Tafsir Ayat-ayat Tentang Fakir Miskin

A.    Pendahuluan
 Dalam kehidupan sehari-hari, kemiskinan adalah sesuatu yang nyata adanya dalam masyarakat. Orang-orang miskin tidak hanya ada di negara berkembang saja, namun juga ada di negara-negara maju. Dengan demikian masalah kemiskinan ada di dunia ini, baik di negara-negara maju, maupun negara-negara berkembang seperti Indoneisa.
Kita ketahui bahwa masyarakat miskin di Indonesia masih sangat tinggi, walaupun setiap penduduk pada hakekatnya tidak menghendaki hidup miskin, namun kenyataan di masyarakat ada yang serba kekurangan, tidak mampu mewujudkan berbagai kebutuhan pokok, terutama dari segi material, bahkan pada masa sekarang ini di beberapa daerah Indonesia ada anak-anak yang busung lapar, karena kekurangan gizi.
Hal ini menunjukkaan bahwa rakyat indonesia masih ada banyak penduduk miskin. Akibatnya, ketidakmampuan di bidang material ini, orang-orang miskin mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan gizi, memperoleh pendidikan yang layak, modal kerja dan sejumlah kebutuhan yang lain.
Permasalahan kemiskinan senantiasa menjadi pembicaraan hangat oleh berbagai pihak dari waktu ke waktu untuk mencarikan solusinya. Akan tetapi, dari setiap solusi yang dijalankan nampaknya belum membuahkan hasil yang sempurna, atau boleh dikatakan tidak berhasil jika melihat kebingungan rakyat terhadap harga kebutuhan pokok-pokok akhir-akhir ini, sehingga rakyat miskin tetap dalam kemiskiannya.
Oleh sebab itu, untuk mengadapi tantangan Indonesia ke depan, pada kesempatan kali ini pemakalah akan menjelaskan secara holistik tentang beberapa ayat yang berkaitan dengan kemiskinan beserta cara pengentasan kemiskinan ala Islam.

B.     Pembahasan
1.      Pengertain Fakir Miskin
 $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (At Taubah: 60)
Dalam  Kamus  Besar  Bahasa Indonesia, kata "miskin" diartikan sebagai tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah).  Sedangkan  fakir diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan; atau sangat miskin.
Dari bahasa aslinya (Arab)  kata  miskin  terambil  dari  kata sakana  yang  berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung.  Faqir  adalah orang  yang  patah  tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga "mematahkan"  tulang punggungnya[1].
Sebagai  akibat  dari  tidak  adanya definisi yang dikemukakan Al-Quran  untuk  kedua  istilah  tersebut,  para  pakar  Islam berbeda  pendapat  dalam  menetapkan tolok ukur kemiskinan dan kefakiran. di dalam tafsir al-Qurthubi, pemakalah mendapati setidaknya ada sepuluh pendapat mengenai hal tersebut.[2]
Secara umum, sebagian mereka berpendapat  bahwa  fakir  adalah  orang  yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedang miskin adalah yang berpenghasilan di  atas  itu,  namun  tidak cukup   untuk  menutupi  kebutuhan pokoknya. Ada juga yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si fakir relatif lebih baik dari si miskin.
Seperti contoh pendapat yang menyatakan bahwa orang miskin itu lebih baik dari pada orang fakir. Dengan hujjah firman Allah:
$¨Br& èpoYÏÿ¡¡9$# ôMtR%s3sù tûüÅ3»|¡yJÏ9 tbqè=yJ÷ètƒ Îû ̍óst7ø9$# NŠur'sù ÷br& $pkz:Ïãr& tb%x.ur Nèduä!#uur Ô7Î=¨B äè{ù'tƒ ¨@ä. >puZŠÏÿy $Y7óÁxî ÇÐÒÈ  
Artinya: “adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja dilaut” (QS Al kahfi 79).
Dalam ayat tersebut Allah memberitahukan kondisi orang miskin yang memiki kapal untuk melaut, dan tidak menutupi kemungkinan orang miskin juga memiliki harta. Kemudian mereka juga memperkuat hujjah dengan mereka dengan sebuah syair
لمّا رأى لبد النذسوز تطا يرت <> رفع القوادم كالفير العزل
Artinya: tatkala burung-burung itu berterbangan ia berusaha mengangkat telapak kaki, layaknya si fakir yang tak berdaya”
Maksudnya adalah, orang-orang fakir itu seperti burung elang tidak mampu terbang karena sayapnya telah patah dan tubuhnya menempel di tanah.
Kemudian pendapat yang menyatakan bahwa oang fakir lebih baik dari pada orang miskin. Mereka menyatakan “orang fakir adalah orang yang membutuhkan tanpa meminta-minta, sedangkan orang miskin adalah orang yang membutuhkan namuan ia meminta-minta” pendapat ini disebutkan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, dan disampaiakan pula oleh Az-Zuhri, serta dipilih oleh Ibnu Sya’ban.[3]

2.  Faktor penyebab kemiskian
Memperhatikan akar kata "miskin" yang disebut di atas  berarti  “diam” atau tidak bergerak. Diperoleh kesan bahwa, faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam  diri,  enggan, atau  tidak  dapat bergerak dan berusaha. Keengganan berusaha adalah penganiayaan terhadap diri sendiri, sedang ketidakmampuan berusaha antara lain disebabkan oleh penganiyaan manusia lain. Ketidakmampuan berusaha yang disebabkan oleh orang lain distilahkan pula dengan kemiskinan struktural. Kesan ini lebih jelas lagi bila diperhatikan bahwa jaminan rezeki yang dijanjikan Tuhan, ditujukan kepada makhluk yang dinamainya  dabbah,  yang  arti  harfiahnya  adalah  yang bergerak.
 $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS: Hud; 6)

Ayat ini "menjamin" siapa yang aktif bergerak mencari  rezeki, bukan yang diam menanti. Lebih tegas lagi dinyatakannya bahwa, Allah telah menganugerahkan kepada kamu segala apa yang kamu minta (butuhkan dan inginkan)[4].

Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y 4 bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 žcÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö$¤ÿŸ2  
Artinya: Jika kamu mengitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak mampu  menghinggakannya. Sesungguhnya manusia sangat aniaya  lagi sangat kufur (QS Ibrahim : 34).

Pernyataan Al-Quran di atas dikemukakannya setelah menyebutkan aneka  nikmat-Nya,  seperti  langit, bumi, hujan, laut, bulan, matahari, dan sebagainya.
Sumber daya alam yang disiapkan Allah untuk umat manusia tidak terhingga dan tidak terbatas. Seandainya sesuatu telah habis, maka ada alternatif lain yang disediakan Allah selama  manusia berusaha. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk berkata bahwa sumber daya alam terbatas, tetapi sikap manusia terhadap pihak lain, dan sikapnya terhadap dirinya itulah yang menjadikan sebagian manusia tidak memperoleh sumber daya alam tersebut.
Kemiskinan terjadi akibat adanya ketidakseimbangan dalam perolehan  atau penggunaan sumber daya alam itu, yang diistilahkan  oleh ayat  di  atas  dengan sikap aniaya, atau karena keengganan manusia menggali sumber daya alam itu untuk mengangkatnya  ke  permukaan,  atau untuk menemukan alternatif pengganti. Dan kedua hal  terakhir inilah yang diistilahkan oleh ayat di atas dengan sikap kufur.[5]

3.      Pandangan Manusia tentang kemiskian dan kefakiran
Islam menolak pendapat yang memiliki pandangan sanctifisme atau faham kesucian dengan menjauhi dunia dan menyerukan tasawuf. Yang menyatakan bahwa kemiskinan bukan penderitaan, bukan pula masalah yang diperlukannya sebuah solusi. Akan tetapi kemiskinan adalah nikamt Allah pada hambanya agar hatinya bergantung pada akhirat, dan tidak bergantung pada kekayaan yang akan melupakan akhirat dan mendorong pada kesombongan.
Islam juga menolak pandangan kaum Jabariyyah (fatalisme) yang berpandangan bahwa “kemiskian itu penderitaan dan ujian dan merupakan takdir yang tidak bisa dirubah. Menerima takdir, bersabar, dan qana’ah adalah solusi yang mereka tawarkan.
Islam menolak pandangan kapitalisme yang beranggapan bahwa kemiskian adalah salah satu penderitaan dan problem. Dan yang bertanggung jawab atas hal ini orang miskin sendiri, bukan bangsa, negara atau kelompok kaya. Demikian pengikuat teori Qaruniyaah yang memandang bahwa semua harta yang mereka miliki itu hasil dari apa yang mereka usahakan sendiri.
Islam menolak pandangan kaum sosialis atau marxisme yang menyatakan bahwa pemberantasan dan keadilan bagi fakir miskin itu tidak bisa dicapai selain dengan mendobrak golongan kaya. Unutk mencapai tujuan ini, maka semua golongan yaitu kaum buruh dan proletar mesti melawan golongan kaya.[6]

4.      Pandangan Islam terhadap kemiskian
Dalam konteks penjelasan pandangan Al-Quran tentang kemiskinan ditemukan sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang memuji kecukupan, bahkan Al-Quran menganjurkan untuk memperoleh kelebihan.

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?  
Artinya: Apabila telah selesai shalat (Jumat) maka bertebaranlah di bumi dan carilah fadhl (kelebihan) dan Allah (QS    Al-Jum'ah : 10)
Sejak dini pula Kitab Suci ini mengingatkan Nabi Muhammad Saw. tentang betapa besar anugerah Allah kepada Beliau, yang antara lain  menjadikannya  berkecukupan  (kaya)  setelah  sebelumnya.
x8yy`urur Wxͬ!%tæ 4Óo_øîr'sù ÇÑÈ 

Artinya: Bukankah Allah telah mendapatimu miskin kemudian Dia    menganugerahkan kepadamu kecukupan? (QS Al-Dhuha :8)

Seandainya kecukupan atau kekayaan tidak terpuji,  niscaya  ia tidak dikemukakan  oleh  ayat di atas dalam konteks pemaparan anugerah llahi.
Berupaya untuk memperoleh kelebihan,  bahkan  dibenarkan  oleh Allah walau pada musim ibadah haji sekalipun.
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§
Artinya: Tidak ada dosa bagi kamu untuk mencari fadhl   (kelebihan) dari Allah (di musim haji) (QS Al-Baqara: 198).

Di sisi  lain,  Al-Quran  mengecam  mereka  yang  mengharamkan hiasan  duniawi  yang  diciptakan  Allah bagi umat manusia.  

ö@è% ô`tB tP§ym spoYƒÎ «!$# ûÓÉL©9$# ylt÷zr& ¾ÍnÏŠ$t7ÏèÏ9 ÏM»t6Íh©Ü9$#ur z`ÏB É-øÌh9$# 4 ö@è% }Ïd tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# Zp|ÁÏ9%s{ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 y7Ï9ºxx. ã@Å_ÁxÿçR ÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqçHs>ôètƒ ÇÌËÈ  
Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS Al-A'raf :32)

 Dan  menyatakan  bahwa  Allah  menjanjikan ampunan  dan  anugerah yang berlebih, sedang setan menjanjikan kefakiran

ß`»sÜø¤±9$# ãNä.ßÏètƒ tø)xÿø9$# Nà2ããBù'tƒur Ïä!$t±ósxÿø9$$Î/ ( ª!$#ur Nä.ßÏètƒ ZotÏÿøó¨B çm÷ZÏiB WxôÒsùur 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇËÏÑÈ  
Artinya:. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.(QS Al-Baqarah : 268).

Seorang sufi yang bernama Dzu Nun Al Mishri mngingtakan “ Manusia yang paling kafir adalah orang yang susah (miskin yang tidak sabar, sedangkan orang yang sabar sedikit jumlahnya” oleh sebab itu, tidak heran jika ada sebuah riwayat [7]
كا د الفقر ان يكون كفرا
Atinya: kefakiran (kemiskinan) itu nyaris menyebabkan kekafiran (HR Abu Dawd).
Fakir miskin bukanlah suatu kasta kemiskinan dalam Islam bukan suatu yang abadi. Tetapi sebuah perjalanan yang berpindah tempat, bersembunyi dan akhirnya menghilang. Sementara fakir miskin tiada lain adalah individu-individu yang kadang-kadang hari ini miskin ari esok kaya, sebab berbgai pintu peluang dan kesempatan trbuka teerus bagi semua orang.[8]
...4 ã@yèôfuŠy ª!$# y÷èt/ 9Žô£ãã #ZŽô£ç ÇÐÈ  
Artinya : Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(QS at Talaaq: 7)

Meskipun demikian, Islam  tidak  menjadikan  banyaknya  harta sebagai  tolok  ukur kekayaan, karena kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati dan kepuasannya. Sebuah lingkaran betapa pun  kecilnya adalah sama dengan 360 derajat, tetapi betapapun besarnya, bila tidak bulat, maka ia pasti  kurang  dari  angka tersebut.
5.      Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Ø  Bekerja
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9sŒ (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ  
Arinya:  Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan (QS al-Mulk: 15)

 Setiap orang muslim di tuntut dan diperintahkan berjalan disemua penjuru bumi serta makan rezki Allah SWT, yang dimaksud bekerja adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan barang atau jasa. Bekerja adalah senjata utama untuk melawan kemiskinan, sehingga menjadi unsur pertama untuk memakmurkan dunia sebagaimana ayat,
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# }§øŠs9 öNçlm; Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) â$¨Y9$# ( xÝÎ7ymur $tB (#qãèuZ|¹ $pkŽÏù ×@ÏÜ»t/ur $¨B (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ  
Artinya:  Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (Qs Hud: 16)

Islam telah membuka pintu-pintu bekerja melalui gagang pintunya supaya orang muslim itu bekerja sesuai dengan keahliannya, pengalaman, dan kecenderungannya. Bekerja itu dapat memberi pelakunya untung atau upah yang memungkinkan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan menafkahi keluarganya.
Dalam Islam juga seorang buruh tidak dilarang mengambil upah kerjanya, bahkan upah itu mesti diberikan sebelum kering keringatnya. Demikian  upah harus sesuai dengan ukuran kerjanya, tidak kurang atau tidak lebih[9].

Ø  Yang berkecukupan menjamin kerabat dekatnya.
Sungguh Islam menjadikan setiap yang mempunyai hubungan kekerabatan itu saling menjamin satu sama lain. Yang kuat menanggung yang lemah diantara mereka dan yang kaya menanggung yang miskin. Yang demikian itu dikarenakan hubungan persaudaraan yang erat dan kekerabatan yang mempersatukan.
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä -ÆÏB ß÷èt/ (#rãy_$ydur (#rßyg»y_ur öNä3yètB y7Í´¯»s9'ré'sù óOä3ZÏB 4 (#qä9'ré&ur ÏQ%tnöF{$# öNåkÝÕ÷èt/ 4n<÷rr& <Ù÷èt7Î/ Îû É=»tFÏ. «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7LìÎ=tæ ÇÐÎÈ  
Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS al-Anfal 75)

 (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# .....
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayam... (QS annisa 36)

Ø  Zakat
Islam memerintahkan setiap yang mampu bekerja agar bekerja dan berusaha mencari rezki untuk mencukupi diri sendiri, keluarganya, serta ikut bershadaqoh di jalan Allah. Islam tidak melupakan mereka yang fakir dan miskin, karena Allah telah menentukan hak tertentu bagi mereka dalam harta-harta orang yang punya. Hak ini tiada lain adalah zakat. Dan fakir miskin ini adalah kelompok orang pertama yang berhak menerima zakat.
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  
Artinya:  Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (Ad Dzariat: 19)
Dari sekumpulan ayat-ayat Al-Quran dapat disimpulkan bahwa kewajiban zakat dan kewajiban-kewajiban keuangan lainnya, ditetapkan Allah berdasarkan pemilikan-Nya yang mutlak atas segala sesuatu, dan juga berdasarkan istikhlaf (penugasan manusia sebagai khalifah) dan persaudaraan semasyarakat, sebangsa, dan sekemanusiaan.
Apa yang berada dalam genggaman tangan seseorang atau sekelompok orang, pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diwajibkan menyerahkan kadar tertentu dari kekayaannya untuk kepentingan saudara-saudara mereka. Bukankah hasil-hasil produksi, apa pun bentuknya, pada hakikatnya merupakan pemanfaatan materi-materi yang telah diciptakan dan dimiliki Tuhan? Bukankah manusia dalam berproduksi hanya mengadakan perubahan, penyesuaian, atau perakitan satu bahan dengan bahan lain yang sebelumnya telah diciptakan Allah? Seorang petani berhasil dalam pertaniannya karena adanya irigasi, alat-alat (walaupun sederhana), makanan, pakaian, stabilitas keamanan, yang kesemuanya tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali oleh kebersamaan pribadi-pribadi tersebut, dengan kata lain "masyarakat". Pedagang demikian pula halnya.
Siapa yang menjual dan siapa pula yang membeli kalau bukan orang lain? Jelas sudah bahwa keberhasilan orang kaya adalah atas keterlibatan banyak pihak, termasuk para fakir miskin "Kalian mendapat kemenangan dan kecukupan berkat orang-orang lemah di antara kalian." Demikian Nabi Saw. bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud melalui Abu Ad-Darda'. Kalau demikian, wajar jika Allah Swt. sebagai pemilik segala sesuatu, mewajibkan kepada yang berkelebihan agar menyisihkan sebagian harta mereka untuk orang yang memerlukan.
 Apabila kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan kepada kamu ganjaran,  dan Dia tidak meminta harta bendamu (seluruhnya). Jika Tuhan meminta harta bendamu (sebagai zakat dan sumbangan wajib) dan Dia mendesakmu (agar engkau memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir, (karenanya Dia hanya meminta sebagian dan ketika itu bila kamu tetap kikir maka) Dia akan menampakkan kedengkian (kecemburuan sosial) antara kamu (QS Muhammad :36-37).
$yJ¯RÎ) äo4quŠysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qôgs9ur 4 bÎ)ur (#qãZÏB÷sè? (#qà)­Gs?ur ö/ä3Ï?÷sムöNä.uqã_é& Ÿwur öNä3ù=t«ó¡o öNä3s9ºuqøBr& ÇÌÏÈ   bÎ) $ydqßJä3ù=t«ó¡o öNà6Ïÿósãsù (#qè=yö7s? ól̍øƒäur ö/ä3oY»tóôÊr& ÇÌÐÈ  
Artinya: Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala keppadamu dan Dia tidak akan memint harta-hartamu., Jika Dia meminta harta kepadamu lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir dan Dia akan Menampakkan kedengkianmu.


Menutupi kebutuhan tersebut dapat berupa modal kerja sesuai dengan keahlian dan keterampilan masing-masing, yang ditopang oleh peningkatan kualitasnya. Hal lain yang perlu juga dicatat adalah bahwa pakar-pakar hukum Islam menetapkan kebutuhan pokok dimaksud mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, seks, pendidikan, dan kesehatan.
Ø  Pemberian Makanan
Pemberian makanan yang dimaksud adalah dengan kata nuth'im, yuth'imun, dan tha'am. Ketiga kata tersebut sama berasal dari huruf tha', 'ain, dan lam yang berarti terus menerus berbunyi dalam merasakan sedikit demi sedikit.[10] Kata ath'ama bentuk madhi dengan tambahan satu huruf hamzah berarti memberi makan dan kata tha'am merupakan isim mashdar dari tha'ima. Sedang kata nuth'im dan yuth'imun  adalah merupakan fi’il  mudhari dari ath'ama yuth'imu. [11]
Dasar dari pemberian makanan ini adalah jawaban dari orang-orang yang berdosa dalam al-Qur’an.
óOs9ur à7tR ãNÏèôÜçR tûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÍÍÈ  
Artimya: Dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin, (Q.S : Al-Muddatsir : 44.)
Hal tersebut menunjukkan bahwa memberi makan kepada orang miskin termasuk salah satu alternatif dalam rangka memikirkan dan menanggulangi kemiskinan itu. Pemberian makanan kepada orang miskin dengan cara memberi makanan yang disukai dari orang yang memberi itu. Dengan kata lain seseorang yang memberi makanan kepada orang miskin tidak sekedar memberi makanan seenaknya, namun sesuai dengan apa yang ia sukai. Jadi kalau ada seseorang yang memberi makanan kepada orang miskin hanya karena layu atau sudah busuk, sehingga makanan tersebut diberikan hanya karena ia sendiri tidak suka tidak dibenarkan aleh agama.
Dasar ketentuan ini adalah
tbqßJÏèôÜãƒur tP$yè©Ü9$# 4n?tã ¾ÏmÎm7ãm $YZŠÅ3ó¡ÏB $VJŠÏKtƒur #·ŽÅr&ur ÇÑÈ  


Artinya: " Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin." (Q.S al-Insan : 8)
Untuk menggalakkan kebaikan dalam rangka memberi makan kepada  orang-orang miskln, Islam memberikan konsep perlu adanya dorongan dan anjuran untuk terlaksananya pemberikan makan kepada orang-orang miskin.

Ø  Antara dunia dan akhirat haruslah seimbang
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(QS al-Qhasas :77)

Maksud dari ayat ini adalah berusahalah untuk mendapatkan akhirat (surga) dengan mempergunakan modal yang Allah berikan didunia. Sudah sepantasnya kita sebagai umat manusia untuk berlomba-lomba dalam mencari keberkahan didunia bukan kesombongan untuk dirinya sendiri.[12]
(“Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”)Para ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, seperti Ibnu Abbas dan sebagian besar ulama mengatakan, “janganlah kau habiskan umurmu kecuali hanya untuk mencari bekal diakhirat nanti, karena bekal untuk akhirat itu hanya bisa dicapai di dunia ini”. Sedangkan menurut Hasan dan Qatadah mengatakan “bahwasannya janganlah kamu menyiayiakan umurmu untuk bersenang-senang dan mencari kehidupan dunia semata”.
Menurut al-Qurthubi beliau berpendapat bahwasannya ungkapan tersebut sudah disimpulkan oleh ibnu Umar dalam ucapannya yang mengatakan “ berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamannya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari”.
Ada juga yang mengatakan bahwasannya hendaknya manusia itu merasa cukup dengan apa yang sudah allah berikan kepadanya, kemudian Ibnu Al Arabi mengatakan “ saya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Qatadah yang mengatakan “jaganlah kau melupakan kehidupan duniamu”.[13]
(“Dan berbuat baiklah kepada (orang lain), sebagaiman allah telah berbuat baik”). Maksudnya adalah taatlah kepada allah dan sembahlah dia, sesungguhnya dialah yang memberikan Rizki yang berlimpah kepada manusia. Ibnu Al Arabi juga mengatakan bahwasannya “sunguh banyak pendapat yang mengatakan tentang masalah ini, namun dapat disimpulkan bahwa hendaknya kita mempergunakan seluruh nikmat yang Allah berikan kepad kita untuk menambah kenikmatan kepada-Nya.[14]

C.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian terssebut  kita mengetahui bahwa: untuk dapat mengentaskan kemiskinan, muslim diharuskan bekerja dan berusaha mencari rizki di muka bumi dan di bawah langit, apapun pekerjaanya. Islam juga menganjurkan untuk memberikan jaminan kepada fakir miskin demi melaksanakan kewajiban mereka atau berharap ridlo Allah.
D.    Penutup
Demikianlah makalah tenteng “Tafsir Ayat Tentang Fakir Miskin” yang kami susun. Tentunya dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam  ssegi penulisan maupun segi materinya. Maka dari itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi dalam penyusunan makalah selanjutnya.


Daftar Pustaka
Ibn Zakariya, Ahmad bin Faris, Mu'jam Maqayis al-Lughah, Juz I, : Dar al-Fikr, 1970 
Maluf, Luwis, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masriq, 1986
Qardhawi, Dr. Yusuf, Shadaqah Cara Islam menegntaskn Kemiskinan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010
Qurthubi, Syeikh Imam, Tafsir al-Qurthubi: penerjm, Budi Rosyadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 hal,  412
Shihab, Dr. M. Quraish, Wawasan a-Qur’an, Bandung: Penerbit mizan, 1996
_____________________,Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: lentera Hati 2003



[1] Dr. M. Quraish Shihab, Wawasan a-Qur’an, Bandung: Penerbit mizan, 1996. Hal  442
[2] Syeikh Imam al-Qurthubi, tafsir al-Qurthubi: penerjm, Budi Rosyadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 hal 407 v 8
[3] Syeikh Imam al-Qurthubi, tafsir al-Qurthubi: penerjm, Budi Rosyadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 hal,  412
[4] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: lentera Hati 2003, hal 620 v 1
[5] Dr. M. Quraish Shihab, Wawasan a-Qur’an, Bandung: Penerbit mizan, 1996. Hal  444
[6] Dr. Yusuf Qardhawi, Shadaqah Cara Islam menegntaskn Kemiskinan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1-4
[7] Dr, Yusuf Qardhawi,,, hal 12
[8] Dr, Yusuf Qardhawi,,, hal 190
[9] Dr. Yusuf Qardhawi, Shadaqah Cara Islam menegentaskan Kemiskinan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya hal 43
[10] Ahmad bin Faris Ibn Zakariya, Mu'jam Maqayis al-Lughah, Juz I, : Dar al-Fikr, 1970  hal 410
[11]Luwis Maluf, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masriq, ig86 hlm. 446
[12] Al Qurtubi,Syaikh Imam, tafsir Al Qurtubi,Cet.I,(Jakarta,Pustaka Azzam).hal.799
[13] Al Qurtubi,Syaikh Imam,,,hal.800
[14] Al Qurtubi,Syaikh Imam,,,,.hal.801-802
Suka artikel ini ?

About Anonim

Admin Blog

Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan