BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam
tuhan yang diturunkan dengan perantara Malaikat jibril kepada Nabi
Muhammad Saw secara berangsur-angsur, dan sekaligus menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat manusia dalam
kehidupannya. Al-Qur’an turun pada waktu itu beriringan dengan datangnya agama
Islam yang tidak lain untuk memberikan panduan hidup yang benar terhadap
manusia yang pada masa itu keadaannya sangat carut-marut atau biasa dikenal
dengan sebutan masa jahiliah. Sebagai rahmatan
lil’alamin,Al-Qur’an menjadi hal yang sangat penting khususnya pada saat
ini, dimana masa modern sekarang kebanyakan umat Islam sudah jarang yang mau
membaca, megkaji Al-Qur’an bahkan menggunakan Al-Qur’an sebagai akhlaq dalam
bermasyarakat.
Hal tersebut dikarenakan umat mengalami modernisasi baik dalam
ilmu pengetahuan maupun teknologi. Berkembangnya ilmu pengetahuan bukan berarti
pengetahuan tentang keislaman melainkan hanya pengetahuan umum tanpa disandingi
dengan pengetahuan keisalaman. Modernisasi inilah yang kemudian menjadikan umat
secara perlahan melupakan tugas dan kewajiban khususnya untuk berinteraksi
dengan Al-Qur’an yang merupakan pedoman bagi kehidupannya. Tentunya pada saat
ini banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang mengetahui tentang Al-Qur’an,
apa itu Al-Qur’an? Fungsi dan kegunaannya bahkan apa yang terkandung di
dalamnya.
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian dan Nama-Nama Al-Qur’an
2.
Fungsi dan Peran Al-Qur’an
3.
Pengkodifikasian Al-Qur’an
4.
Pokok Kandungan
Al-Qur’an
5.
Kelebihan
Al-Qur’an Atas Kitab Lain
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertiaan dan nama-nama al-Qur’an
1.
Pengertian al-Qur’an
Secara etimologi, lafadz al-Qur’an berasal dari bahasa
arab yaitu akar kata dari qara’a yang
berarti membaca. Sedangkan secara terminologi banyak diungkapkan ulama dari
berbagai disiplin ilmu yang berbeda-bada, diantaranya yaitu menurut Dr. Subhi
Shaleh dalam kitabnya mabahis fi Ulum
al-Qur’an yang disepakati oleh
kalangan ahli bahasa, kalam, fiqh, ushul fiqh adalah sebagai berikut: “al-Qur’an adalah firman allah yang
berfungsi sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang tertulis
dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan mytawatir dan membacanya merupakan
ibadah”. (M. Nur Ichwan-memasuki
dunia al-Qur’an 2001).
2.
Nama-nama al-Qur’an
Al Qur'an, kitab suci agama Islam
memiliki banyak nama. Nama-nama ini berasal dari ayat-ayat tertentu dalam Al Qur'an itu sendiri yang memakai istilah tertentu untuk merujuk
kepada Al Qur'an itu sendiri.
Nama-nama tersebut adalah:
Al-Kitab (buku)
Adz-Dzikr (pemberi peringatan)
Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat)
Asy-Syifa' (obat/penyembuh)
Al-Hukm (peraturan/hukum)
Al-Hikmah (kebijaksanaan)
Al-Huda (petunjuk)
At-Tanzil (yang diturunkan)
Ar-Rahmat (karunia)
Ar-Ruh (ruh)
Al-Bayan (penerang)
Al-Kalam (ucapan/firman)
Al-Busyra (kabar gembira)
An-Nur (cahaya)
Al-Basha'ir (pedoman)
Al-Balagh (penyampaian/kabar)
Al-Qaul (perkataan/ucapan)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Nama_lain_Al-Qur%27an)
B.
Fungsi dan peran al-Qur’an
Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat
penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu sebagai mukjizat, sebagai pedoman
hidup, dan sebagai korektor.
Al-Quran adalah wahyu dari Allah (QS 7:2) yang
berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw. (QS 17:88; QS 10:38)
sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20) dan
sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt.
turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan bernilai abadi atau berlaku
sepanjang zaman.
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut,
setidaknya ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk
dipahami seorang Muslim, yaitu (1) sebagai mukjizat; (2) sebagai pedoman hidup;
(3) sebagai korektor.
Al-Quran sebagai Mukjizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz
yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz
berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan
atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya
turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi
Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya
dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu
melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti
yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu
zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan
Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan
seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan
pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara
manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat
peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung, berkeluarga, bermasyarakat,
dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku
dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (QS 7:158; QS 34:28; QS
21:107). Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa di dalam al-Qur’an
banyak ayat yang menjelaskan tentang bagaimana seseorang berprilaku dalam
bermasyarakat baik individu dengan individu maupun individu dengan kelompok.
(Qs. 4:58).
Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan
persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam
Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah
diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah
orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh
Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain: Tentang
peristiwa penyaliban Nabi Isa (Qs. 4: 157-158). (http://islamobile.net/?p=43)
C.
Pengkodifikasian al-Qur’an
Tahapannya atau penyusunan Al-Quran dilakukan dalam dua
tahap yaitu sebelum wafat Nabi Muhammad
SAW dan Setelah Wafat Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran sebelum
wafat Rasulullah
Kaum Muslimin juga bersungguh-sungguh
dalam menghapal dan mempelajari Al-Quran, karena Nabi s.a.w. diperintahkan
untuk mengajarkan Al-Quran kepada mereka (QS 16:44), dan karena mereka
berkeyakinan bahwa Al-Quran adalah firman Allah dan merupakan sandaran pertama
bagi keimanan-keimanan keagamaan, dan sebab
dalam salat mereka diwajibkan untuk membaca surat al-Fatihah dan surat yang
lain.
Setelah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah, dan urusan
kaum Muslimin menjadi teratur, beliau memerintahkan kepada sekelompok
sahabatnya untuk memperhatikan keadaan AI-Quran, mengajarkan, mempelajari dan
menyebarkannya. Wahyu itu dicatat hari demi hari sehingga tidak musnah, dan
mereka dibebaskan dari wajib militer, seperti ditegaskan dalam Al-Quran (QS 9:
122).
Mengingat kenyataan bahwa sebagian
besar sahabat buta huruf, tidak mengetahui tulis-baca, maka Rasulullah
memanfaatkan para tawanan Yahudi. Beliau memerintahkan kepada setiap tawanan
itu untuk mengajar beberapa orang sahabat. Dengan cara inilah maka sekelompok
sahabat menjadi mengetahui tulis-baca.
Dalam kelompok itu terdapat beberapa
sahabat yang tekun membaca Al-Quran, menghapal dan memelihara surat-surat dan
ayat-ayatnya. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-qurra’. Ketika pecah perang Bir
Ma’unah empat puluh atau tujuh puluh al-qurra’
gugur. Ayat-ayat yang diturunkan secara bertahap, ditulis pada papan-papan,
kulit domba atau pelepah kurma, dan dihapal.
Tidak dapat diragukan dan diingkari
bahwa sebagian besar surat Al-Quran tersebar luas melalui para sahabat sebelum
Rasulullah wafat. Nama-nama dari kebanyakan surat itu telah disebutkan dalam
banyak hadis yang diriwayatkan oleh golongan Syi’ah maupun Ahlus Sunnah.
Hadis-hadis itu menjelaskan bagaimana Nabi menyampaikan dakwah Islam, bagaimana
beliau melakukan salat dan membaca Al-Quran. Demikian pula, dalam beberapa
hadis kita menemukan nama-nama tertentu surat-surat Al-Quran sebelum Rasulullah
wafat, seperti at-Thawal,
al-Ma’in, al-Matsani dan al-Mafshalat.
Al- Qur’an Sesudah
wafat Rasulullah wafat
Sesudah Rasulullah wafat, Ali – yang
oleh Nabi dikukuhkan sebagai orang yang paling tahu tentang Al-Quran – diam di
rumahnya untuk menghimpun Al-Quran dalam satu mushaf menurut urutan turunnya.
Dan belum enam bulan sejak wafatnya Rasulullah, dia telah merampungkan
penghimpunan itu dan mengusungnya ke atas punggung unta.
Satu tahun sesudah Rasulullah wafat,10)
pecah perang Yamamah
yang merenggut korban tujuh puluh orang qurra’. Pada waktu itu khalifah
berpikir untuk menghimpun surat-surat dan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf,
karena khawatir akan terjadi perang lagi serta khawatir akan punahnya para qurra’ dan hilangnya Al-Quran karena
kematian mereka. Khalifah memerintahkan kepada sekelompok qurra` sahabat di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun
Al-Quran. Mereka menghimpun dari papan-papan, pelepah-pelepah kurma, dan
kulit-kulit domba yang terdapat di rumah Nabi yang ditulis oleh para penulis
wahyu, dan tulisan-tulisan yang ada pada sahabat-sahabat yang lain. Setelah
menyelesaikan penghimpunan itu, mereka menyalin beberapa naskah dan dibagikan
ke beberapa negeri Islam.
Sesudah khalifah ketiga mengetahui
bahwa Al-Quran terancam perubahan dan penggantian akibat sikap mempermudah
dalam menyalin dan memeliharanya, dia memcrintahkan untuk mengambil mus-haf
yang disimpan oleh Hafsah, yakni naskah pertama di antara naskah-naskah
khalifah pertama, dan memerintahkan kepada lima orang sahabat, yang di
antaranya Zaid bin Tsabit, untuk menyalin mus-haf tersebut. Khalifah ketiga
juga memerintahkan agar semua naskah yang terdapat di negeri-negeri Islam
dikumpulkan dan dikirimkan ke Madinah, kemudian dibakar.
Mereka menulis lima naskah Al-Quran. Satu naskah
ditinggal di Madinah dan empat yang lainnya dibagi-bagikan ke Makkah, Suriah,
Kufah dan Basrah. Masing-masing satu buah. Ada yang mengatakan bahwa selain
lima naskah ini, ada satu naskah yang dikirimkan ke Yaman, dan satu lagi ke
Bahrain. Naskah inilah yang dikenal dengan scbutan Mus-haf Imam dan semua
naskah Al Quran ditulis menurut salah satu dari kelima naskah ini. Semua
naskah ini dan mus-haf yang ditulis melalui perintah khalifah pertama tidak
berbeda, kecuali dalam satu hal, yaitu bahwa surat al-Bara’ah dalam mus-haf
khalifah pertama diletakkan di antara surat-surat mi’un, dan surat al-Anfal
diletakkan di antara suratsurat matsani. Sedangkan dalam Mus-haf Imam, surat
al-Anfal dan al-Bara’ah diletakkan di antara surat al-A’raf dan Yunus. (http://saifuzz.com/kodifikasi-al-quran-dan-tahapannya.html)
D.
Pokok kandungan al-Qur’an
Pokok kandungan al-Qur’an di antaranya
adalah:
a.
Prinsip prinsip keimanan Allah, malaikat, kitab , rasul,
hari akhir, qadha, dan qadhar .
b.
Prinsip-prinsip syariat, tentang ibadah khas (shalat, zakat,
puasa, haji)dan ibadah yang umum (perekonomian, pernikahan, hokum, dan
sebagainya)
c.
Masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik
bagi merekat yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi , mereka yang
berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat dan ancaman
di akhirat berupa surge dan Negara.
d.
Jagalah menuju kebagian dunia akhirat , berupa ketentuan dan
aturan –aturan yang harus dipenuhi untuk mencapai keridahan Allah.
Menurut Abdul Wahab pokok-pokok
kandungan al-Qur’an kedalam 3 kategori yaitu:
a.
Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah),yang berhubungan dengan
rukun iman ( iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasul-rasul, hari
kebangkitan, dan takdir).
b.
Masalah etika (khuluqiyah), berkaitan dengan hal-hal yang
dijadikan perhiasan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan
kehinaan.
c.
Masalah perbuatan dan ucapan (amaliyah), yang terbagi menjadi beberapa macam diantaranya yaitu:
1.
Masalah ibadah, yang berkaitan dengan rukun islam, nadhar,
sumpah, sumpah, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dan
Allah SWT.
Masalah
muamalah, seperti akad, pembelnjaan, hokum, jinayat, dsb yang mengatur hubungan
manusia dengan mnusia lain, baik perseorangan maupun kelompok. (Zakiyah Drajat, Dasar-dasar Agama Islam, Materi pokok
universitas terbuka, 1999, hlm 192).
E.
Kelebihan al-Qur’an atas kitab lain
Al-Quran merupakan kitab terahir yang diturunkan Tuhan
kepada Nabi Muhammad. Kitab yang sangat percaya diri, karena telah menegaskan
bahwa dirinya (al-Qur’an) adalah wahyu yang berasal dari tuhan (fusilat: 2).
Sebagai kitab suci yang di-imani umat muslim dan dianggap sebagai petunjuk bagi
manusia (hudan li al-nas) tentunya akan menimbulkan kontroversi di
sekelilingnya, terutama bagi yang belum meyakini kebenaran penegasannya
tersebut.
Untuk dapat menerimanya sebagai kitab yang berasal dari
Tuhan dan menjadikannya sebagai pedoman dalam hidup tentu dibutuhkan pengakuan
akan kebenarannya. Karena al-Qur’an bukan hanya untuk di-imani dan dipajang,
namun juga harus diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan.
Kebenaran al-Qur’an sebagai kalam Tuhan bisa dilihat dari berbagai
fakta yang tersaji dalam al-Qur’an sendiri.
Setidaknya, ada tiga beberapa hal diantara hal-hal yang menjadi
bukti nyata tentang kebenaran al-Qur’an sebagai firman Tuhan, diantaranya: aspek
bahasa dan sastra yang tidak tertandingi, Nabi Muhammad
adalah seorang ummi ketika menerima wahyu, dan kebenaran prediksi-prediksi
al-Qur’an.
Aspek Bahasa
dan sastra
Setiap nabi datang dengan mukjizat yang berkaitan dengan keadaan
masyarakatnya. Karena hal istimewa yang baru dapat dijadikan sebagai bukti jika
substansi yang disampaikan dapat dimengerti oleh kaumnya. Al-Qur’an kala itu
turun di kalangan masyarakat arab dimana mereka memiliki keahlian dalam bahasa
dan sastra arab. Sehingga keahlian tersebut dijadikan sebagai tolak ukur bagi
reputasi suatu kaum dari kaum yang lain. (Mukjizat al-Qur’an, M
quraish shihab 2007)
Nabi Muhammad datang
dalam konteks masyarakat yang memuja para penyair dan produk sya’ir mereka. Karena
itu, Nabi Muhammad diberikan mu’jizat berupa kitab suci al-Qur’an, yang
mempunyai kandungan dan nilai sastra yang sangat tinggi yang bisa menandingi
ketinggian atau kemampuan para pujangga
Arab Pagan dalam menciptakan karya-karya sastra.
Dari segi kebahasaan, al-Qur’an memiliki bahasa dan sastra yang sampai saat ini dan sampai kapan pun tidak ada yang bisa menandingi. Ketinggian
bahasa al-Qur’an merupakan sebuah mu’jizat untuk mengalahkan kehebatan para
pujangga Arab jahiliyah yang mahir dalam membuat karya-karya sastra yang dikenal mengagumkan. Allah
memberikan mu’jizat ini kepada Nabi Muhammad sesuai dengan konteks
masyarakatnya.
Al-Qur’an menegaskan dengan menyatakan bahwa walaupun
para penentang al-Qur’an mengumpulkan semua pihak yang dianggap mampu, maka tak
akan mampu mendatangkan yang semisalnya.
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى
عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ
اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة: 23)
Dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kami orang-orang yang benar” (QS.
al-Baqarah: 23)
Tantangan itu mendapat jawaban dari beberapa tokoh yang
sebelumnya dianggap sebagai pujangga, di antaranya adalah Musailamah Bin Habib
yang kemudian mengaku sebagai nabi yang juga mendapatkan wahyu dari Allah. Ia
membuat gubahan-gubahan yang dimaksudkan untuk menandingi al-Qur’an. Untuk
menandingi surat al-Fîl, dia membuat gubahan berikut ini:
الفيل-
ما الفيل- وما أدراك ما الفيل- له ذنب وَبِيل - وخرطوم طويل
Gajah. Apa itu gajah? Tahukah engkau apa itu gajah? Ia mempunyai
ekor yang buruk; dan belalai
yang panjang.
Musailamah juga membuat gubahan dengan maksud menandingi surat
al-Ashr: 1-3.
يا
وبر يا وبر- إنما أنت أذنان وصدر- وسائرك حفر نقر
Hai kelinci, hai kelinci. Sesungguhnya kamu memiliki dua telinga
dan satu dada. Dan semua jenismu suka membuat galian dan lubang.
Gubahan lain yang dibuatnya adalah:
Jadi telah terbukti bahwa aspek kebahasaan al-Qur’an
tidak dapat tertandingi oleh siapa pun. Dan ketika al-Qur’an dianggap sebagai
sastra atau syair, dalam artian mempunyai kandungan nilai seni sastra, tidak
lagi menimbulkan polemik yang tidak jelas ujungnya. Lebih
lanjut, kandungan al-Qur’an
bisa digali dengan sangat enak karena dikemas dalam bahasa-bahasa sastra yang
sangat indah. (Dr. Mohammad nasih artikel “al-Qur’an
kalam tuhan”).
Nabi Muhammad Seorang Ummi
Sebelum menjadi rasul, Muhammad dikenal oleh masyarakat
Arab sebagai al-amin, yakni orang yang bisa dipercaya, karena sepanjang
hidupnya tidak pernah berdusta. Namun dengan datangnya al-Qur’an sebagian besar
masyarakat arab pagan yang tadinya mempercayai nabi menjadi mendustakannya.
Orang yang mendustakan nabi tersebut tidak menerima tentang legitimasi
al-Qur’an sebagai kalam Tuhan. Kaum pendusta tersebut menuduh Nabi Muhammad
meng-copy informasi yang telah ada sebelumnya yaitu di dalam kitab taurat dan injil
dan kemudian mengkompilasikan dalam bentuk al-Qur’an.
وَقَالُوا
أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَىٰ عَلَيْهِ بُكْرَةً
وَأَصِيلًا (الفرقان: 5)
Dan mereka berkata: "Dongengan-dongengan
orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan
itu kepadanya setiap pagi dan petang. (al-Furqân: 5)
Tuduhan para pendusta Nabi Muhammad tersebut disangkal oleh
al-Qur’an bahwa Muhammad tidak pernah membaca maupun menulis isi kitab-kitab
yang ada sebelumnya. Sanggahan al-Qur’an ini menolak pandangan para
penentangnya yang sebagiannya adalah pengikut Yahudi dan Kristen bahwa Nabi
Muhammad hanya menyadur informasi-informasi yang ada dalam Kitab Taurat dan
Injil.
وَمَا كُنتَ تَتۡلُواْ مِن قَبۡلِهِۦ مِن
كِتَـٰبٍ۬ وَلَا تَخُطُّهُ ۥ بِيَمِينِكَۖ إِذً۬ا لَّٱرۡتَابَ ٱلۡمُبۡطِلُونَ
(العنكبوت: ٤٨)
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya
(al-Qur’an) satu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulisnya dengan tangan
kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah
orang yang mengingkari(mu). (al-Ankabût: 48).
Al-Qur’an memperkuat penolakan tersebut dengan
menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang ummi, yakni orang yang tidak bisa
menulis dan membaca.
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ
الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ
عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ
آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ
مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الأعراف: 157)
”(Yaitu) orang-orang yang mengikuti seorang Rasul, Nabi
yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (al-A’râf: 157). (Dr.
Mohammad nasih artikel “al-Qur’an kalam tuhan”).
Kebenaran Prediksi dalam al-Qur’an
Kebenaran
prediksi al-Qur’an ini biasanya yang sangat populer yaitu mengenai kemenangan
Romawi atas Persia setelah kekalahannya. (Qs. Ar-rum:1-5).
Singkat cerita, ketika itu al-Qur’an memprediksikan dalam
jangka waktu antara 3 sampai 9 tahun, ini karena pada ayat ke-4 surat Ar-rum
menggunakan kata “bidh” yang dalam kamus bahasa arab berarti
“angka antara 3 dan 9”. Dan pada akhirnya sejarah menginformasikan bahwa tujuh
tahun setelah kekalahan Romawi tepatnya pada 622 M terjadi lagi peperangan
antara adikuasa tersebut, dan pada kali ini pemenangnya adalah Romawi. (Mukjizat
al-Qur’an, M quraish shihab 2007).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Qur’an adalah rahmatan li al-alamin yang di bawa oleh
Nabi Muhammad melalui proses yang sangat panjang dan penuh pengorbanan dalam
memperjuangkannya. Sebagai kitab suci yang sudah terbukti keotentikannya baik
secara ilmiah maupun yang lain, al-Qur’an wajib untuk kita imani, namun bukan
hanya itu saja, lebih dalam yaitu untuk dibaca di tadabburi dan kemudian
diimplementasikan dalam aspek kehidupan sehari-hari. Mengingat perjuangan Nabi
dan sahabat serta para tabi’in dan tabi’ tabi’in.
B.
Rekomendasi
Dengan terselesaikannya
makalah ini tentu telah diketahui bersama mengenai ruang lingkup al-Qur’an
secara jelas, walaupun sudah pasti banyak kekurangan dimana-mana. Untuk itu
kami merekomendasikan beberapa hal di bawah:
Ø Bacalah al-Qur’an jangan biarkan al-Qur’an terlantar
Ø Tadabburilah
Ø Berusahalah untuk merealisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Shihab M. Quraish. 2007.
Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizan
Ichwan Nor Muhammad. 2001.
Memasuki Dunia al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya
(http://islamobile.net/?p=43)
Zakiyah
Drajat, Dasar-dasar Agama Islam, Materi pokok universitas terbuka, 1999, hlm
192.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon