Ayat-Ayat Ketuhanan

I.                    PENDAHULUAN
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah saw. dengan berkata: "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Ayat ini (S. 112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan untuk menjawab permintaan kaum musyrikin. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah dari Abi Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab. Diriwayatkan pula oleh at-Thabarani dan Ibnu jarir yang bersumber dari Jabir bin Abdillah dan dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyah. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi menghadap kepada Nabi saw. dan diantaranya Ka'bubnul 'asyraf dan Hay bin Akhtab. Mereka berkata: "Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Tuhan yang mengutusmu." Ayat ini (S.112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Sa'id bin Jubair. Dengan riwayat ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surat ini Madaniyyah. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Ahzab (Persekutuan antara kamu Quraisy, Yahudi Madinah, kaum Goththafan dari Thaif dan munafiqin Madinah dan beberapa suku sekeliling Makkah) berkata: "Lukiskan sifat Tuhanmu kepada kami." Maka datanglah Jibril menyampaikan surat ini (S.112:1-4) yang melukiskan sifat-sifat Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abil 'Aliyah yang bersumber dari Qatadah).

Menurut as-Suyuthi kata "al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab ialah musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga surat ini dapat dipastikan Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut di atas dan diperkuat pula oleh riwayat Abus Syaikh di dalam kitabul Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar menghadap kepada Nabi saw. dan berkata: "Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Rasulullah saw tidak menjawab, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu surat ini (S.112:1-4) yang melukiskan sifat Allah.

II. RUMUSAN MASALAH
A.    Tafsir Surat Al-ikhlas Ayat 1-4
B.     Tafsir Surat Al-Nisa Ayat 48 dan 136
C.     Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 22-24
D.    Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 110-111
E.     Tafsir Surat Al-Haddid Ayat 4
F.      Tafsir Surat Qaf Ayat 16
G.    Tafsir Surat Al-An’am Ayat 103
H.    Tafsir Surat Al-Anbiya’Ayat 22
I.        Tafsir Surat Fatir Ayat 44
J.        Tafsir Surat Al-Syura Ayat 11

III. PEMBAHASAN
A.  Tafsir Surat Al-ikhlas Ayat 1-4
بسم الله الرحمن الرحيم
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4).
Katakanlah (Muhammad): “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (1) Allah tempat meminta segala sesuatu (2) (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (3) Dan tidak ada sescuatu yang setara dengannya (4)”. (Al-Ikhlas :1-4)[1]

Allah ( الله ) nama bagi  suatu wujud mutlak, yang berhak disembah, pencipta, pemelihara dan pengatur seluruh jagat raya. Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib disembah dan seluruh perintah-Nya harus ditaati.
Pakar–pakar bahasa berbeda pendapat tentang kata ini. Ada yang menyatakan bahwa ia adalah nama yang tidak terambil dari satu akar kata tertentu, dan ada juga yang menyatakan  bahwa ia terambil dari kata aliha (اله) yang berarti “mengherankan”, “menakjubkan”, karena sertiap pembuatan-Nya akan mengherankan pembahasannya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ilah (اله) terambil dari akar kata yang berarti “ditaati” karena ilah atau tuhan selalu ditaati. Betapapun, kata allah menunjuk kepada Tuhan Yang Wajib Wujud-Nya; berbeda dengan kata ilah yang menunjuk kepada siapa saja yang dipertuhan, baik itu allah, maupun selain-Nya, seperti matahari yang disembah oleh umat tertent, atau hawanafsu yang diikuti dan diperturutkan kehendaknya.
Ahad (احد) yang diterjemahkan dengan “Esa” terambil dari akar kata wahdah (وحدة)  yang berarti “kesatuan”, seperti juga kata wahid (  ( واحدyang berarti “satu”. Kata ahad (احد) itu dapat menunjukkan bentuk sifat dan juga sebagai nama. Namun, dalam ayat ini ditafsirkan kata ahad (احد) berfungsi sebagai sifat allah Swt, dalam arti Allah memiliki sifat-sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.
Ash-Shamad  terambil dari kata kerja (صمد) shamada yang berarti “menuju”. Ash-Shamad adalah kata jadian yang berarti “yang dituju. Mayoritas ulama’ bahasa dan tafsir memahami arti asshmad bahwa Allah adalah dzad yang kepadanya bertumpu semua harapan makhluk, Dia yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan makhluk serta menanggulangi kesulitan mereka[2]

B.  Tafsir Surat Al-Nisa Ayat 48 dan 136

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (48)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa :48)[3]

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
Ada dua macam syirik kepada Allah: (Pertama) syirik dalam masalah uluhiyyah yaitu perasaan akan adanya kekuasaan lain selain kekuasaan Allah dibelakang sebab-sebab dan sunah-sunah alam. (Kedua) syirik dalam masalah rububiyah, aitu mengambil sebagian hukum-hukum agama berupa penghalalan dan pengharaman dari sebagian manusia dengan meninggalkan wahyu. Inilah yang diisyaratkan oleh Al qur’an di dalam firmannya: mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahibnya sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan Al-Masih putera Maryam.( At taubah 31)[4].
Hikmah dari tidak diampunkannya syirik, bahwa agama disyariatkan tidak lain untuk mensucikan diri dan membersihkan ruh serta menigkatkan akal. Syirik menghilangkan semua ini, karena ia merupakan akhir kemana akal jatuh. Dari situlah lahirlah seluruh kotoran yan merusak individu dan kelompok. Dan dengan syirik itu orang-orang selain mereka atau seperti mereka akan mensucikan dan tunduk kepada mereka, dengan anggapan bahwa kekuasaan tertinggi ada ditangan mereka, dan membuat mereka senang dan menaati mereka berarti membuat Allah senang dan taat kepadanya[5].

وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Allah akan mengampuni dosa selain syirik kepada siapapun yang dikehendakinya diantara hamba-hambanya yang berdosa. Kehendak Allah sesuai dengan kebijaksanaan dan berdasarkan hukum sunahnya pada makhluk. Sunahnya telah berlaku, bahwa dia dia tidak akan mengampuni dosa-dosa yang tidak ditaubati oleh pelakunya dan tidak diikuti oleh kebaikan yang dapat menghilangkan bekasnya dari diri pelakunya.[6]

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Barangsiapa yang menjadikan sekutu-sekutu Allah yang mendirikan langit dan bumi, baik dengan jalan mengadakan, maupun dengan mengharamkan dan menghalalkan, sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang bahayanya sangat besar, sehingga karena kebesarannya itu seluruh seluruh dosa dan kesalahan dipandang kecil. Ia patut untuk tidak diampuni, sedangkan lainnya dapat hilang dengan pengampunan.[7]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (136)
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (An-Nisa 136)[8]

            Allah Swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar tetap beriman sesempurna-sempurnanya, meliputi iman kepada Allah swt, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Ny, kepada Rasul-rasul-Nya dan kepada hari kiamat. Sebab orang yang kafir mengingkari wujudnya Allah swt, mengingkari adanya malaikat-malaikat, adanya kitab suci “Al-Qur’an” yang diturunkan Allah Swt atas Muhammad Rasul-Nya secara bertahap menurut peristiwa-peristiwa yang dialami olehperkembangan lahirnya islam dan adanya beberapa kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasul-rasul-Nya sebalum Muhammad saw, serta mengingkari akan adanya hari kiamat, maka orang yang demikian itu telah sejauh-jauh kesesatan[9].

C.  Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 22-24

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (22) هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)
Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang(22) Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan(23) Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(24)”. (Al-Hasyr :22-24)[10]

kelompok ayat ini merupakan penutup uraian surah. Sebelum ini telah berulang-ulang disebut Allah atau pengganti nama-Nya serta sifat-sifat-Nya (26 kali menyebut kata Allah dan 16 kali pengganti atau penyebutan sifat-sifat-Nya). Kesemuanya menunjuk keagungan Allah swt. Di sisi lain, ayat yang lalu menguraikan tentang keagungan al-Qur’an. Maka, sangat wajar jika kelompok ayat ini berbicara tentang sifat-sifat Allah yang menurunkan kitab suci itu, sekaligus menunjuk kepada Allah yang disebut berulang-ulang pada ayat-ayat yang lalu.Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia”, yakni Dia menurunkan al-Qur’an dan yang disebut-sebut pada ayat-ayat yang lalu. Dia, Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah serta tiada pencipta dan pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha Mengetahui yang ghaib, baik yang nisbiyy/relative maupun yang mutlak dan yang nyata, Dia-lah saja ar-Rahman, Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhluk dalam pentas kehidupan dunia ini, lagi ar-Rahim, Pencurah  rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.[11]
Setelah menyebut sifat nama paling populer dan unik dari Zat yang wajib wujud-Nya itu_yakni Allah_serta mengetengahkan sifat-Nya yang menyentuh semua makhluk, yakni ar-Rahman dan ar-Rahim, kini ayat yang 23 ini menyebut beberapa sifat-Nya dan mengingatkan yang dapat menggugah yang at’at mengingat-Nya untuk lebih mendekat kepada-Nya dan mengingatkan yang durhaka dan lupa kepada-Nya untuk berhati-hati. Ayat di atas kembali mengulangi penggalan awal ayat yang lalu dengan menyatakan bahwa: Dia Allah yang tiada tuhan selain Dia, Dia adalah al-Malik, Maha pemilik segala sesuatu dengan sebenarnya lagi Maha Raja, al-Quddus, Mahasuci dari segala kekurangan dan segala yang tidak pantas, as-Salam, Mahadamai dan sejahtera, al-Mu’min, Maha Mengaruniakan keamanan, al-Muhaimin Maha Memelihara dan Maha Mengawasi, al-Azis Mahaagung, al-Jabbar, Mahaperkasa, al-Mutakabbir Mahatinggi, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.[12]
Ayat 24 ini masih melanjutkan uraian tentang nama-nama mulia Allah, dengan mengatakan: Dia-lah yang saja Allah, zat yang wajib wujud-Nya dan yang harus disembah. Dia adalah al-Khaliq Sang Pencipta_al-Bari’, al-Mushawwir, Milik-Nya saja al-Asma’ al-Husna, yakni nama-nama terbaik. Bertasybih kepada-Nya apa yang di langit dan di bumidan Dia adalah al-Azis, yang Mahaperkasa, lagi al-Hakim, Mahabijaksana.
Penggalan awal ayat ini berbeda dengan kedua ayat sebelumnya (ayat 22-23) yang dimulai dengan Alladzi La Ilaha Illa Huwa. Di sini langsung dimulai dengan menunjuk-Nya sambil menyebut sifat-sifat-Nya. Dimulainya kedua ayat yang lalu seperti itu karena kesebelas sifat yang disebut  di sana adalah sifat-sifat ynag mesti ada bagi Zat yang berhak memiliki alam raya dan kuasa mengendalikannya. Keyakinan tentang ketuhanan  dan kewajiban menyembah Allah semata bersumber dari disandangnya oleh Allah sifat-sifat tersebut. Dengan demikian, sifat-sifat itu berfungsi sebagai penjelasan mengapa ketuhanan hanya milik Allah semata-mata dan mengapa hanya Dia sendiri yang harus disembah, yakni karena hanya Dia Yang Maha Mengetahui yang ghaib, Dia Rahman lagi Rahim dan seterusnya, karena itu pula ayat 23 ditutup dengan Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Adapun sifat-sifat al-Khaliq, al-Bari, dan al-Mushawwir, yang menggambarkan makna penciptaan dan pewujudan sesuatu, ini tidak menunjukkan disandangnya sifat Ketuhanan Yang Maha Esa, terbukti bahwa kaum musyrikin pun percaya bahwa Allah menyandang sifat-sifat tersebut, namun mereka mempercayai adanya tuhan-tuhan yang mereka persekutukan dengan Allah.[13]


D. Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 110-111

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110) وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
Katakanlah (Muhammad): "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu(110) Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya(111). (Al-Isra’ :110-111)[14]

Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan yang sebelumnya dengan memunculkan satu pertanyaan yang lahir dari ayat-ayat lalu. Yaitu setelah terbukti kebesaran Allah dan kebenaran serta keagungan al-Qur’an, dan setelah diuraikan bahwa orang-orang yang diberi ilmu sujud kepada Allah dengan penuh khusyuk, sedang saat sujud adalah saat paling tepat untuk berdo’a, di sini seakan-akan mereka yang tadinya enggan percaya berkata: “Kini kami percaya. Maka, bagaimana dan dengan nama apa kami bermohon?” Nah, ayat ini menjawab pertanyaan itu.
Thabathaba’i demikian juga dengan Sayyid Quthub tidak menyebut hubungan ayat ini dengan sebelumnya; sedang Ibn Asyur menghubungkan dengan sebab nuzul (turun). Ia menegaskan bahwa ayat ini pasti ada sebab nuzul-nya, karena tidak alasan untuk memberikan pilihan berdo’a dengan nama Allah dan nama-Nya yaitu ar-Rahman saja secara khusus, tanpa nama-nama-Nya yang lain. Sebab nuzul itu terjadi ketika ayat-ayat sebelum ayat ini dan, dengan demikian, ayat ini ditempatkan sesudah ayat-ayat yang lalu.
Adapun sebab nuzul-nya, menurut ath-Thabari dan al-Wahidi, adalah ketika nabi Muhammad saw. Sujud sambil menyebut Ya Rahman, Ya Rahim, orang-orang musyrik berkata: “Dia percaya bahwa dia hanya menyembah satu Tuhan, sedang sekarang dia menyebut dua. “Riwayat lain mengatakan bahwa Abu Jahl berkata: “Muhammad juga menyebut juga nama ar-Rahman sedang dia melarang kita menyembah dua tuhan, padahal dia sendiri sekarang menyebut dua tuhan.”
Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa katakanlah: “serulah Tuhan Ynag Maha Esa dengan nama Allah atau serulah Dia dengan nama ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru di antara semua nama-nama-Nya, maka itu adalah baik, Dia mempunyai al-Asma al-Husna, yakni nama-nama yang terbaik. Kalian tidak perlu ragu menyebut salah satu nama itu atau kesemuanya sekaligus krena berbilangnya nama tidak berarti berbilangnya Zat dan selanjutnya janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholatmu atau do’amu agar tidak mengganggu orang lain atau agar tidak didengar oleh kaum musyrikin sehingga mereka mengganggu atau menghina agamamu dan janganlah pula terlalu merendahkannya sehingga tidak terdengar sama sekali dan carilah jalan tengah di antara kedua itu, yakni suarayang tidak nyaring dan tidak pula rahasia “ dan katakan pula-lah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak karena memang Dia tidak membutuhkannya dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya karena hanya Dia sendiri yang mencipta dan mengaturnya, sedang sekutu adalah pertanda kelemahan, padahal Allah Mahakuasa dan Dia bukan pula hina ynag memerlukan penolong untuk mencegah kehinaan-Nya, tetapi hanya Dia saja Yang Maha Agung dan karena itu agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”[15]

E.   Tafsir Surat Al-Haddid Ayat 4

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (4)
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid :4)[16]

Ayat yang lalu menyebut wujud-Nya yang tidak berawal dan tidak berakhir, kehadiran-Nya yang nyata dan tersembunyi, serta kuasa serta ilmu-Nya yang menyeluruh, kini ayat di atas menguraikan pencipta-Nya terhadap alam raya serta sekelumit dari perincian pengetahuan-Nya yang menyeluruh itu. Ayat di atas menegaskan bahwa: Hanya Dia-lah yang menciptakan langit yang berlapis-lapis tujuh itu dan bumi yang menghampar ini_yakni alam raya seluruhnya_dalam enam hari, yakni masa atau periode; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, yakni Dia berkuasa dan mengatur segala yang diciptakan-Nya sehingga berfungsi sebagaimana yang Dia kehendaki. Jangan duga bahwa, setelah selesai diciptakan, Dia abaikan atau Dia tidak mengetahui lagi keadaan ciptaan-Nya. Tidak! Dia dari saat ke saat bersinambung mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, seperti air, berbagai kekayaan alam, fosil-fosil makhluk yang telah mati, benih, dan lain-lain, dan mengetahui pula apa yang keluar darinya, seperti tumbuhan, binatang, barang tambang dan sebagainya, dan mengetahui juga apa yang turun dari langit, seperti malaikat, hujan, dan apa yang naik kepadanya, seperti uap, do’a, amal-amal manusia, dan bukan hanya itu, tetapi Dia juga selalu bersama kamu dengan pengetahuan dan kuasa-Nya di mana saja kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan secara lahir maupun batin, nyata maupun tersembunyi.[17]

F.   Tafsir Surat Qaf Ayat 16

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. (Qaf :16)[18]

Kata ( خلقنا ) khalaqna yang berbentuk kata kerja masa lampau bukan saja bermakna telah menciptakan pada masa lampau, tetapi mewujudkannya di pentas bumi dan menyediakan baginya segala sesuatu untuk kelangsungan  hidupnya hingga masa tertentu. Dengan demikian, walaupun ia berbentuk kata kerja masa lalu, ia mengandung makna kemantapan dan kesinambunagn sepanjang hidup manusia. Demikian Thabathaba’i.
Kata (توسوس) tuwaswisu biasanya digunakan untuk bisikan-bisikan negative. Ini dapat dilakukan oleh nafsu manusia dan juga syetan. Yang paling rahasia yang ada pada diri manusia adalah bisikan-bisikan itu. Allah senantiasa mengetahui bisikan-bisikan hati yang senantiasa terlintas da;lam diri manusia sebagaimana dipahami dari penggunaan bentuk kata kerja masa kini dan datang.
Kata (الوريد) al-warid ada yang memahaminya dalam arti urat leher, ada juga yang mengartikannya urat-urat yang tersebar ditubuh manusia di mana darah mengalir. Ibn Asyur mengartikannya sebagai pembuluh darah dijantung manusia. Betapa pun, kata tersebut bermaksud menggambarkan sesuatu yang menyatu dalam diri manusia sehingga sangat dekat pada diri masing-masing orang. Bahkan, menurut Ibn Asyur, pembuluh darah itu kendati sangat dekat, karena ketersembunyiannya, maka manusia tidak merasakan kehadirannya dalam dirinya. Demikian  juga dengan kedekatan dan kehadiran Allah melalui pengetahuan-Nya. Manusia tidak merasakannya.
Ada juga yang memahami makna kedekatan itu dalam arti kuasa Allah. Yakni kalau urat nadi atau pembuluh darah manusia yang menyalurkan darah dari jantungnya merupakan suatu yang sangat besar perannannya dalam hidup manusia maka kuasa Allah jauh lebih besar dari itu[19].

G. Tafsir Surat Al-An’am Ayat 103

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Al-Ain’am :103).[20]

          Kata (تدرك) tudriku atau yudriku terambil dari kata (درك) yang hakikatnya adalah “mencapai apa yang diharapkan”. Ia dipahami dalam kaitrannya dengan makhluk sebagai terjangkaunya dengan terjangkaunya dengan indera sesuatu yang inderawi dan dengan akal sesuatu yang ma’kul. Jika demikian, menurut ayat ini manusia tidak dapat menjangkau hakikat dzat Allah dan sifat-Nya denagn pandangan mata atau panca indera tidak juga dengan akal.[21]
Kata (الابصار­) Al-Abshar adalah kata jama’ dari kata (بصر) bashara yaitu potensi yang terdapat dalam mata yakni kornea mata berupa selaput bening yang memasukkan cahaya ke dalam mata sehingga bola mata dapat melihat. Pada hakikatnya yang melihat bukannya bola mata, tetapi sesuatu yang terdapat di bola mata itu. Nah ayat ini menyatakan bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh potensi penglihatan makhluk, sedang dia dapat menjangkau yakni melihat dan menguasai segala apa yang dapat terlihat. Jika demikian, ketidakmampuan makhluk melihat Allah dengan mata kepala disebabkan oleh kelemahan potensi penglihatan itu sendiri. Kelelawar yang potensi matanya lebih lemah dari manusia, tidak dapat melihat sesuatu di siang hari. Sebaliknya ada binatang (seperti burung rajawali) yang potensi matanya lebih kuat dari manusia justru dapat melihat dari jarak jauh di mana potensi mata manusia tidak dapat menjangkaunya. Di sisi lain perlu diingat bahwa sesuatu tidak dapat dilihat bukan karena dia tidak ada, tetapi boleh jadi karena dia terlalu kecil dan halus sehingga tersembunyi, atau karena dia terlalu besar, terang dan jelas.[22]
Ayat di atas menyatakan bahwa Allah menjangkau semua penglihatan, bukannya menyatakan semua yang berpotensi untuk dilihat. Ini untuk membedakan jangkauan penglihatan-Nya dengan penglihatan makhluk. Apa yang dijangkau oleh makhluk melalui kornea matanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriah, katakanlah warna, bentuk, kecil besar dan lain-lain, tetapi apa yang Allah jangkau melebihi semua itu. Dia menjangkau segala sesuatu, lahir dan batin, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya[23].
Kata (اللطيف) Al-Lathif terambil dari akar kata ((لطف Lathafa. Menurut pakar bahasa kata yang hurufnya terdiri dari lam, Tha’ dan Fa’ mengandung makna “lembut, halus atau kecil”. Dari makna ini kemudian lahir makna “ketersembunyian” dan “ketelitian ”. berkaitan dengan penjelasan tentang penyucian Allah Swt, maka makhluk tidak mempunyai kemampuan indera dan akal manusia untuk menjangkau Dzat dan sifat-Nya atas dasar kata Al-lathif  difahami dalam arti Maha Tersembunyi. Sebagaimana kisahnya nabi Isa as dalam permohonan untuk melihat-Nya.
Kata (الخبير) khabir terambil dari kata akar (خبر) khabara. Kata-kata yang dirangakai oleh huruf-huruf Ha’, Ba’, Ra’ berkisar maknanya pada dua hal yaitu: “pengetahuan” dan “kelemah lembutan”. Khabir dari segi bahasa dapat berarti “yang mengetahui” dan juga “tumbuhan yang lunak”. Menurut Imam Ghozali, Allah Swt. Yang bersifat khabi adalah yang tidak tersembunyi bagi-Nya hal-ahal yang sangat dalam dan yang disembunyikan, serta tidak sesuatu pun dalam kerajaan-Nya di bumi maupun di alam raya kecuali diketauhi-Nya, tidak bergerak satu zarrah atu diam, tidak bergejolak jiwa, tidak juga tenang, kecuali ada beritanya disisi-Nya.
Kata (العليم) Al-‘alim adalah yang mencakup pengetahuan segala sesuatu dari sisi-Nya bukan dari sesuatu yang diketahui itu, sedang Al-Khabir adalah Dia yang pengetahuan-Nya menjangkau sesuatu yang diketahui. Di sini, sisi penekanannya bukan pada yang mengetahui tetapi pada sesuatu yang diketahui itu.[24]
           
H. Tafsir Surat Al-Anbiya’Ayat 22

لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (22)
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya’ :22)[25]

Ayat 22 diatas merupakan salah satu argumentasi menyangkut keesaan Allah Swt. Penjelasannya lebih kurang sebagai berikut. Tuhan diyakini oleh setiap yang mempercayai wujud-Nya, adalah Maha Kuasa, yang tidak terbatas dan tidak dapat dibendung kehendak dan kekuasaan-Nya. Seandainya ada dua tuhan –katakanlah Tuhan A dan Tuhan B- yang wujud dan mengatur alam raya ini, maka hanya akan ada tiga kemungkinan yang dapat muncul dalam benak manusia menyangkut penagaturan alam raya. Yang pertama, bahwa keduanya sepakat membagi kekuasaan, misalnya yang ini kuasa pada waktu tertentu atau bagian tertentu dan yang itu pada waktu dan bagian yang lain. Jika ini terjadi, maka itu menunjukkan bahwa kekuasaannya terbatas yakni tuhan A dibatasi oleh tuhan B dan demikian pula sebaiknya. Kalau demikian itui halnya, maka pada hakikatnya keduanya tidak dapat diterima oleh benak manusia sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kemungkinan kedua, adalah kedua tuhan itu berselisih dan tidak sepakat dalam pengaturan Alam raya. Masing-masing ingin memaksakan kehendaknya. Jika kemungkinan ini yang terjadi, maka boleh jadi masing-masing tuhan berhasil mewujudkan apa yang dikehendakinya. Kemungkinan ini seperti bunyi ayat di atas, pastilah mengakibatkan kehancuran alam raya. Karena tuhan A mengarahkan Alam ke sini dan tuhan B mengarahkannya ke sana. Kemungkinan kedua ini ditolak oleh nalar, karena kenyataan membuktikan betapa konsisten dan harmonis Alam raya ini. Jika demikian, tidak ada kemungkinan lain kecuali wujud Tuhan Yang Maha Esa, karena kalaupun ada tuhan yang ingin memaksakan kehendaknya, tetapi itu tidak akan berhasil karena dibsendung oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan dengan demikian siapa yang terkalahkan itu, pada hakikatnya bukanlah Tuhan[26].



I.     Tafsir Surat Fatir Ayat 44

أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِنْ شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيمًا قَدِيرًا (44)
Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (Fatir :44)[27]

Allah berfirman: berkata, Wahai Muhammad, kepada orang-orang yang kafir Pesan Anda telah membawa: perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana hukuman dari orang-orang kafir yang Rasul, bagaimana Allah menghancurkan mereka sepenuhnya, dan serupa (end menunggu) orang-orang kafir. Lihat bagaimana rumah mereka dikosongkan dari mereka dan bagaimana mereka kehilangan segalanya setelah hidup mewah dan menjadi begitu banyak dan begitu dilengkapi dengan baik, dan memiliki begitu banyak kekayaan dan anak-anak begitu banyak. Semua itu adalah sia-sia bagi mereka dan tidak bisa melindungi mereka sedikit pun dari hukuman Allah ketika perintah dari Tuhan datang. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya saat Dia ingin hal itu terjadi di langit atau di bumi.

إِنَّهُ كَانَ عَلِيمًا قَدِيرًا
(Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mengetahui, All-Able.) Berarti, Dia tahu semua yang ada dan mampu melakukan segala hal. 

J.     Tafsir Surat Al-Syura Ayat 11

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (11)
(Dia) Pencipta Langi  dan Bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (AL- Syura :11)[28]

Ayat di atas masih melanjutkan uraian ayat-ayat yang lalu tentang siafat-sifat allah. Ayat di atas bagaikan menyatakan: Dia adalah pencipta langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dan Dia juga pencipta makhluk-makhluk yang menghuninya termasuk berhala-berhala. Dia telah menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan baik sebagai lelaki (suami) maupun perempuan (istri) dan menjadikan pula dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan buat masing-masing binatang, baik jantan maupun betina sehingga kamu dan binatang-binatang itu dapat melanjutkan keturunan.
Kata (يذرعكم) yadzra'ukum terambil dari kata (ذرّ) dzarra yang mengandung makna mencipta dan memperbanyak sekaligus menjadikannya sesuatu yang menyenangkan. Dari sini ia di artikan mengembangbiakkan. Kata (فيه) fihi di rangkaikan dengan kata (يذرعكم) yadzra'ukum itu untuk mengisyaratkan bahwa proses tersebut sangat di sukai.
Firmannya (ليس كمثله شيء) laisa ka mitslihi syai'un, menjadi bahasan yang cukup panjang di kalangan ulama, ini karena (ك) kaf berfungsi mempersamakan sesuatu dengan yang lain, demikian juga kata (مثل) mitsl yang biasa di artikan “biasa atau seperti”. Dari sini, sementara ulama memahami huruf (ك) kaf berfungsi hanya sebagai penguat, sehingga penggalan ayat di atas bagaikan menyatakan “sungguh tidak ada sama sekali sesuatupun yang serupa dengan-Nya”.[29]

IV. KESIMPULAN

Ø  Allah ( الله ) nama bagi  suatu wujud mutlak, yang berhak disembah, pencipta, pemelihara dan pengatur seluruh jagat raya. Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib disembah dan seluruh perintah-Nya harus ditaati.
Ø  Allah Swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar tetap beriman sesempurna-sempurnanya, meliputi iman kepada Allah swt, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Ny, kepada Rasul-rasul-Nya dan kepada hari kiamat.
Ø  Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia”, yakni Dia menurunkan al-Qur’an dan yang disebut-sebut pada ayat-ayat yang lalu. Dia, Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah serta tiada pencipta dan pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha Mengetahui yang ghaib, baik yang nisbiyy/relative maupun yang mutlak dan yang nyata, Dia-lah saja ar-Rahman, Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhluk dalam pentas kehidupan dunia ini, lagi ar-Rahim, Pencurah  rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.
Ø  Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa katakanlah: “serulah Tuhan Ynag Maha Esa dengan nama Allah atau serulah Dia dengan nama ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru di antara semua nama-nama-Nya, maka itu adalah baik, Dia mempunyai al-Asma al-Husna, yakni nama-nama yang terbaik.
Ø  Ayat di atas menegaskan bahwa: Hanya Dia-lah yang menciptakan langit yang berlapis-lapis tujuh itu dan bumi yang menghampar ini_yakni alam raya seluruhnya_dalam enam hari, yakni masa atau periode; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, yakni Dia berkuasa dan mengatur segala yang diciptakan-Nya sehingga berfungsi sebagaimana yang Dia kehendaki. Jangan duga bahwa, setelah selesai diciptakan, Dia abaikan atau Dia tidak mengetahui lagi keadaan ciptaan-Nya. Tidak! Dia dari saat ke saat bersinambung mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, seperti air, berbagai kekayaan alam, fosil-fosil makhluk yang telah mati, benih, dan lain-lain, dan mengetahui pula apa yang keluar darinya, seperti tumbuhan, binatang, barang tambang dan sebagainya, dan mengetahui juga apa yang turun dari langit, seperti malaikat, hujan, dan apa yang naik kepadanya, seperti uap, do’a, amal-amal manusia, dan bukan hanya itu, tetapi Dia juga selalu bersama kamu dengan pengetahuan dan kuasa-Nya di mana saja kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan secara lahir maupun batin, nyata maupun tersembunyi.
Ø  Kedekatan itu dalam arti kuasa Allah. Yakni kalau urat nadi atau pembuluh darah manusia yang menyalurkan darah dari jantungnya merupakan suatu yang sangat besar perannannya dalam hidup manusia maka kuasa Allah jauh lebih besar dari itu.
Ø  Ayat di atas menyatakan bahwa Allah menjangkau semua penglihatan, bukannya menyatakan semua yang berpotensi untuk dilihat. Ini untuk membedakan jangkauan penglihatan-Nya dengan penglihatan makhluk. Apa yang dijangkau oleh makhluk melalui kornea matanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriah, katakanlah warna, bentuk, kecil besar dan lain-lain, tetapi apa yang Allah jangkau melebihi semua itu. Dia menjangkau segala sesuatu, lahir dan batin, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya.
Ø  Ayat diatas merupakan salah satu argumentasi menyangkut keesaan Allah Swt. Penjelasannya lebih kurang sebagai berikut. Tuhan diyakini oleh setiap yang mempercayai wujud-Nya, adalah Maha Kuasa, yang tidak terbatas dan tidak dapat dibendung kehendak dan kekuasaan-Nya.
Ø  (Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mengetahui) Berarti, Dia tahu semua yang ada dan mampu melakukan segala hal.
Ø  Ayat di atas bagaikan menyatakan: Dia adalah pencipta langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dan Dia juga pencipta makhluk-makhluk yang menghuninya termasuk berhala-berhala. Dia telah menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan baik sebagai lelaki (suami) maupun perempuan (istri) dan menjadikan pula dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan buat masing-masing binatang, baik jantan maupun betina sehingga kamu dan binatang-binatang itu dapat melanjutkan keturunan.


DAFTAR PUSTAKA

v  Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
v  Al-Maraghi, Ahmad Musthafa,Tafsir Al-Maraghi,(terjemah: Bahrun Abu Bakar), TOHA PUTRA, Semarang, 1985).
v  Depatemen Agama. Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
v  Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 8, ( Jakarta: Lentera Hati, cet 1. 2002)
v  Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 12, ( Jakarta: Lentera Hati, cet 1. 2003)
v  Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 13, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009)
v  Terj. Bahreisy, Salim Dan Said Bahreisy, (Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier),jilid II, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1990)
v  Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 7, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009)



[1] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[2] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu), Pustaka Hidayah, Bandung, 1997. Hal 667-671.
[3] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi,(terjemah: Bahrun Abu Bakar), TOHA PUTRA, Semarang, 1985. Hal, 94).
[5] Ibid, hal 94.
[6] Ibid, hal 95.
[7] Ibid, hal 96.
[8] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[9] Terj. Salim Bahreisy Dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier,jilid II, Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1990. hal. 574-575.
[10] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[11] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 13, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009) Hal.558.
[12] Ibid. Hal. 559-560
[13] Ibid. Hal. 572-573
[14] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[15] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 7, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009) Hal.214-215.
[16] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[17] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 13, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009) Hal.405-406.
[18] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[19] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 13, ( Jakarta: Lentera Hati, cet II. 2009) Hal.25-27.
[20] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[21] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 5, ( Jakarta: Lentera Hati, cet 1. 2003) Hal.218.
[22] Ibid. H.219
[23] Ibid. H.220
[24] Ibid. H. 221
[25] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[26]M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 8, ( Jakarta: Lentera Hati, cet 1. 2002) Hal. 434-435.
[27] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[28] Departemen Agama,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Cv.Pustaka Pustsaka Agung Harapan, Edisi Terbaru 2006.
[29] M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 12, ( Jakarta: Lentera Hati, cet 1. 2003) Hal. 456-457.
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

1 comments:

Click here for comments
Terima Kasih Sudah Berkomentar
6 February 2024 at 02:25

Alhamdulillah nemu ini, saat mencari Referensi tentang ayat² yang berhubungan dengan Ketuhanan.

Jeneponto, 6 Feb 2024

Selamat Keluarga Bergerak dapat PERTAMAX...! Silahkan antri di pom terdekat heheheh...
Balas

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan