Tafsir Adaby al-Ijtima’iy

     I.     Latar Belakang
Abad ke-19 dunia Islam mengalami masa suram, terus-menerus merosot, terbelakang dan banyak Negara muslimin yang sedang menghadapi pendudukan asing. Pada masa itulah muncul seorang pemimpin Jamaluddin al-Afghani, mengumandangkan seruan untuk membangkitkan muslimin. Muridnya yang pertama yang mengikuti jejaknya ialah Syaikh Muhammad Abduh. Dia yang mengajar pembaharuan dalam berbagai prinsip dan pengertian Islam. Ia menghubungkan ajaran-ajaran agama dengan kehidupan modern, dan membuktikan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan peradaban, kehidupan modern serta apa yang bernama kemajuan.[1]
Maka dari itulah lahirlah kitab-kitab tafsir yang tidak memberikan perhatian khusus kepada segi-segi dan sisi-sisi kajian seperti nahwu, istilah-istilah dalam balaghah, bahasa, dan lain-lain. Perhatian pokok dari kitab-kitab tafsir ini adalah memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab hidayah dengan cara yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan makna-maknanya yang bernilai tinggi, yaitu memberi peringatan dan kabar gembira., oleh karena tafsir yang bermanfaat bagi ummat Islam adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an dari segi bahwa ia adalah kitab yang berisi ajaran-ajaran agama yang menunjukkan kepada manusia cara untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[2]
Corak ataupun model penafsiran tersebut dikenal dengan nama al-Laun al-Adaby al-Ijtima’I. Dan salah satu kitab tafsir yang bercorak seperti ini adalah tafsir al-Manar yang merupakan hasil karya dari dua tokoh yang mempunyai hubungan guru dan murid, yaitu Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid Muahammad Rasyid Ridha.
    
     II. Rumusan Masalah
           a.    Pengertian Tafsir al-Adabi al-Ijtima`iy
           b.  Karakteristik Tafsir al-Adabi al-Ijtima`iy
           c.    Contoh Penafsiran al-Adabi al-Ijtima`iy
  
      III. Pembahasan
      a.      Pengertian Tafsir al-Adabi al-Ijtima`iy
Kata al-adaby berasal dari kata mashdar yang kata kerjanya (madhi) aduba, yang berarti sopan santun, tata krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-adaby bisa diterjemahkan sastra budaya. Sedangkan kata al-ijtima’iy bermakna banyak bergaul dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi secara etimologis tafsir al-adaby al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan tafsir sosio-kultural.[3]

      b.      Karakteristik Tafsir al-Adabi al-Ijtima`iy
Sedangkan Manna’ Qathan memberikan definisi: “Tafsir yang diperkaya dengan riwayat salaf al-Ummah dan dengan uraian tentang Sunatullah yang berlaku dalam masyarakat. Menguraikan gaya al-Quran yang pelik dengan menyingkapkan maknanya dengan ibarat-ibarat yang mudah serta berusaha menerangkan masalah-masalah yang musykil dengan maksud untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Islam serta mengobati penyakit masyarakat dengan petunjuk al-Quran.”[4] Dari definisi tersebut dapat diketahui beberapa hal, sebagai berikut:
   a.    Tafsir ini menekankan penelitiannya pada keindahan gaya bahasa al-Quran serta ketelitian redaksinya, yang di dalamnya terkandung hikmah mendalam yang dapat meamberikan sentuhan iman dan rangsangan intelektual.
    b.    Dalam tafsir ini makna yang dicakup oleh ayat al-Quran dikaitkan dengan Sunatullah serta peran dan kedudukan akal sangat penting.
    c.    Tafsir ini mengungkapkan Sunatullah yang berlaku pada umat terdahulu yang di pandang penting untuk mendorong pembangunan demi kemakmuran masyarakat. Pemahaman dan pemamfaatan Sunatullah harus dilandasi dengan nilai moral yang bersumber dari al-Quran.
     d.   Di samping mempergunakan interpretasi akal, tafsir ini juga menggunakan riwayat-riwayat, (atsar) dan sejarah. Hingga dapat dikatakan bahwa tafsir ini menggabungkan antara pendekatan akal, atsar dan sejarah.

     C.  Contoh Penafsiran al-Adabi wa al-Ijtima`iy
Dalam contoh penafsiran juz Amma oleh Muhammad Abduh dalam QS. Al-Fiil: 3-4.
Ÿ@yör&ur öNÍköŽn=tã #·ŽösÛ Ÿ@Î/$t/r& ÇÌÈ   NÎgÏBös? ;ou$yÚÏt¿2 `ÏiB 9@ŠÅdÚÅ ÇÍÈ  
3. dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Kata أبابيل ialah kawanan burung atau kuda dan sebagainya yang masing-masing kelompok mengikuti kelompok lainnya. sedangkan yang dimaksud dengan طيرا ialah hewan yang terbang di langit, baik yang bertubuh kecil ataupun besar; tampak oleh penglihatan mata ataupun tidak. Kata سجيل berasal dari bahasa Persia yang bercampur dengan bahasa Arab, yang berarti tanah yang membatu.[5]
Abduh menjelaskan bahwa lafadh طيرا tersebut merupakan dari jenis nyamuk atau lalat yang membawa benih penyakit tertentu. Dan bahwa lafadh بحجارة itu berasal dari tanah kering yang bercampur dengan racun, dibawa oleh angin lalu menempel di kaki-kaki binatang tersebut. Dan apabila tanah bercampur racun itu menyentuh tubuh seseorang, racun itu masuk ke dalamnya melalui pori-pori, dan menimbulkan bisul-bisul yang pada akhirnya menyebabkan rusaknya tubuh serta berjatuhannya daging dari tubuh itu.[6]

     IV. Kesimpulan
·         secara etimologis tafsir al-adaby al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan tafsir sosio-kultural.
·         Manna’ Qathan memberikan definisi: “Tafsir yang diperkaya dengan riwayat salaf al-Ummah dan dengan uraian tentang Sunatullah yang berlaku dalam masyarakat.
·         Di dalam contoh penafsirannya, Abduh berusaha menafsirkan tiap lafadznya menggunakan makna yang lebih mudah dicerna oleh akal dari sebelumnya (transformasi).  

     V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, mohon saran dan kritk yang membangun. Semoga bermanfaat. Amin.  



DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. Tafsir Juz Amma. tej. Muhammad Bagir. Bandung: Mizan. 1999
al-Syirbashi, Ahmad. Sejarah Tafsir al-Qur’an.Jakarta: Firdaus. 2001.
al-‘Aridl, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir .Jakarta: CV. Rajawali Pers. 1992.
Karman, Supiana-M. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika. 2002.



[1] Ahmad al-Syirbashi, Sejarah Tafsir al-Qur’an (Jakarta: Firdaus, 2001), hlm. 161
[2] Ali Hasan al-“Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1992), hlm. 69-70
[3] Supiana-M. Karman, Ulumul Qur’an (Bandung: PUSTAKA ISLAMIKA, 2002), hlm. 316-317
[4] Manna’ al-Qaththan, Mabahish fi Ulum alQuran, (Bairut:  Muassasah al-Risalah, 1976). http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2012/10/tafsir-adabi-al-ijtimai.html. Diakses  pada tanggal 16-06-14
[5] Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, tej.  Muhammad Bagir (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 320
[6] Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, tej.  Muhammad Bagir, hlm. 322
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan