A.
PENDAHULUAN
Sesungguhnya
seluruh kejadian alam, bahkan penciptaan manusia menyimpan banyak misteri.
Misteri yang hakikatnya perlu digali, ditelisik oleh manusia sehingga
asal-usulnya mendekati kebenaran. Ini pun bertujuan positif bagi manusia. Bisa
jadi alam semesta sengaja diciptakan Allah dengan mengandung banyak misteri atau
rahasia agar diungkap oleh manusia. Sebab manusia merupakan satu-satunya
makhluk yang dianugerahi Allah akal
untuk berpikir. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat At-Tin ayat
4:
ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
(Qs. At-Tin :4).
Sebagai
kitab istimewa, selain sebagai sumber hukum Islam yang pertama, ternyata Alqur’an
berisi hal-hal yang berkaitan dengan fenomena-fenomena alam maupun kejadian
dalam kehidupan manusia. Semisal mengenai penciptaan langit, perihal matahari,
bulan, bintang, daratan, lautan, angin, dan lain sebagainya. Jika kita
memahami, ini sangat unik dan dapat menambah keimanan kita bahwa Al-Qur’an
benar-benar kalam Tuhan. Alqur’an bukan buatan manusia, walaupun selevel rasul
pun. Buktinya Muhammad sebagai penerima wahyu ini, dahulu hidup di daerah gurun
ketika menerimanya, bukan di daerah pesisir. Namun, dalam kitab suci sebagai
mukjizat terbesarnya dijelaskan begitu detail mengenai penciptaan laut. Ini
sungguh luar biasa, bukan?
Nah,
perihal angin pun merupakan suatu fenomena alam yang kita perlu mengkajinya.
Sebab, ternyata term angin juga terdapat dalam Alqur’an dan Allah menyebutnya
berkali-kali. Maka hal ini perlu penafsiran lebih dalam, sehingga kita bisa
menafsiri sebenarnya apa maksud Allha dalam ayat-ayatnya yang mengandung angin
tersebut.
Sebab,
justru selama ini kita mengetahi pengetahuan semacam ini justru dalam ilmu
pengetahuan umum. Padahal sesungguhnya semua ilmu pengetahuan adalah sama.
Tidak ada perbedaan antara umum dan agama. Namun, hal ini seakan sudah menjadi
konvensi. Sebab, seringkali justru yang menemukan penemuan-penemuan baru
mengenai kejadian alam adalah bukan orang Islam yang notabene pemilik
kitab suci tersebut.
Oleh
karena itu, pemakalah akan memfokuskan pembahasan pada ayat-ayat yang berkaitan
dengan angin.
B.
PEMBAHASAN
a.
Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum: 46
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä br& Ÿ@Å™öムyy$tƒÌh9$# ;NºuŽÅe³t6ãB /ä3s)ƒÉ‹ã‹Ï9ur `ÏiB ¾ÏmÏFuH÷q§‘ y“ÌôftGÏ9ur à7ù=àÿø9$# ¾ÍnÌøBr'Î/ (#qäótGö;tGÏ9ur `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù ö/ä3¯=yès9ur tbrãä3ô±n@ ÇÍÏÈ
“
dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur “.(QS. Ar-Rum: 46)
Di dalam tafsir
Al-Mishbah dijelaskan bahwa Allah swt. melalui Alqur’an, demikian juga fenomena
alam, terus-menerus memberi tuntunan dan peringatan kepada manusia.
Berkali-kali Yang Maha Kuasa menyatakan bahwa Dia mengulang-ulangi dan
menganekaragaman ayat-ayat-Nya agar manusia sadar. Kalau di kali pertama atau
kedua manusia masih lengah, maka semoga di kali ketiga atau keempat dia sadar.
Memang adalah kitab dakwah, bukan kitab ilmiah sebagaimanakitab-kitab yang
menghindari pengulangan. Nah, ayat di atas merupakan salah satu contoh dari
pengulangan dan penganekaragaman ayat itu.
Ayat di atas
berbicara tentang angin, agaknya untuk menggambarkan nikmat Allah dan Kuasa
Allah di darat dan laut (ayat 41). Angin ada yang membawa manfaat ada juga yang
mengakibatkan bencana. Manusia pun demikian, yang kafir dengan perusakannya
mengakibatkan bencana, sedang yang mukmin dengan amal salehnya mengundang
manfaat. Demikian al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat-ayat yang lalu.
Yang jelas, ayat
di atas menyatakan Dan di antara tanda-tanda kekeuasaan-Nya adalah
bahwa Dia senantiasa dan dari saat ke saat mengirimkan aneka angin,
ada yang berhembus dari selatan, ada dari utara dan lain-lain, sebagai
pembawa berita gembira tentang bakal turunnya hujan, atau melajunya perahu dan
untuk merasakan kepada kamu sebagian dari rahmat-Nya, anatara lain dengan
hembusannya yang menyegarkan, serta tumbuhnya aneka tumbuhan berkat curahan
hujan, dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya yakni dengan
izinn-Nya melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya dalam konteks angin,
laut serta kapal-kapal dan juga supaya kaum dapat mencari karunia-Nya
dengan berdagang, bepergian untuk berjihad atau menuntut ilmu. Itu semua
dilakukan-Nya sebagai anugerah dari-Nya dan agar kamu bersyukur dengan
jalan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Kata ( بأمره) biamrihi/atas perintah
(izin)-Nya, ditekankan oleh ayat ini untuk mengingatkan manusia betapa
besar nikmat Allah yang dianugerahkan kepada mereka melalui kemampuan kapal
mengarungi samudra serta keselamatan selama perjalanan, dan bahwa Allah menetapkan
hukum-hukum alam yang memungkinkan manusia memanfaatkan lautan dengan segala
isinya.
Kata tasykurun
terambil dari kata syukur yang inti maknanya adalah memfungsikan
anugerah Allah sesuai dengan tujuan penciptaannnya. Bacalah dan camkanlah
tujuan-tujuan yang disebut yang disebut di atas dan upayakanlah
merealisasikannya. Sebanyak manfaat yang kita raih, sebanyak itu pula pertanda
kesyukuran kita, selama kita rasakan dan sadaribahwa semua yang kita raih itu
bersumber dari Allah dan berkat rahmat-Nya. [1]
b.
Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum: 48
ª!$# “Ï%©!$# ã@Å™öムyx»tƒÌh9$# çŽÏWçGsù $\/$ysy™ ¼çmäÜÝ¡ö6u‹sù ’Îû Ïä!$yJ¡¡9$# y#ø‹x. âä!$t±o„ ¼ã&é#yèøgs†ur $Zÿ|¡Ï. “uŽtIsù s-øŠsqø9$# ßlãøƒs† ô`ÏB ¾ÏmÎ=»n=Åz (
!#sŒÎ*sù z>$|¹r& ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o„ ô`ÏB ÿ¾ÍnÏŠ$t7Ïã #sŒÎ) ö/ãf tbrçŽÅ³ö;tGó¡o„ ÇÍÑÈ
“
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila
hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka
menjadi gembira.(QS.Ar-Rum:48)
Di
dalam tafsirnya, Al-Mishbah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat di
atas kembali berbicara tentang angin, pembicaraan yang disela oleh uraian
tentang kedatangan para rasul dan sikap Allah terhadap para pembangkang. Kalau
ayat yang lalu menyinggung tentang fungsi angin sebagai pembawa berita gembira
tentang bakal turunnya hujan, maka ayat di atas menjelaskan kerja angin dalam
konteks hujan serta proses hujan, serta proses turunnya hujan itu.
Ayat
di atas menyatakan bahwa: Allah swt. yang dari saat ke saat yang
mengirim aneka angin, lalu ia yakni angin itu menggerakkan
awan dan Allah swt. melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya membentangkannya
di langit yakni di awan, sebagaimana yakni dengan cara dan bentuk
apapun yang dikehendaki-Nya dan ke lokasi manapun yang ditetapkan-Nya.
Seakli Dia menjadikan awan itu terbentang di langit sedemikian rupa, dan di
kali lain Dia menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu engkau siapa pun
engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya awan itu, maka
apabila Dia yakni Allah mencurahkannya yakni hujan yang turun
atas izin Allah itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hamba-Nya, tiba-tiba yakni dengan segera dan serta merta
begitu hujan turun mereka. Padahal sesungguhnya mereka sebelum hujan
diturunkan kepada mereka, mereka -sebelumnya- benar-benar berputus asa.
Ayat
di atas menggambarkan proses terjadinya hujan. Awan tebal bermula ketika angin
–atas Kuasa Allah- menggiring atau mengarak kawanan awan kecil ke zona
convergence. Pengarakan bagian-bagian awan itu menyebabkan bertambahnya
kualitas (jumlah) uap dalam perjalanannya terutama di sekitar zona. Apabila dua
awan lebih menyatu, maka arus udara yang naik di dalam awan akan bertambah
secara umum, hal ini menyebabkan datangnya tambahan uap air dari bagian bawah
dasar awan yang perannya menambah potensi yang terpendam untuk berakumulasi.
.Awan
tebal bergerak ke mana saja sesuai arah gerak angin yang dkehendaki Allah,
sedang faktor akumulasi dan pembangunannya akan terus-menerus sepanjang arus
udara yang naik mampu membawa formasi awan dari titik-titik air, atau
butir-butir embun. Ketika angin tidak lagi mampu membawa formasi-formasi itu
--karena telah bergumpal-gumpal dan menyatu—maka proses akumulasi terhenti dan
hujan pun turun. Demikian sekelumit penjelasan ilmuan menyangkut terjadinya
hujan dan peranan angin dan awan, yang sepenuhnya sejalan dengan informasi ayat
di atas. Untuk informasi yang lebih lengkap mari merujuk pada QS. An-Nur:
43
Ayat
di atas menggunakan bentuk jamak untuk kata (رياه) riyah yang penulis terjemahkan aneka
angin. Ini sesuai dengan kebiasaan Alqur’an melukiskan angin yang membawa
hujan/rahmat dalam bentuk jamak dan yang membawa siksa dalam bentuk tunggal
(baca antara lain QS. Al-Haqqah:6 dan ayat 51 berikut)
Penggunaan
bentuk mudhari’/present tense (kata kerja masa kini dan datang) yang
menunjuk sekian banyak proses turunnya hujan, mengisyaratkan terjadinya hal-hal
tersebut dari saat ke saat dan berlanjut secara bersinambung.[2]
c.
Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum: 51
÷ûÈõs9ur $uZù=y™ö‘r& $\t†Í‘ çn÷rr&tsù #vxÿóÁãB (#q=sà©9 .`ÏB ¾Ínω÷èt/ tbrãàÿõ3tƒ ÇÎÊÈ
“
dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan) lalu mereka
melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), benar-benar tetaplah
mereka sesudah itu menjadi orang yang ingkar.(QS. Ar-Rum:51)
Melalui
ayat di atas, Allah menggambarkan bagaimana jika angin yang dikirim Allah itu
adalah angin yang membawa bencana. Ayat di atas menyatakan: dan jika kami
mengirim angin yang membawa bencana kepada tumbuh-tumbuhan mereka, seperti
angin panas yang membakar, lalu mereka sesudahnya yakni begitu selesai melihatnya
menjadi kuning kering dan layu, maka pasti mereka akan tetap dan
terus-menerus mengkufuri Allah dan nikmat-nikmatNya.
Kata
(مصفرا)
mushfarran terambil dari kata (أصفر) yakni kuning. Jika kata ini
menyifati tumbuhan, maka maknanya kering dan layu. Bahasa Arab menggunakan kata
(صفار)
shuffar untuk menamai tumbuhan yang tertimpa hama sehingga rusak.
Kata
(من)
min yang menyertai kata (بعده)
ba’dihi/sesudahnya, mengisyaratkan cepatnya sikap buruk mereka itu. Yakni
langsung begitu selesai mereka melihat tumbuhan layu terbakar.
d.
Tafsir Qur’an Surat Al-Hijr: 22
Ilmu
pengetahuan modern menetapkan bahwa angin menjalankan awan yang akan berakhir
pada turunnya hujan dari langit. Anginlah yang mengangkat uap, kemudian
membentuk awan. Angin pulalah yang menyebabkan petir kemudian menjadikan awan
bertumpuk-tumpuk, lalu akhirnya turunlah hujan.[3]
Quraisy
Shihab menerjemahkan maksud ayat tersebut adalah Allah swt. berfirman : “Dan
Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan butir-butir awan maka dari
hasil perkawinan itu Kami menurunkan dari langit air, yakni hujan, lalu
Kami beri kamu minum dengannya, yakni dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu para penyimpannya.
Kata
(لواقح)
lawaaqih adalah bentuk jamak dari kata (لاقح) laaqih yaitu unutk betina yang
menampung (لقاح)
liqaah. Kata liqaah berarti air/sperma atau benih kelahiran
anak yang dikandung jantan, baik binatang, tumbuhan, atau manusia. Ini
mengantar betina yang menampungnya melahirkan anak. Boleh jadi, juga kata (لواقح) lawaaqih merupakan bentuk jamak
dari kata (ملقح)
mulqih, yakni jantan yang membuahi betina.
Menurut
ilmu pengetahuan modern, ayat ini menerangkan bahwa angin dibutuhkan dalam proses perkawinan pada
tumbuh-tumbuhan. Yaitu, setelah nyata
bahwa tumbuhan membutuhkan angin sebagai alat yang penting dalam penyerbukan.
Hal ini sesuai dengan yang Muhammad Sayyid Thantawi yang mengatakan ayat ini
mengisyaratkan fungsi angin yang dapat mengantar penyerbukan tumbuh-tumbuhan
dan juga angin yang mengandung butir-butir air yang kemudian menurunkan hujan.
Namun,
Quraish Shihab tidak sepakat dengan pendapata tersebut, meski tidak bisa
dipungkiri dari segi ilmiah. Dalam bukunya, Membumikan Al-Qur’an ia
menyatakan bahwa seseorang tidak memerhatikan hubungan antara kata (أرسلناالرياح
لواقح) dengan
kata (فأنزلنا من السماء ماء) akan menerjemahkan dan memahami kata lawaqih dalam arti mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Namun,
bila diperhatikan dengan seksama bahwa kata tersebut berhubungan dengan kata
sesudahnya, pemahaman tersebut tidaklah pada tempatnya. Ini karena kata lawaqih
berhubungan dengan kata yang sesudahnya, yaitu turunnya hujan, hubungan sebab
dan akibat sebagaimana dipahami dari penggunaan huruf fa/maka. Ini
berarti perkawinan yang dilakukan angin itu mengakibatkan turunnya hujan, bukan
mengakibatkan tumbuhnya tumbuhan. Ini karena tidak ada hubungan langsung serta
sebab dan akibat antara perkawinan awan dan tumbuhnya tumbuhan. Seandainya yang
dimaksud ayat di atas adalah fungsi angin dalam mengawinkan tumbuhan, tentu
redaksi ayat tersebut akan berbunyi: maka tumbuhlah tumbuhan dan siaplah
buahnya untuk dimakan bukan seperti bunyi ayat di atas, maka Kami
menurunkan dari langit air hujan.[4]
e.
Persesuaian antara Awan, Hujan, dan
Arus Angin
1.
Allah berfirman tentang angin sebagai pembawa hujan dan
rahmat
uqèdur ”Ï%©!$# ã@Å™öムyx»tƒÌh9$# #MŽô³ç0 šú÷üt/ ô“y‰tƒ ¾ÏmÏGuH÷qu‘ ( #Ó¨Lym !#sŒÎ) ôM¯=s%r& $\/$ysy™ Zw$s)ÏO çm»oYø)ß™ 7$s#t6Ï9 ;MÍh‹¨B $uZø9t“Rr'sù ÏmÎ/ uä!$yJø9$# $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ `ÏB Èe@ä. ÏNºtyJ¨V9$# 4 šÏ9ºx‹x. ßlÌøƒéU 4’tAöqyJø9$# öNä3ª=yès9 šcrãž2x‹s? ÇÎÐÈ
“dan Dialah yang meniupkan angin
sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga
apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang
tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan
sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan
orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil
pelajaran.”(Qs.Al-A’raaf :57 )
2.
Allah berfirman tentang angin sebagai nikmat dan pengumpul
awan.
Mengenai ayat yang menerangkan tentang
angin sebagai nikmat dan pengumpul awan telah dijelaskan pada pembahasan
penafsiran surat ar-Rum di atas.
3.
Allah berfirman tentang angin sebagai penghidup bumi
ª!$#ur ü“Ï%©!$# Ÿ@y™ö‘r& yx»tƒÌh9$# çŽÏWçFsù $\/$ptxž çm»oYø)Ý¡sù 4’n<Î) 7$s#t/ ;MÍh‹¨B $uZ÷u‹ômr'sù ÏmÎ/ uÚö‘F{$# y‰÷èt/ $pkÌEöqtB 4
y7Ï9ºx‹x. â‘qà±–Y9$# ÇÒÈ
“
dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan,
Maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi
setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.”(QS. al-Fathiir
: 9)
4.
Allah berfirman tentang bersihnya air hujan
uqèdur ü“Ï%©!$# Ÿ@y™ö‘r& yx»tƒÌh9$# #MŽô³ç0 šú÷üt/ ô“y‰tƒ ¾ÏmÏGyJômu‘ 4
$uZø9t“Rr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #Y‘qßgsÛ ÇÍÑÈ }‘Å¿ósãZÏj9 ¾ÏmÎ/ Zot$ù#t/ $\GøŠ¨B ¼çmu‹É)ó¡èSur $£JÏB !$oYø)n=yz $VJ»yè÷Rr& ¢ÓÅ›$tRr&ur #ZŽÏVŸ2 ÇÍÒÈ
“
Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat
bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan
agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami,
binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak”.(QS. al-Furqan: 48-49).[5]
Ayat-ayat di atas menerangkan dengan
tegas bahwa angin membawa awan yang selanjutnya akan memberikan kabar kembira,
yaitu hujan.
Ilmu pengetahuan modern telah
menjelaskan sejauhmana terdapat keharmonisan antara awan, hujan, dan angin. Ini
sebagaimana yang telah dahulu disebutkan dalam al-Qur’an dan dapat kita lihat
di antara ayat-ayat ilmiah yang terdapat di dalamnya.
Kebanyakan pendapat menyatakan bahwa
hujan itu turun dari langit. Tanpa terlintas di pikiran seorang pun bahwa
anginlah yang mempengaruhi awan dan menimbulkan hujan. Hal itu berlangsung
sampai ditetapkan dalam ilmu meteorologi akhir-akhir ini bahwa pengaruh
terhadap awan dan turunnya hujan berasal dari pergerakan angin yang berkumpul
di suatu tempat. Pembagian ilmiah yang terakhir tertuju kepada kelompok jenis
awan dan hujan. Sifat-sifat itu sesuai dengan pergerakan arus angin yang menimbulkan
hal tersebut. Maka, terjadilah awan yang bertumpuk-tumpuk tersebut disertai
oleh arus angin vertikal.
Awan yang bertumpuk-tumpuk yang
menyertai arus udara secara sempurna akan tegak lurus ke atas. Dari yang
pertama akan timbul gerimis. Sedangkan yang kedua akan turun hujan dalam
arahnya yang lebih sempurna.
Para ilmuan yakin bahwa ketika uap
air yang diangkut angin semakin banyak, maka hujan akan turun secara alami.
Pada saat itu tidak ada seorang pun yang membutuhkan turunnya hujan buatan.
Jadi, walaupun pengetahuan manusia
selalu bertambah, namun ia tidak akan mampu terus-menerus mengawasi peredaran
arus angin secara keseluruhan atau mengubah sesuai keinginannya, sekalipun dia
memakai kekuatan nuklir, kecuali pada beberapa daerah yang sempit. Rahasia
dibalik ini adalah bahwa matahari menyinari bumi setiap hari dengan kekuatan
seratus ribu kekutan nuklir. Sedangkan, pemakaian kekutan nuklir tersebut akan
menyebabkan polusi udara.
Awan adalah materi yang diciptakan
Allah untuk menurunkan hujan yang merupakan sumber air tawar yang memancar dan
mengairi bumi. Dengan ini Allah berfirman pada surat Al-Hijr ayat 22, ûüÏRÌ“»sƒ¿2
ó çms9
OçFRr&
!$tBur “sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya “,
adalah masalah ilmiah yang lain, yang menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa
air tawar itu tidak dapat disimpan ditempat tertentu. Tetapi, dia tunduk kepada
siklus global di antara langit dan bumi. Ini dikenal dengan sebutan “ Siklus
air di antara langit dan bumi “.
Ringkasnya, sinar matahari
menguapkan sebagian air laut dan samudera. Uap air itu naik ke atas angkasa
karena dia lebih ringan dari udara atau kepadatannya lebih kecil. Lalu uap air
tersebut dibawa oleh angin dalam peredarannya melintasi ribuan kilometer.
Kemudian dia bertambah tinggi agar membentuk awan dan bertambah padat dengan
uap air. Awan tersebut akan bertambah padat sehingga turunlah hujan. Setelah
itu terbentuklah sungai atau sebagian lainnya meresap ke dalam perut bumi.
Nantinya air tersebut akan kembali lagi ke lautan atau samudera. Peristiwa ini
akan kembali lagi ke matahari, demikianlah seterusnya. [6]
Sudah menjadi kenyataan alam bahwa
angin tidak hanya mengisi awan dengan uap air. Tapi, juga membentangkan awan
dan mengisinya dengan partikel-partikel yang sangat halus seperti tepung. Partikel-partikel
itu hanya dapat dilihat pada saat angin tersebut menghisap molekul-molekul.
Misalnya, molekul asin yang terangkat dari laut dan samudera bersama angin.
Partikel-partikel tersebut dinamakan
“atom padat”. Itulah yang dimaksud dari kata lawaaqih atau yang
mengawinkan yang terdapat dalam al-Qur’an pada firman Allah y
yxÏ%ºuqs9 x»tƒÌh9$# $uZù=y™ö‘r&ur
.
Maka, alangkah mengagumkannya
ayat-ayat yang disebutkan Alqur’an dari mukjizat ilmiah yang menyangkut ilmu
meteorologi.[7]
C.
KESIMPULAN
Sesungguhnya
seluruh fenomena alam yang terjadi telah dijelaskan dalam Alqur’an, namun masih
termaktub secara global. Sehingga ini menuntut manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna dengan akalnya untuk selalu berpikir.. Salah satu caranya
adalah dengan menafsirkannya. Termasuk fenomena tentang angin, yang Allah menyebutnya dalam Alqur’an dengan term riihun
dalam bentuk mufrad dan riyaah dalam bentuk jamak.
Dalam
penafsiran ayat-ayat tentang angin dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan
angin, dalam bentuk positif dan negatif. Namun, tentu Allah memiliki tujuan
dalam menciptakannya walaupun dalam bentuk negatif pun.
Dalam
bentuk positif, ini menimbulkan banyak manfaat baki makhluk hidup di bumi,
semisal sebagaimana telah dijelaskan pada bab pembahasan bahwa angin membantu
awan berproses untuk kemudian menurunkan hujan. Turunnya hujan yang menjadi kenikmatan tersendiri bagi manusia
maupun makhluk hidup lainnya. Sedangkan dalam bentuk negatif, yaitu ketika
Allah menurunkannya dalam bentuk bencana, semisal angin puting beliung.
D.
PENUTUP
Demikian makalah
tafsir ayat-ayat sains tentang “Angin” yang telah pemakalah buat. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, baik secara
substansi mapupun sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan penulisan-penulisan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan intelektual kita.
Aamiin. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Abdushamad, Muhammad Kamil. 2002. Mukjizat
Ilmiah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Akbar.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir
Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Volume 11 . Jakarta:
Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir
Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Volume 6. Jakarta:
Lentera Hati.
Alqur’an Digital.
[1]
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Volume 11 (Jakarta: Lentera Hati,
2005) hal 83-84.
[2]
M. Quraish Shihab...... hal. 89-90.
[4]
M. Quraish Shihab...... hal. 441-443.
[5]
Muhammad Kamil Abdushamad....... hal. 106-107
[6]
Muhammad Kamil Abdushamad....... hal. 109-110.
[7]Muhammad
Kamil Abdushamad....... hal. 109-110
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon