuk memberikan
kabar kepada Marx tentang perkembangan organisasi pemuda ini. M. Tolain,
senator di republik borjuis, membekali saya dengan sepucuk surat pengantar.
Waktu
itu saya berusia 24 tahun. Sepanjang hidup, saya akan selalu terkenang dengan
pertemuan ini. Marx sedang tidak sehat waktu itu. Dia sedang menulis bagian
pertama Capital, yang dua tahun kemudian, 1867, belum juga diterbitkan.
Dia khawatir tidak akan bisa menyelesaikan karyanya itu, dan oleh karenanya
kedatangan anak-anak muda ini menjadi hiburan tersendiri baginya. “Saya harus
melatih orang-orang untuk melanjutkan propaganda komunis setelah saya,”
kata-katanya saat itu.
Karl
Marx adalah salah seoang yang langka di dunia ini yang dapat menjadi pemimpin
dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan publik sekaligus, dua aspek ini begitu
menyatu dalam dirinya sehingga orang hanya dapat memahaminya jika memandang
Marx sebagai seorang sarjana dan pejuang-sosialis.
Marx
berpandangan bahwa ilmu harus diburu untuk ilmu itu sendiri, terlepas dari
bagaimana hasil akhir sebuah penelitian, tetapi pada saatyang bersamaan juga
berpendapat bahwa seorang ilmuan bisa menjadi turun nilainyajika tidak terlibat
secara aktif dalam kehidupan publik atau hanya menutup diri di dalam
laboratoriumnya sebagaimana seekor belatung melarikan diri dan menjauh dari
kehidupan dan hiruk-pikuk politik zamannya.
“Ilmu
tidak boleh menjadi kesenangan untuk diri sendiri,” lanjut Marx. “Orang-orang
yang memiliki nasib baik untuk terjun dalam mencari ilmupertama-tama menempatkan
pengetahuannya demi kepentingan kemanusiaan.” Salah satu ucapan terkenalnya
adalah: “Bekerja demi kemanusiaan.”[3]
B. Matrealisme
dialektis
Dalam ajaran mengenai matrealisme
dialektis bahwa kenyataan kita akhirnya hanya terdiri atas materi yang
berkembang melalui suatu proses dialektis (tesa-antitesa-sintesa). Salah satu
prinsip matrealisme dialektis ialah bahwa perubahan dalam kuantitas dapat
mengakibatkan perubahan dalam kualitas. Itu berarti bahwa suatu kejadian pada
taraf kuantitatif dapat menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru. Dengan cara
itulah kehidupan berasal dari materi mati dan kesadaran manusiawi berasal dari
kehidupan organis.
Proses dialektik sendiri sebenarnya
adalah pemikiran Hegel dipakai juga oleh Karl Marx. Pemikiran hegel mengenai proses
dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Ada suatu fase pertama (tesis) yang
menampilkan lawannya (antitesis), yaitu fase kedua. Akhirnya timbullah fase
ketiga yang memperdamaikan fase pertama dan kedua (sintesis). Dalam sintesis
itu tesis dan antitetis menjadi aufgehopen , kata Hegel. Kata yang
berasal dari bahasa jerman ini mempunyai lebih dari satu arti dan Hegel
menginginkan semua arti itu. Di satu pihak aufgehopenberarti dicabut,
ditiadakan, tidak berlagu lagi. Itu memang dimaksudkan karena adanya sintesis,
maka tesis dan antitesis sudah tidak ada lagi, sudah lewat. Di lain pihak kata
tersebut berati juga diangkat, dibawa kepada taraf lebih tinggi. Itu juga
dimaksudkan Hegel dalam sintesis masih terdapat tesis dan antitesis, tetapi
kedua-duanya diangkat kepada tingkatan baru. Dengan perkataan lain, dalam
sintesis baik tesis maupun antitesis mendapat eksistensi baru. Dengan perkataan
lain lagi, kebenaran yang terkandung dalam tesis dan antitesis tetap disimpan
dalam sintesis, tetapi dalam bentuk lebih sempurna. Proses ini akan berlangsung
terus. Sintesis yang dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan
antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dapat diperdamaikan menjadi sintesis
baru.
C. Matrealisme
historis
Pada ajaran matrealisme historis,
pikiran dasarnya adalah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan
atau dideterminir oleh perkembangan sarana produksi yang materiil. Misalnya
kalau kita memilih pengolahan tanah maka perkembangan sarana-sarana produksi
adalah pacul, bajak, mesin dan sebagainya. Meskipun sarana produksi merupakan
buah hasil pekerjaan manusia, namun arah sejarah tidak tergantung dari kehendak
manusia. Menurut Karl Marx, manusia sesungguhnya mengadakan sejarahnya, tetapi
ia tidak bebas dalam mengadakan sejarahnya. Sebagaimana juga materi sendiri,
sejarahpun dideterminir secara dialektis bukan secara mekanistis.
Ke manakah arah perkembangan
sejarah? Karl Marx berkeyakinan bahwa sejarah manusia menuju ke suatu keadaan
ekonomis tertentu, yaitu komunisme, dimana milik pribadi akan diganti dengan
milik bersama. Perkembangan menuju fase sejarah ini akan berlangsung secara
mutlak dan tidak mungkin dihindarkan. Akan tetapi, manusia dapat
mempercepat proses ini menjadi lebih sadar dengan aksi-aksi revolusioner yang
berdasar atas penyandaran itu.[4]
IV.
Kesimpulan
Materialisme
sebelum Marx hanya memahami materi sebagai obyek indrawi belaka. Pengertian ini
tak mampu menyadari bahwa obyek-obyek material itu adalah juga hasil dari
aktivitas subyektif manusia. Sentralitas pada obyek ini dibalikkan oleh Marx
dengan menunjukkan peran sentral subyek, manusia, dalam konstitusi materialitas
hal-ikhwal.
Dalam matrelismenya Marx kemudian
menggunakan metode dialektika, sedangkan penerapan matrealisme dialektik ke dalam
sejarah manusia adalah matrealisme historis. waAllahu A’lam.
V.
Penutup
Demikian makalah ini kami buat,
semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari dalam makalah masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Daftar
Pustaka
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2004.
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2007.
[1]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Hal.123
[2]
Asmoro Achmadi, op., cit., hal.123.
[3]Untuk
lebih jelasnya lihat: Erich Fromm, Konsep
Manusia Menurut Marx, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004. Hal.293-294.
[4]
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara, Jakarta,
2007. Hal.159-161.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon